“Salah pasti ada di setiap orang. Tapi, untuk apa kata ‘mengampuni’ di ciptakan kalau kita tak bisa melakukannya”
-Wonderful Feelings-
Sebuah warna mulai bangkit dari sudut cakrawala. Ribuan cahaya menembus kabut putih saat itu. Lelaki itu hanya berdiri diam memandang jutaan pemandangan yang akan segera berganti. Kini, pijakannya tak mengenal waktu. Suaranya tak pernah sampai di telinga insan lain. Namun, relung di hatinya terus memberontak.
Kejadian siang itu terus membayangi pikiran cowok itu. Ia merasa sangat marah akan dirinya sendiri. Jika berkenan, Ia akan membayar berapa pun dan melakukan apa pun tuk mengulang kejadian yang terasa sangat cepat itu.
Bintang-bintang malam mulai datang menghiasi indahnya senja. Di sebuah tempat di depan karya bertuliskan ‘Pantai Losari’, air mata itu jatuh lagi tuk kesekian kalinya. Laut yang ditatapnya sekarang sudah ada di kelopak matanya jua. Ditemani dengan dingin malam, cowok itu mengingat kembali apa yang Ia lakukan.
“Sendiri aja?”
Cowok itu tetap masih saja tak berkutik. Suara itu memang tak familiar baginya. Namun, kali ini, Ia tetap tak mau masuk dalam percakapan orang lain.
“Lo gak pulang?” tanyanya sekali lagi.
Adit menggeleng pelan.
Cowok itu tau persis apa yang Adit rasakan sekarang. Putra sudah menceritakan semuanya pada dirinya. Ia tahu, untuk kedua kalinya, Adit berubah karena Jenni. Oleh sebab itu, Ia tak ingin kehilangan adiknya itu.
Dipegangnya bahu Adit lalu berkata, “Dit, lo gak boleh gini lagi dong”
Pandangan Adit kini beralih kepadanya. Dengan mata yang sembab, cowok itu menatap dalam kakaknya yang ada di depannya.
“Gue salah kak” sahutnya pelan.
“Lo gak salah Dit. Lo gak salah” jawab Edgard, berusaha menangkan adiknya itu.
Meskipun tak Ia katakan, Edgard tahu persis apa yang terjadi di hati Adit sekarang. Penampilan luarnya saja sudah terlihat sangat menjijikkan, apalagi penampilan dalamnya.
“Gue salah kak” katanya dengan intonasi yang sama, tanpa menganggap serius ucapan Edgard.
“Lo gak--”
“Gue salah kak.. Gue salah.. Gue salah kak” potongnya dengan nada yang mulai meninggi.
Jika dilihat sedekat ini, Ia tak bisa menahaan kuasanya. Ia tahu bahwa adiknya ini butuh sebuah wadah. Wadah untuk melampiaskan segala kekesalannya. Wadah untuk mengeluarkan segala ucapannya. Wadah untuk membuang segala kesalahannya.
Tangan yang sedari tadi mengelus Adit kini beralih menariknya ke dalam pelukannya. Ia tak peduli lagi dengan perhatian dan anggapan orang lain tentang dirinya. Yang Ia pedulikan sekarang hanyalah satu hal. Satu hal yang amat penting baginya. Satu hal yang menjadi prioritas keduanya setelah mamanya. Dia adiknya, Christopher Aditya.
Dekapan yang sudah sangat lama tak Ia rasakan, kini kembali dirasakan oleh Adit. Masa kecil bersama kakaknya kembali terlintas di pikirannya. Namun, tak berselang lama, angan itu direnggut sang prasangka. Pikiran akan Jenni kembali muncul dan menyebabkannya mengeluarkan air mata yang sudah Ia tahan beberapa saat.
“Gue salah kak. Gue bodoh banget jadi cowok” jawabnya diselingi dengan isak tangisnya.
“Lo gak salah Dit. Lo gak salah” ungkapnya berusaha menenangkan adiknya sambil mengelus pundaknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderful Feelings
Fiksi Remaja[FOLLOW DULU] "GUE SAYANG SAMA LO!" "Iya. Gue juga sayang sama diri gue." *************************************************** "Lo kok gak bisa sih ngertiin gue sekali aja. Gue capek diginiin!" "Gue lebih milih ngertiin matematika daripada ngertiin c...