Gift for You

299 43 34
                                    

Sepertinya aku sudah terbiasa melakukan roda kehidupan baru ku. Semuanya cukup baik. Hanya ada beberapa hal yang sedikit ku khawatirkan. Tidak, tidak sedikit. Tapi untuk saat ini yah...

Biasanya mentari senja adalah panorama yang menemaniku di sepanjang jalan. Setelah pulang sekolah, aku latihan vokal di klub paduan suara hingga matahari terbenam. Tapi kali ini, sepertinya aku pulang lebih awal. Karena suatu kendala, kegiatan di jeda untuk hari ini. Dan sekarang, aku bisa pulang dan waktuku bersama Len bisa lebih lama. Kelihatannya mengasyikkan! Tapi sepertinya aku harus mengurungkan niat baik ku itu untuk...

"Rin Rin!!" Aku menoleh kan kepalaku, sepertinya dari tadi aku asyik termenung.

Orang yang memanggilku barusan adalah Miku. Langkahnya terhenti tatkala wajah kami bertemu. Ia mengalihkan pandangannya sambil tersenyum canggung, jemari yang tidak lebih mungil dariku itu dimainkan. Bergelagat ingin menyampaikan sesuatu. "Anu... Rin, apa kau ingat, apa yang dikatakan sensei tadi?"

Alisku menukik. Saat itu pendengaran ku sedang tumpul karena suatu perkara. Jadi aku tidak mendengarkan apa yang dikatakan guru kami ketika bel berbunyi.

"Minggu depan, kita akan ada ujian!! Apa kau sudah mempersiapkannya, Rin??" papar Miku dengan panik nya.

Sepertinya hal-hal seperti itulah yang membuatku tuli. Oh, tunggu. Biarkan aku mencerna semuanya terlebih dahulu.

"Rin?" Aku tertegun. Saking kagetnya, aku tak bisa dengar apapun. Walaupun buram, Aku bisa lihat kalau Miku sedang berusaha untuk menyadarkan ku. Sudah tanggal berapa ini? Apakah waktu memang terasa secepat ini? Atau hanya aku yang terlalu membiarkannya berlalu? Walaupun tak bisa mengerti apa-apa, aku sudah belajar cukup kok.

Oh demi dewa, demi game master, Manusia ikan, kutil kuda, Len, Miku, sensei tolong aku!

"RIN!! Rin! Rin! Rin! " Miku menggoyang-goyangkan badanku hingga membuat gaduh. Aku pun tersadar, untunglah tempat ini sedang sangat sepi.

"Hah..." Miku mengesah. Menggelengkan kepalanya pelan. "Apakah ujian semenakutkan itu bagimu, Rin?"

"Aku... Tidak takut. Hanya saja..."

Aku takut akan penilaian.

Senyuman mulai merekah di parasnya. Senyuman yang bisa membuat orang lain, termasuk diriku, ikut tersenyum. "Aku mengerti, Rin.

Ujian memang menyebalkan, dan juga meresahkan. Tapi terkadang kita harus tahu, sejauh mana kemampuan kita terasah. Mungkin tidak semuanya berlaku jujur. Perlu kau ketahui, ujian bukanlah penentu masa depan. Meski nilai mempengaruhi reputasimu, kalau kau berusaha dan tahu apa bakat mu, bahkan jika bukan di bidang akademis sekalipun, kelak kau akan mendapatkan karir yang cemerlang.

Aku bisa melihatnya dalam dirimu. Masa depanmu... Benar-benar menyilaukan."

Mataku terbelalak lebar, bukan karena kaget. Namun semua itu karena haru. Aku bersyukur, kini aku sangat bersyukur punya orang-orang baik di sekitar ku. Aku tersenyum membendung tangis bahagia. "Terimakasih, Miku."

"Baiklah!!! Ayo kita lakukan persiapan perang kali ini!!!" dengan api semangat yang membara, Miku berteriak lantang. Aku hanya mengangguk pertanda setuju.

"Kalau begitu, Rin. Boleh 'kan aku ke rumah mu?" lalu ia berbicara dengan halus dan berusaha untuk menyogokku. Tentu saja aku tidak mau. Rahasia terbesarku ada disana.

"Ogah. Lebih baik kita pergi ke tempat yang layak. Seperti... Rumah mu atau... Kedai makan...-"

"Atau rumahmu!!" ujarnya sengaja menyela. Tidak. Gawat! Aku harus mencari alasan lain!

Stay With Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang