Assumption

292 30 50
                                    

"Hmm...

Len, setelah membaca materi ini... Apakah benar, kalau nenek moyang kita itu adalah monyet??"  Kelihatannya pertanyaan ku ini terdengar polos di telinga Len. Aku bisa melihat ekspresi nya yang mematri sebuah senyuman kikuk.

"Y-ya... Aku tidak yakin. Kalau menurutku sih, itu hanya sebuah teori konspirasi. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, mungkin dibilang seperti monyet karena rahang nya yang mirip dan gaya jalan yang seperti kera."

Aku mengkerucutkan bibirku. "Huhh... Tapi Erectus 'kan, artinya tegak. Bukankah itu berarti mereka berjalan tegak seperti kita??"

Len mendengus, sebuah kekehan mulai keluar bersamaan dengan hembusan nafasnya. "Itu kau tahu. Untuk apa kau bertanya padaku kalau ujung-ujungnya cuma menyangkal seperti itu?"

"Jadi daritadi kau memberikan pernyataan sesat padaku?!!"

Kekehannya terhenti, digantikan oleh sebuah senyuman dan berkata: "Cuma bercanda kok."

Urghh... Dia masih menyebalkan... Saking kesalnya, aku sampai tidak sadar kalau sedang meremas-remas kertas materiku hingga kusut. Aku pikir, dia tidak akan jahil dan membuatku naik pitam lagi. Aku tertipu berkat senyuman nya itu! Dia terlalu menyebalkan untuk jadi seseorang yang murah senyum. Meskipun membuat hatiku tenang, senyuman itu jadi terlihat sangat mengganggu setelah aku tahu semuanya!

...

Huft. Sejak beberapa jam lalu- tepat setelah dia mengatakan hal-hal yang sangat mengejutkan ku, dia tidak bisa berhenti tersenyum. Mungkin senyum sudah menjadi sebuah pola hidup dalam kehidupannya di masa lampau.

Harusnya aku senang... Len berubah tidak jauh dari yang dulu. Bahkan menjadi lebih baik. Tapi... Aku menyangkal semua itu.

Firasat ku buruk. Aku tidak bisa membayangkan nya.

"Rasanya... Masih ada satu keping ingatan lagi yang hilang dan...

Sisanya... Aku belum tahu bagaimana cara menjelaskannya."

Aku penasaran... Ingatan apa yang masih tertinggal? Apakah itu penting?

"Orang yang kucintai itu adalah kau, Rin."

K-Kenapa malah kata-kata itu yang terlintas?!!

Ah, benar. Kenapa 'rasa cintanya padaku' itu menjadi salah satu kepingan ingatannya?? Harusnya 'kan...

...

Yah, sepertinya aku tidak perlu memikirkannya.

Kemudian pandanganku teralihkan setelah mendengar Len ber-"Hmm"- ria.

"Ada apa, Len?" ujarku bertanya sebelum meneguk ludah.

Sambil memeriksa essay yang aku kerjakan, Len menjepit dagunya dengan jari, "Aku heran, sebodoh apa sih kau ini?" lalu ia menaikkan satu alisnya.

Hah? Apakah semua jawabannya salah? "A-Ada-- memangnya kenapa, Len?"

"Yah... Cuma heran saja, sih... Lagipula kau tidak terlalu serius dalam belajar. Kalau kau mau, kau bisa mengerjakan semua ini." Len berujar, sebelum akhirnya mengacungkan jempolnya padaku dengan senyum yang lebar.

"Penjabaranmu bagus, Rin. Dan semua jawabannya benar. Aku bangga padamu! "

A-Ah... Len memuji ku... lagi. Ini sudah biasa, 'kan? Seperti ketika dia memuji suaraku dulu. Kenapa... suhu di kepalaku rasanya semakin panas? Jantungku juga berdebar kencang. Ti-tidak! Aku harus membuang pikiran ini jauh-jauh!!

" L-Len..." panggilku agak sedikit gagap. Setelah aku mendapat atensi nya, dengan ragu kubuka kedua birai ku; berusaha untuk bicara walau tenggorokan kering. "Tid-tidak jadi..."

Stay With Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang