PART 7

118 42 58
                                    

“Cintaku sederhana. Cukup melihatmu bahagia ketika bersamaku. Hanya sesederhana itu.”

-Wonderful Feelings-






Hening.

Hanya suasana itu yang mereka rasakan sekarang. Cowok bermata coklat itu menatap tajam orang yang sedang berdiri di depannya. Tak jauh dari tempat itu, nampak seorang perempuan tua dan dua orang lelaki, sedang memerhatikan apa yang terjadi di depannya.

“Kamu kenapa sih gak pernah bisa ngerti!?”

“Papa yang gak pernah ngerti aku! Papa sadar gak kalau aku gak suka sama Widya!” protes cowok itu.

“Tapi itu demi kebahagiaan kamu!”

“Papa pikir aku bisa bahagia sama orang yang sama sekali tidak aku sayang!? Papa pikir aku bisa bahagia sama Widya!?” sahut cowok itu yang terlihat sama marah dengan suara meninggi.

Hal itu sukses membuat emosi Papanya naik. Dengan segera, Ia mengayunkan tangan kanannya kepada pipi kanan anaknya itu. Ia hendak menampar pipi anaknya yang menurutnya sangat kurang ajar padanya.

Namun, sebelum sempat menamparnya, tangan seorang perempuan tua menahannya. Meskipun tenaganya tak sama besar, perempuan itu tetap mampu menahan tangan lelaki itu.

“Pa! Kamu boleh marah sama Ito! Kamu boleh caci maki dia sepuas kamu! Kamu boleh atur dia sesuka hati kamu! Tapi jangan sampai kamu main tangan sama dia!”

Kini, suasana di sana semakin menegang. Kali ini, istri sang suami juga ikut masuk dalam perdebatan mereka. Sedangkan, kedua cowok yang duduk tak jauh dari tempat itu, lebih memilih tuk diam dan tak masuk dalam pertengkaran mereka.

“Tapi dia udah kurang ajar, Ma! Anak ini seharusnya--”

“DIA ANAK KITA PAPA!” potongnya yang membuat keheningan kembali menghampiri tempat itu.

Setelah beberapa saat, cowok yang berada di belakang perempuan tua itu mendekat dan menurunkan tangan perempuan itu perlahan-lahan.

“Udah Ma. Ito gak apa-apa” katanya sambil tersenyum manis menghadap mamanya itu. Mamanya hanya menurut perkataannya dan menurunkan tangannya, sama dengan yang papanya lakukan.

Seketika cowok itu kembali berbalik menghadap papanya. Meskipun sangat marah kepadanya, Ia tak ingin menambah keributan di rumah ini lagi. Dengan segera, Ia berlutut di depan kedua orang tuanya. Hal ini tentu membuat mereka membulatkan matanya tak percaya.

“Pa, kalau emang papa mau bahagia, papa jangan jodohin aku dengan orang yang papa suka seenaknya saja. Aku masih kecil Pa. Umur aku masih 13 tahun dan papa udah jodohin aku? Apalagi dengan orang yang tak aku suka sama sekali? Aku emang gak terlalu paham tentang cinta sekarang. Tapi, yang aku tahu, cinta itu bisa buat kita peduli sama orang lain dan bahagia ketika sama dia. Dan orang itu bukan Widya, Pa” jelasnya memelas yang diikuti dengan isakan tangisnya.

Papanya masih tetap dalam posisinya, menatap tajam anak yang sedang ada di depannya sekarang. Sebenarnya, Ia ingin sekali memberikan kebebasan pada anaknya untuk memilih pasangannya. Apalagi, menjodohkannya sekarang memang terlalu cepat. Namun, Ia terdesak akan sesuatu. Sesuatu yang tak bisa Ia bantah.

Melihat papanya yang tak menanggapinya, Ia pun bangkit dan menatap papanya sekilas. Setelah itu, Ia pun membalikkan badannya dan berlari keluar rumah. Ia merasa sangat kecewa dengan orang tuanya yang satu itu. Tanpa Ia sadari, sebuah cairan bening menetes dari mata coklatnya itu.

Wonderful FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang