"Setiap pertemuan ditakdirkan untuk berakhir pada perpisahan.
Tapi yang lo harus tahu, takdir dapat diubah, and I'll do it for you."-Wonderful Feelings-
"Belajar yang baik ya"
"..."
Jenni tak menjawab ucapan papanya itu. Ia masih marah dengannya karena merasa telah dipermainkan. Tak hanya itu, mata Jenni juga masih terlihat sembab karena telah menangis.
Melihat anaknya yang masih marah, Patrick pun kembali berbicara.
"Masih marah?"
"Ya jelas marah lah! Hellooww.. Anak mana yang gak marah digituin!" omelnya dalam hati.
"Masuk gih, nanti telat" sahut Patrick kembali melihat anaknya yang kini tak berkutik dari tempatnya.
Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Jenni. Hal itu membuat Patrick merasa sangat bersalah. Ia tahu bahwa apa yang telah dilakukannya sangat keterlaluan. Namun, di lubuk hatinya yang paling dalam, Ia sangat senang melihat kejadian tadi.
"Ya udah. Kalau gitu, bentar Papa beliin es krim kesukaan kamu. Mau gak?" bujuk Patrick dengan nada yang menggoda.
Jenni yang memang sangat menyukai es krim sangat tergiur mendengar godaan Papanya. Namun, Ia harus tetap berdiri teguh pada pendiriannya, Ia tak ingin menjawab perkataan papanya itu.
"Dua deh, papa beliin kamu dua es krim. Gimana? Ya, kalau gak mau sih--"
"Tiga!" Jenni yang sudah tak kuat menahan godaan dunia ini akhirnya angkat suara. Hal ini membuat papanya terkekeh kembali.
"Iya deh, Papa beliin kamu tiga es krim. Rakus banget jadi anak. Masuk gih sana. Belajar yang baik yah. Jangan cari cogan yang lebih ganteng dari Papa ya. Inget itu." jawabnya sambil memberi beberapa nasihat yang menurut Jenni sangat tidak penting. Ia ingin sekali tertawa, namun saat ini, Ia harus tetap berpura-pura marah.
"Iya, Papa yang super duper bawel. Jenni masuk dulu yah" sahutnya mengakhiri percakapan sambil turun dari mobilnya.
Sebelum turun, Ia sempat mencubit pipi papanya itu, melampiaskan kekesalannya. Patrick hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah anaknya itu. Setelah itu, Ia menancap gas dan langsung berlalu dari sekolah anaknya itu.
Parkiran sekolah tampak masih sepi pagi itu. Hal ini tak membuatnya heran. Pasalnya, Ia datang jam 6 pagi. Tentu saja ini masih sangat pagi. Kalau saja Bu Nita tak menyuruhnya, Ia mungkin masih berdebat dengan papanya di rumah sekarang. Entah apa tujuan guru itu menyuruhnya datang secepat itu. Yang pasti, sekarang Jenni harus mencarinya.
Seraya mencari, Ia pun memutuskan untuk berkeliling sekolah. Selain ingin melihat-lihat sekolah barunya ini, Ia juga memang tak mengetahui ruang guru di sekolah ini. Jadi, wajar saja jika Ia berjalan tanpa arah sekarang. Tiap langkah kakinya, diikuti oleh gumaman dalam hatinya yang terus Ia ucapkan.
"Sekolah ini bagus banget."
Sekolah yang di tempati Jenni sekarang memang sangatlah bagus. Selain infrastruktur yang lengkap, sekolah dengan label "Internasional" ini juga memiliki banyak prestasi.
Selama 5 menit, Jenni terus mengelilingi sekolah yang masih sepi ini. Ia bahkan sudah melihat beberapa lokasi yang penting di sekolah ini, seperti lapangan futsal, basket, hingga lapangan bulu tangkis. Selain itu, Jenni juga sempat melihat aula, ruang musik, berbagai lab, bahkan hingga ke taman yang ada di tengah-tengah sekolah ini. Sekolah ini memang sangatlah lengkap. Namun, sedari tadi, Ia masih tak kunjung menemukan ruang guru. Meskipun baru 5 menit mencari, Ia tetap merasa kelelahan. Ia pun memutuskan untuk duduk di kursi taman yang tak jauh dari tempatnya berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderful Feelings
Novela Juvenil[FOLLOW DULU] "GUE SAYANG SAMA LO!" "Iya. Gue juga sayang sama diri gue." *************************************************** "Lo kok gak bisa sih ngertiin gue sekali aja. Gue capek diginiin!" "Gue lebih milih ngertiin matematika daripada ngertiin c...