Naïve

398 48 4
                                    

Untuk sebuah kunjungan kerabat di akhir pekan, suasana di tempat ini setelah kepergian mereka cukup menegangkan.

Len yang terlihat kesal,

Dan diriku yang terlihat cemberut.

Len yang sudah lelah dengan pertikaian ini pun mencoba menjelaskan semuanya dengan serius, juga terburu-buru. Sudah tigapuluh menit topik pembicaraan ini berlangsung sejak kedua saudaraku pergi ke tempat asalnya.

"Aku serius, Rin! Mereka bukan master ku! Lagipula... Untuk apa aku berbohong..."

"Kau sendiri yang bilang kalau master mu itu adalah kerabatku!"

Len sedikit menundukkan kepalanya, iris matanya menatap ke arah lantai, "Ya... Pada awalnya aku berpikir begitu, tapi..." ia kembali mendongakkan kepalanya untuk menatap kedua mata ku yang ada di depannya; seolah-olah berusaha untuk membuatku yakin. "Lagipula... Untuk apa kau menanyakan hal ini?! Aku berani bertaruh kau tidak akan berani menanyakan sepatah pertanyaan pun pada mereka."

"Hey! Kau pikir aku pengecut?"

"Aku tidak bilang kau pengecut. Mungkin itu hanya perasaanmu saja."

"...Kau!!" oke, kali ini kesabaran ku hampir mencapai puncak nya. Aku bersumpah kalau aku akan membuatnya jera nanti.

"Kau menyebalkan! Setidaknya jika aku tidak berani bertanya, biarkan aku tahu!" manik biru kami saling bertemu sejenak, dahi berkerut, lalu mendengus seraya saling berpaling dari pandangan. Ini percuma! Membuatnya membuka mulut memang benar-benar sulit.

"Tapi aku 'kan daritadi sudah membuka mulut!"

Ku tepuk dahiku, menghela nafas penat seraya memikirkan betapa telminya dia itu. Eh, sejak kapan dia seperti itu?

Ada sesuatu yang ia sembunyikan dariku. Baik mengenai masa lampau, maupun masa kini. Untuk memecahkan keheningan ini, kucoba untuk memulai kata-kata. Entah apa yang terjadi padaku tapi tenggorokan ku serasa kering, menolak untuk bersuara.

"Len... Apa kau percaya padaku?"

Len mendongakkan kepalanya ke atas hanya untuk menatapku dari kasur yang ia duduki itu. Matanya... Terlihat kosong. Dan ia mengangguk perlahan. Disaat itulah memungkinkan ku melanjutkan omongan ini.

"Kalau begitu... Ceritakan semua yang kau sembunyikan dariku."

Len sedikit bergidik. Membuat dahiku mengernyit. Apa itu benar kalau ia menyembunyikan sesuatu dariku?

Ia membuka mulutnya, "Rin, kau tahu kenapa aku begini?"

Kuangkat alis kiriku karena bingung, "Maksudmu?"

"Yah... Maaf kalau selama ini aku begitu naif. Tapi semua ini kulakukan karena aku mau. Dan menjagamu adalah tugasku."

"Kenapa tiba-tiba..."

"... Aku hanya ingin kau cepat-cepat menyelesaikan masalahmu, dan berbahagia." ujarnya tersenyum lebar.

Bukan itu yang membuatku terpaku.

Disatu sisi, senyuman itu terlihat... Pahit, juga menyedihkan.

Ia berdiri, langsung menyambar ku dengan pelukan.

Tak apa 'kan jika wajahku memerah saat ini?!

Entah aku harus berbuat apa, entah aku harus senang, entah aku harus memeluknya balik, entah aku harus mendorongnya, entah mengapa... Pelukan ini juga sama.

Hangat, namun menyedihkan.

"L-Len?!"

"Kuharap kau cepat bahagia."

Stay With Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang