“Saudara bukan hanya dia yang lahir dari rahim yang sama dengan kita. Saudara adalah dia yang ada di saat kita butuh, dia yang bahagia ketika kita senang, dan dia yang peduli saat kita terpuruk”
-Wonderful Feelings-
Hening.
Hanya keheningan yang Ia rasa saat ini.
Diikuti dengan gerakan ayunan dan irama yang mengalir di telinganya, gadis itu kembali mereka setiap kejadian yang berlalu padanya hari ini. Setiap kejadian yang membuatnya mengeluarkan air mata lagi. Di saat Ia berpikir bahwa kehadiran Adit akan membuatnya bahagia, cowok itu menghancurkan angan itu.
Bagi Jenni, teringat kembali saat cowok itu berubah drastis ketika melihat Ditya. Ia tak tahu ada apa dengan Ditya sehingga membuatnya menjadi sosok yang menyeramkan.
Sepengetahuannya, Adit dan Ditya adalah teman baik. Tentu saja informasi itu Ia dapatkan dari salah satu sahabatnya. Siapa lagi kalau bukan Putra.
Meskipun air matanya sudah berhenti mengalir, namun rasa sakit di tangan dan hatinya masih terasa. Ia pun mencoba membuka matanya dan mendapati pergelangan tangannya yang sedang memerah. Angannya pun membawanya terbang ke saat dimana Adit melakukan hal itu padanya.
“Pulang” sahut Adit yang kini menarik tangan Jenni, keluar dari tempat itu dan berjalan sangat cepat.
Hal itu sontak membuat Ditya dan teman-teman Adit berlari mengejarnya. Mereka tahu bagaimana perasaan Adit sekarang. Meskipun satu kelas, Adit dan Ditya sekarang jarang bicara. Padahal dulu, meskipun tak terlalu dekat, mereka sempat berteman baik. Bahkan, Adit dan Ditya sering bolos bersama-sama. Namun, kejadian singkat di lapangan basket itu mengubah segalanya.
“Loh, kok pulang sih Dit?” tanyanya sambil berusaha melepaskan genggaman tangan cowok itu.
Namun, layaknya tak peduli, Ia hanya terus menatap ke depan tanpa menjawab pertanyaan Jenni atau setidaknya menoleh ke arahnya. Bahkan sampai di parkiran pun, Adit masih tetap menarik lengan Jenni dengan sangat cepat.
Tanpa gadis itu sadari, teman-temannya yang sudah berhasil menenangkan Ditya melihatnya sedari tadi. Awalnya, Ditya ingin menemuinya dan langsung meminta maaf padanya. Namun, hal itu dilarang oleh Putra.
“Biar gue dulu” katanya beberapa saat yang lalu.
Dengan anggukan teman-temannya, Ia pun maju perlahan-lahan mendekati gadis itu. Namun, Ia mendapati Jenni sedang menutup matanya, tak menyadari kehadirannya sedikit pun. Dengan sedikit ragu, Ia pun mencoba menegur gadis itu.
“Jen” sahutnya pelan.
Ia tahu kalau gadis itu sadar akan kehadirannya kini. Oleh karena itu, Ia memutuskan tuk langsung duduk di tempat kosong yang tersedia di samping gadis itu.
Namun, lagi-lagi Jenni tak berkutik bahkan saat Ia telah duduk di sampingnya. Hal itu memancing Putra tuk kembali berbicara.
“Tangan lo masih sakit?” tanyanya kembali.
Samma seperti sebelumnya, Jenni tak merespon. Namun kini, Putra tak terlalu menginginkan pertanyaannya tuk di jawab. Ia tahu kondisi Jenni sekarang tak memungkinkan.
“Oke gue tau lo lagi butuh waktu sendiri. Gue cuman mau bilang kalau Adit tuh nggak bermaksud nyakitin lo, Jen”
Pandangan cowok itu kini lurus ke depan sedangkan kedua tangannya bertumpu pada kursi ayunan. Mendengar nama Adit, membuatnya membuka matanya dan menoleh ke arah Putra namun tetap tak mengeluarkan sepatah kata pun.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderful Feelings
Подростковая литература[FOLLOW DULU] "GUE SAYANG SAMA LO!" "Iya. Gue juga sayang sama diri gue." *************************************************** "Lo kok gak bisa sih ngertiin gue sekali aja. Gue capek diginiin!" "Gue lebih milih ngertiin matematika daripada ngertiin c...