"Hey hey, Ka~kak!"
Meski bukan
namaku yang terpanggil, aku membalikkan kepalaku. Sedikit memutar leher yang menyangga kepalaku sehingga aku bisa melihat jelas siapa yang memanggilku."Ren..." ku tutup rapat buku tebal yang ada pada genggaman ku agar aku bisa berinteraksi bersama saudara kembar ku dengan lebih baik. "Sudah kubilang, berhentilah memanggilku kakak. Kita ini hanya beda 10 menit saja."
Dia terkekeh pelan. "Kau terlihat lebih tua dan dewasa daripada aku. Kau juga pintar. Makanya...
Akan lebih baik, jika aku memanggil mu kakak!"
Dia pun tersenyum. Melihat senyuman orang yang sedarah itu... sangat menenangkan.
"Apa ada yang mengganjal pikiranmu, kak?" tanya adik kembar ku Ren yang duduk menghampiri ku.
"Hmm...
Menurutmu... Alat musik apa yang bisa cocok denganku?"
Dia mendengus pelan sambil menjepit kan dagu dan mengernyitkan dahinya. "Sebenarnya sih... Dengan bakat yang sehebat itu, kakak bisa menggunakan alat musik yang kakak suka.
Tapi, sepertinya aku ada ide!" Dia pun menyeringai bagaikan bocah.
Aku hanya menautkan kedua alisku. "Apa itu??"
"Hehe!" masih dengan senyuman, ia menyarankan sesuatu padaku.
Tapi, sesaat dia ingin membuka sungutnya untuk berbicara, pandanganku beralih ke atap tanpa sebab, dan secepat kedipan mata.
Aku masih berada di posisi yang sama. Namun bedanya, yang tadi hanyalah masa lalu. Ternyata benar, aku ketiduran rupanya. Dan yang barusan... adalah bunga tidur ku. Aku bermimpi tentang mendiang adik kembar ku.
Aku pun menepuk kening ku.
Ah... Kenapa jadi tiba-tiba rindu begini...?
"Jangan rindu, berat. Kamu gaakan kuat. Biar aku saja." suara datar muncul entah dari mana. Meleburkan pikiran kosongku.
Tapi dari tingkat kedatarannya, aku bisa tahu siapa orang itu. Pasti dia adalah Len!
"Apa yang kau lakukan??"
"Ah... Aku hanya sedang mempraktekkan sebuah dialog dari sebuah film yang diadaptasi dari novel, dan diangkat dari kisah nyata." ujarnya datar tanpa ada semangat sama sekali. Kau tahu apa yang membuatku diam-diam kegirangan? Jawabannya adalah Len yang kembali jadi datar!!
Tapi... "Apakah tidurmu sudah cukup, Len? Aku tidak mau kau tertidur lama seperti waktu itu lagi..."
"Tidak." dia menggeleng pelan, ekspresi nya masih datar, tapi agak sedikit lebih suram. "... Aku... Tidak mau mendapatkan mimpi itu lagi."
"Apa kau bisa menceritakannya padaku?"
Seketika tubuhnya bergetar. Bahkan bisa terlihat dari kursi roda yang ia pakai. "Aku melihat...
Aku melihat kematian seseorang..."
Aku sangat ingin membalasnya dengan segunung pertanyaan yang sudah bertumor di benakku selama ini, tapi hatiku tidak ingin tahu siapa yang ia lihat disana. Seolah-olah...
Aku sudah mengetahuinya.
Aku tidak ingin dia merasa suram begini. Wajahnya yang datar pun bahkan berubah menjadi asam yang kecut. Memangnya... "Siapa yang kau lihat, Len?"
Perlu waktu yang cukup lama untuk menunggunya menjawab. Tapi ketimbang jawaban, aku malah balik mendapatkan pertanyaan darinya.
" Barusan, kau memimpikan adik kembarmu, benar begitu?" Aku hanya bisa menatapnya linglung tanpa merespon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me!
FanficAku akan senang jika melihatmu berkembang, dan juga bahagia.... Tapi aku tidak bisa... Setidaknya, berbahagialah... Disclaimer: Vocaloid dan anggota-anggotanya bukan milik saya :'v gambar-gambar bagus yang saya pasang di cerita jg bukan milik saya...