PART 25

67 16 0
                                    

“Aku memang hanyalah lelaki tak berguna yang selalu membuang waktu dengan hal-hal bodoh bersamamu.
Tapi, apakah ada orang yang rela mengorbankan segala hal hanya untukmu melebihi aku?”

-Wonderful Feelings-










Gelap.

Hening.

Kosong.

“Apakah gue udah mati? Gue udah buka mata kan? Kok masih gelap? Mana sekarang gue gak bisa goyang lagi. Tuhan, gue masih banyak dosa. Jangan ngambil nyawa gue dulu. Adit, tolong gue..”

Ribuan kalimat kembali membayang dalam benaknya. Inginnya berteriak sekarang juga, meminta pertolongan pada siapa pun jua. Namun, Ia tak seceroboh itu. Ia tak tahu siapa yang dihadapi atau sedang dalam kondisi apa dirinya sekarang. Memori terakhir dalam ingatannya, Ia sedang berada dalam mobil berdua dengan Adit.

Hanya dua kemungkinan yang sedang Ia hadapi sekarang. Yang pertama, Ia sedang diculik dan disekap oleh seseorang bersama-sama dengan Adit. Yang kedua, Ia sudah meninggal sekarang.

Akan tetapi, semua hipotesis yang Ia pikirkan terbantahkan saat tas penutup wajahnya terbuka. Ia membuka matanya perlahan-lahan, mencoba tuk beradaptasi dengan lingkungannya sekarang.

Hanya ruangan kosong dengan seseorang yang berdiri di depannya. Lampu di ruangan itu hanya satu buah, itu pun sudah mulai redup. Lampu itu tepat berada di atasnya, membuatnya tak bisa melihat maupun mengidentifikasi siapa orang di depannya.

Ia lalu melihat kondisi dirinya sekarang yang tengah disekap. Tangan dan kakinya terikat erat dengan kursi yang sedang Ia duduki sekarang. Ia juga menyadari bahwa penglihatannya terhalang bukan karena buta atau sudah meninggal, namun karena tas berwarna hitam yang menutupinya.

Namun, dari segala kondisi yang Ia coba mengerti sekarang, ada suatu hal ganjal yang membuatnya mengernyit kecil.

“Adit mana?”

Ia lalu mencari sosok lelaki yang dekat dengannya saat ini. Namun, Dewi Fortuna pun tak menunjukkan keberpihakannya. Adit tak ada di sekitarnya. Hal itu sontak membuatnya berpikir akan satu kemungkinan yang hampir akurat.

“Adit meninggal?”

Di tengah kondisi yang sangat membuatnya kebingungan bukan kepalang, sosok yang berdiri di depannya hanya mengeluarkan senyuman tipis.

Ia lalu mencoba mendekatkan dirinya kepada Jenni yang sontak membuat gadis itu membuyarkan lamunannya. Ia sangat gugup dengan segala kemungkinan yang akan terjadi, ketika melihat kedua kaki itu semakin mendekat dan mulai menampilkan tubuhnya seutuhnya.

Mata gadis itu sukses terbelalak melihat wajah orang itu.

“Putra!” pekiknya.

Ya. Dia Putra Cakra, teman sekelas Jenni yang sudah seperti sahabat bagi dirinya. Belum terbesit pikiran buruk tentang cowok itu. Sang Putri masih mencoba berpikir jernih akan kondisinya saat ini.

“Put, ayo buruan lepasin gue. Nanti penculiknya datang. Ayo buruan, Put!” pekiknya dengan wajah panik nan polos.

Respon yang sungguh tak habis Ia pikirkan dikeluarkan oleh cowok itu. Ia hanya terkekeh sambil berjalan memutari Jenni. Tepat di belakang gadis itu, Ia lalu berhenti sambil memegang kursi tempat duduk Jenni.

“Lo yakin banget yah bakal gue lepasin?” tanya Putra dengan volume yang sedikit kecil tepat di telinga kanannya.

Saat Jenni hendak berbalik ke arahnya, cowok itu telah berdiri dan bergegas ke depannya kembali. Ia lalu melipat kedua tangannya tepat di depan dadanya, menantikan jawaban Jenni.

Wonderful FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang