"Len, sekarang aku yang bertanya.
Dengan kondisi seperti ini, apa kau bahagia?"
Len hanya mendengus kasar, tapi aku bisa merasakan kelembutan pada dengusan itu. Aku sempat lihat mulutnya terbuka, disitulah aku sadar kalau dia akan bicara. Sebuah pembicaraan panjang.
"Kau tahu, di suatu tempat, terdapat sebuah jembatan yang amat besar. Sangat besar sampai-sampai kau bisa melihat pemandangan yang memukau dari atasnya.
Pada suatu hari, entah karena sudah tua, kelebihan muatan, hukum alam, atau suatu takdir; jembatan itu ambruk seketika. Menelan korban yang tak terhitung jumlahnya. Memang, ada orang beruntung yang selamat disana. Yah, mungkin mereka tidak seberuntung itu. Selamat belum tentu menyelamatkan jiwa seseorang. Bisa jadi... Selamat itu akan membuat seseorang mengalami suatu trauma yang permanen. Jika di saat kecelakaan itu terjadi mereka membawa sanak saudara; dan hanya ia yang satu-satunya selamat, bisa jadi ia akan shock ketika mendengar kabar duka bahwa orang yang ia sayangi telah tiada. Lebih buruknya, jika orang itu melihat langsung kematian orang yang dicintainya secara tragis. Yah, begitulah.
Dan... Kini, kejadian itu dinamakan Tragedi XXXX*."
Wajahku terkejut tanda tak percaya, dan sedikit takjub. Darimana dia tahu semua itu??
"Dari buku ini." ujarnya tumpul sembari memegang objek yang ia maksud.
Dan barusan, apa dia membaca pikiranku lagi?! Tunggu-tunggu, buku itu sama seperti yang Miku punya. Lagipula sejak kapan aku memiliki buku seperti itu??
"Buku ini? Aku menemukannya tergeletak di lantai ketika aku terbangun. Kupikir kau menjatuhkan nya dari tasmu. Tapi karena aku tertarik, jadi aku membacanya." Len mencoba untuk menjelaskan, wajahnya rata seperti biasa.
"Setiap aku memikirkan cerita itu... Entah kenapa, perasaan ku ini memacu pada suatu hal."
... Aku tidak pernah mengerti dengan apa yang ia bicarakan. Pekalah sedikit! Aku ini tidak pintar.
"Kau ini pintar, Rin."
Arrgghh mou!! Sudahlah!!
...
....
...
..
.
"Len, kau sendiri bagaimana? Apakah kau bahagia?"
"Kukira kau sudah mengerti dengan apa yang sudah ku ceritakan." Len kembali mendengus, memejamkan matanya sebentar. Wajahnya yang datar berubah menjadi serius dalam waktu sekejap.
"Aku bahagia.
Tapi sejujurnya, aku ingin cepat-cepat... Menyelesaikan tugas yang ku emban. Aku tidak ingin dikekang. Jiwaku sama sekali tidak bebas dalam keadaan seperti ini."
"Jadi maksudmu--" aku langsung bungkam; menutup mulutku. Tidak baik bicara di tengah suasana yang seperti ini. Kalau aku salah langkah, aku bisa menyakiti perasaannya.
"Kau lihat sendiri, Rin. Aku ini robot. Kalau aku robot, harusnya ada seseorang yang mengendalikannya, 'kan? Kenapa aku memiliki perasaan, kenapa aku bisa menangis, kenapa aku bisa berpikir, kenapa aku menyukai sesuatu, kau pikir, berasal dari siapa semua itu? Semua itu berasal orang yang sebelumnya menjadi diriku.
Aku mungkin tidak ingat, tapi aku yakin, kalau aku juga pernah memiliki kehidupan seperti mu saat ini, Rin."
"Jadi... K-kau sudah mati??"
"Bisa jadi. Mungkin saja, aku telah mati pada suatu waktu, lalu seseorang menangkap kembali jiwaku yang telah bebas ini dan mengekang nya ke dalam sebuah wadah. Lalu mereka mengotak-atik semua itu dan jadilah aku disini."
Kejam! Tidak mungkin hal seperti itu... Itu terlalu berada di luar nalar manusia!
"Zaman sudah berubah, Rin. Perkembangan teknologi akan semakin memadai seiring berkembangnya waktu."
Jadi, Len akan pergi, ya...? Jika waktunya tiba, Len... Akan pergi meninggalkan ku.
Len menggelengkan kepalanya perlahan setelah membaca isi batinku " Aku tidak tahu. Tapi jika saat itu tiba, artinya tugasku sudah selesai. Aku akan bebas dari penjara ini. Jadi, berbahagialah, Rin. Aku akan menganggap hal itu sebagai bukti apresiasi mu akan keberadaanku." ujarnya setelah membaca pikiranku.
Tik.
Len bodoh! Membuat seorang wanita menangis seperti ini.
Sebagian besar kebahagiaan yang ku dapatkan berasal dari dirimu, Len!!
"Namun, meskipun aku tidak merasa bebas, meskipun aku terkekang seperti ini, ada satu hal yang perlu kau tahu, Rin.
Kau menghilangkan semua penderitaanku. Kalau takdir berkata lain, kalau seandainya takdir bukan mempertemukan ku kepadamu, kalau saja orang lain yang bertemu denganku, mungkin aku akan hancur karena semua rasa itu."
Aku tak dapat berkutik. Tumit ku tak mampu menahan beban tubuhku. Ku hampiri tubuh yang mulai rapuh itu dan memeluknya perlahan- tidak berani untuk memeluknya erat.- posisi ini benar-benar tidak enak. Lutut ku bisa lemas karena memeluknya sambil terduduk seperti ini. Lima menit lama nya tangisan ku terdengar di pelukannya.
"Haah... " Len menghela nafas dalam-dalam. "Berbicara seperti ini pun sudah cukup untuk membuatku kelelahan...
Beginikah yang dirasakan para kakek tua yang sudah berkarat?"
Aku memincingkan mataku. "Kalau begitu cepatlah tidur!"
Ia hanya membalasnya dengan senyuman "Kau juga, Rin. Sekarang sudah larut malam."
Sebelum ia memutar kursi rodanya itu dan pergi, ia masih sempat mengatakan sesuatu yang memberiku suatu kejutan tersendiri.
"Ku ingatkan kembali, Rin. Aku ada disini untuk membantumu."
Membantumu mencari kebahagiaan.
... Aku sudah sering mendengarnya. Kalimat itu... Tidak pernah bosan mengejutkan ku.
___________________________________
Aku baru tahu kalau latar belakang Len seperti itu. Apa dia baru menceritakannya padaku karena Len baru bisa mengingatnya?
"Ada apa, Rin?" Miku bertanya. Ah! Aku baru ingat kalau ini hari Minggu. Dan aku juga baru sadar, kalau aku sedang tidak ada dirumah yang semestinya aku tempati di hari-hari senggang ini. Seperti kemarin, aku pergi untuk melatih vokalku di klub paduan suara.
"Aku baik-baik saja. Hanya sedikit..." Ku putar bola mataku dengan malasnya. Menatap objek lain selain sosok yang kini akrab denganku. "Ah, buku mu!"
Tanpa tergesa-gesa ku kembali kan buku yang tidak sengaja kubawa itu kepada tuannya. Buku yang sangat berguna. Tanpa buku ini, mungkin aku tidak akan pernah tahu latar belakang robot yang kusayangi itu.
"Maaf, sepertinya kau memasukkan nya ke dalam tas yang salah. Ngomong-ngomong, Buku yang bagus." ujarku memuji.
"... Terimakasih. Kupikir aku telah menghilangkan nya. Aku juga suka buku ini. Aku jadi penasaran, sosok seperti apa yang menjadi saksi sejarah tragedi ini."
"Yaaa sejujurnya aku tidak terlalu peduli, tapi terimakasih."
Miku tersenyum lembut, "Kalau begitu, ayo. Sepertinya Luka-senpai sudah datang."
* = untuk menjaga keamanan sejarah, judul tragedi saya sensor karena mengandung kisah nyata palsu. (iya, saya sendiri yang ngarang :'v)
___________________________________
A/NYo-yo dah lama saya gak bikin autor note :v gak biasanya saya bikin dua :v sebenernya saya sibuk tapi karena mengikuti kata-kata nafsu dunia, saya akhirnya bikin. Nafsu, iya nafsu :'v nafsu PENGEN CEPET INI CERITA KELAR!! SAYA DAH PENASARAN SAMA ENDINGNYA :'V
Harap maklumi kalau saya jarang up :v banyak tugas nih :'v stay tune yha :'v sekian dan terimakasih :'v
-Izen

KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me!
FanfictionAku akan senang jika melihatmu berkembang, dan juga bahagia.... Tapi aku tidak bisa... Setidaknya, berbahagialah... Disclaimer: Vocaloid dan anggota-anggotanya bukan milik saya :'v gambar-gambar bagus yang saya pasang di cerita jg bukan milik saya...