PART 19

69 12 0
                                    

“Masalah sekecil apapun harus kita hadapi. Kalau kita tak bisa menghadapi satu masalah kecil saja, bagaimana kita bisa berkembang menjadi lebih baik?”

-Wonderful Feelings-








“Lu masih nyimpan ini?” tanya Putra yang tengah memegang sebuah kotak kaca.

Kotak kaca itu berisi dua benda yang berbentuk sama persis. Tak hanya bentuk, warna kedua benda itu juga nampak serupa. Benda itu adalah sepasang kupluk berwarna monokrom yang tergantung rapi pada sebuah tatakan dalam sebuah kotak kaca.

Cowok itu hanya berbalik ke arah Putra sesaat. Namun, belum berselang lama, cowok itu kembali menatap game yang sedang Ia mainkan di gadgetnya.

“Dit, kalau lo terus nyimpan barang ini, lo gak bakal bisa lupain dia” sambungnya lemas.

Melihat tak ada tanggapan yang keluar dari cowok itu, Ia pun membalikkan badannya dari cowok itu.

“Ya udah deh.. Gue simpan di gudang aja yah” entengnya.

“Balikin” perintah cowok itu singkat.

Respon itu membuat Putra terdiam sesaat. Meskipun, Ia masih tak membalikkan badannya, Ia tahu bagaimana ekspresi sahabatnya itu.

“Tapi seh--“

“Balikin”

Dalam keadaan yang tidak melihat satu dengan yang lain, mereka tetap berdebat. Di satu sisi, Putra menginginkan kebaikan Adit. Namun, di sisi lain, Adit terus bersikeras menyimpan benda itu. Bahkan, benda itu di gantung dalam sekotak kaca yang lumayan besar.

“Gue cuman mau lihat kebahagiaan lo Dit. Kalau lo gini terus--“

“GUE BELUM SIAP!” potongnya untuk kesekian kalinya.

Kali ini, teriakan cowok itu menggema ke setiap sudut di ruangan itu. Edgard pun turun pasca mendengar hal itu. Ketika melihat kotak kaca itu, Ia pun segera tahu sumber dan sebab teriakan itu. Namun, posisinya sekarang belum diketahui oleh mereka.

“Balikin” sahut Adit untuk kesekian kalinya.

Namun, sebelum Putra sempat membalasnya, Edgard datang dan menghampirinya. Dengan volume yang sedikit kecil, Edgard pun menegur Putra.

“Udah. Turutin aja mau dia. Gak ada gunanya berdebat sama dia. Lo juga tahu itu kan?”

Anggukan Putra pun muncul ketika mendengar hal itu. Ditambah lagi dengan senyuman tipis yang keluar dari Edgard, yang sudah dianggap kakak kandungnya sendiri, membuat Ia semakin memantapkan keputusannya.

“Oke gue bakal balikin. Gue harap lo bisa lupa dengan dia” sahut Putra yang berjalan menjauh.

“Gue juga harap gitu, Put” batinnya dalam hati.


***



Setelah berjalan cukup lama bersama kerlap kerlip kota, mobil Ranger itu akhirnya berhenti. Namun, tempat berhentinya tak sesuai dengan apa yang Adit ekspektasikan. Mobil itu berhenti tepat sebelum memasuki kompleks perumahan mereka.

Dengan sedikit kebingungan, Adit berbalik ke arah kakaknya. Detik selanjutnya Ia pun berkata, “ Kok di sini sih? Rumah kita kan di dalam”

Tatapan Edgard masih terpaku ke jalanan di depannya. Tatapan yang serius itu mengisyaratkan Adit tuk diam dan tidak meneruskan perkataannya.

Wonderful FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang