Mereka tiba di Mall tujuan tempat janjiannya dengan kakak perempuan Sabil bertepatan dengan jam makan siang, walaupun mendadak mengabari keberangkatan mereka nyatanya Luna dan Roro sudah lebih dulu sampai karena memang letak Mall ini yang lebih dekat dengan rumah Luna
Edgar mengajak..er... Lebih tepatnya memaksa untuk mereka makan siang terlebih dulu untuk menambah energi katanya dan Sabilpun setuju karena dari pagi memang mereka hanya makan roti seadanya
Direstoran Sabil duduk diantara Erina dan Edo yang duduk dikursi khusus, Edgar memang sengaja tidak membawa stroller agar tidak ribet katanya sementara Edgar sendiri duduk disebelah kiri Erina dan Luna serta Roro duduk dihadapannya
Dengan telaten Sabil membantu Erina makan sembari sesekali menyuap untuk dirinya dan Edo, semua itu tidak lepas dari pengawasan Luna, dia memang tau semua tentang yang terjadi pada adiknya belakangan ini tapi dia tidak menyangka keadaan adik kesayangannya itu lebih terlihat seperti calon ibu ketimbang pendamping Psikologis, seperti yang dikatakan Sabil
Setelah makan dan Edgar membayar semua makanan, mereka melanjutkan jalan-jalan sebentar mengelilingi Mall sembari menuju lantai paling atas tempat area bermain anak-anak sesuai yang dijadwalkan mereka, Roro dan Erina yang hanya terpaut 1tahun menjadi teman yang baik mereka main bersama dan sangat dekat
Sabil dan Luna duduk di bangku berbentuk batang pohon diarea permainan itu, mereka mengobrol sesekali mengajak main Edo sambil mengawasi Erina dan Roro yang asik bermain diarena permainan, Sementara Edgar, pria itu pamit ke toko buku sebentar
"Bil.." panggil Luna dengan wajah serius, Sabil yang sedang memberi biskuit pada Edopun menoleh ke samping dengan alis terangkat seolah bertanya 'apa? '
"Lo ga mau cerita apa gitu? Jujur-jujuran kek.. Janji ga bilang Bonyok deh..." perkataan Luna membuat Sabil menyernyit heran, apa maksudnya? Perasaan apapun yang terjadi padanya, Sabil selalu menceritakan semua pada kakaknya
"Maksud lo apaan sih, Kak?" tanya Sabil tidak mengerti
"Hubungan lo, sama tuh dosen kece.. Kalian keliatan kayak keluarga kecil tau ga.. Cinlok yaa.." goda Luna membuat Sabil tertawa geli tidak menyangka kakaknya itu akan berpikir kearah sana
"Ye malah ketawa.. Jujur aja kali gapapa.. Gue ga bakal bilang Bonyok sekalipun mereka tau gue yakin mereka setuju kece gi--"
"Stop it!! Duh, denger ya kakak gue yang paling gue sayang, karena ga ada lagi..." Lula membrengut sebal, Sabil terkekeh sebentar lalu melanjutkan kalimatnya "Gue emang nganggep Erina dan Edo seperti anak gue sendiri, tapi hanya sebatas itu.. Kak Edgar, He is so hot.. I like him, but that it, no more. Else.." tegas Sabil lalu kembali mengajak bicara bocah kecil dipangkuannya
"Dia baik, bertanggung jawab buktinya dia sampe ngikutin lo kesini buat bantu jaga anak-anaknya.. Itu menurut gue loh ya.. Gue pengen lo dapet, yang yah minimal seperti dia.. Gue ga mau lo bernasib sama seperti gue, dek.." ujar Luna serius, Sabil kembali menatap wanita disampingnya. Sorot kesedihan terpancar dari manik harzelnya
"Ga usah pasang wajah sok sedih gitu, gapantes! Lagipula dia ikut karena takut anak-anaknya gue culik!"cibir Sabil, bukan dia tidak mau mengerti perasaan kakaknya, dia sangat mengerti bahkan dia pernah ikut hancur saat kakaknya itu hancur tapi dia tau kakaknya paling tidak suka dikasihani dia wanita yang kuat, Sabil tau itu
"Kampret! Ngerusak moment lu.." protes Luna lalu mereka tertawa bersama
"Mamaaa...""Bundaa."
Suara cempreng kedua gadis kecil mengalihkan perhatian kakak beradik itu
"Loh, kenapa sayang kok nangis?" tanya Sabil pada Erina yang sudah berlinangan air mata
"Roro, kak Inanya kenapa kok nangis?" tanya Luna karena Sabil tidak mendapat jawaban dari Erina
"Kak Ina nangis gara-gara dia tuh bunda.." adu Roro sembari menunjuk bocah laki-laki yang sedang berjalan kearah mereka bersama seorang pria er... tampan
Melihat pria tampan berdiri dihadapan mereka, Sabil dan Lunapun bangun dari kursi mereka
"Albran, ayo minta maaf.." perintah Pria itu pada bocah laki-laki yang masih setia mendekap pinggangnya
"Al!! Daddy ga pernah ngajarin kamu jadi penakut gini ya.." ujar pria itu lagi dengan nada tegas
"Eer, ada apa sebenarnya ya pak?" tanya Luna penasaran sambil mengusap lembut kepala Erina
Pandangan pria itu beralih pada Luna, ia berdehem sebentar lalu mengulurkan tangannya memperkenalkan diri
"Saya, Dicky daddy dari anak nakal ini.. Sebelumnya saya minta maaf karena anak saya, anak kamu jadi menangis seperti ini.." ucapan pria itu membuat Sabil dan Luna saling bertatapan
"Eh.. Hahaha ga papa namanya juga anak-anak.." Luna tersenyum maklum dia tidak berniat mengkoreksi ucapan Dicky karena ga ada gunanya menjelaskan kebenaran pada pria dihadapannya ini
"Sayang, baikan ya sama Albran." bujuk Luna pada Erina, gadis kecil itu mendongak melihat Sabil yang tersenyum sembari mengangguk kepalanya pelan
"Ta-tapi dia nakal, Bunda... Dia cium-cium aku.." cicit Erina membuat Sabil terkejut walau hanya sebentar karena setelahnya dia tersenyum maklum
"Aku minta maaf deh.. Tapi salah kamu sendiri kenapa punya wajah cantik banget..." ujar Albran berhasil membuat tawa Luna pecah, widih kids jaman now liat yang cantik dikit main nyosor
"Iih.." pekik Erina sebal, membuat ketiga orang dewasa itu terkekeh
"Sudah sekarang baikan, Erina dan Rorokan bisa jadi temannya Al... Dan Albran, lain kali tidak boleh seperti itu ya sayang.. Kalau teman Al ga mau main lagi sama kamu gimana?" ucap Sabil lembut setelah sekian lama diam, dan perlakuannya sukses membuat Dicky menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan
Sementara itu tak jauh dari sana, Edgar berdiri mematung memperhatikan interaksi mereka, Entah apa yang terjadi pada dirinya hingga dia menggeram tidak suka melihat tatapan mata pria itu pada Sabil, dia tau apa arti tatapannya dan itu mengusik sesuatu dalam dirinya
Dengan langkah lebar dia melangkah mendekat lalu tanpa aba-aba dia mengambil alih Edo dari gendongan Sabil, semua terjadi sangat cepat sampai Sabil sendiri masih mematung mencoba mencerna yang terjadi, Hingga..
"Pulang Sabil!! Anak-anak sudah lelah.." tegas Edgar saat sadar beberapa langkah namun Sabil tidak mengikutinya
Mendengar nada dingin dan aura kelam Edgar, Sabil seperti orang bodoh yang langsung menggandeng tangan Erina dan membawanya mengikuti langkah Edgar. Dia bahkan sampai lupa berpamitan dengan kakaknya dan pria tadi
Suasana canggung menyeruak sepeninggal Sabil dan keluarga kecilnya, Luna terkekeh garing sembari menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal
"Hehe, maafin yaa.. Maklum suami posesif.." ucapan Luna membuat Dicky tersentak.
Sebenarnya Lunapun tau ada ketertarikan Dicky kepada adiknya itu tapi entahlah hatinya seakan tidak setuju bila adiknya bersama Dicky jadi kalimat itu terlontar begitu saja dari bibirnya. Bukan, bukan karena dia tertarik dengan pria tampan itu tapi lebih karena tatapan pemuja wanita yang dimiliki Dicky, Luna tidak asing dengan tatapan itu dan gadis 27tahun itu tidak ingin adik satu-satunya merasakan yang dia rasakan
"Ah, dia sudah bersuami? Saya pikir mereka anak-anakmu.. Dia terlihat terlalu muda.." sahut Dicky dengan nada kecewa yang ketara, sementara Luna hanya meringis mendengarnya
Berarti gue tua dong maksudnya~
◌⑅●♡⋆♡~•~♡⋆♡●⑅◌
Tbc
Hohohoo
Aku update lagi nih...
Hari ini double up karena aku lagi gabut wkwkSemoga ga bosen yaa dapet notif dari aku...
Vote and comment bisa lika wkwk
Love Zat 💙
KAMU SEDANG MEMBACA
My Gorgeous Student (The End)
Romance*Dilarang keras mengcopy atau menggandakan cerita ini dalam bentuk apapun tanpa seizin Author* Dia bukan siapa-siapa yang diubah waktu menjadi bagian terpenting dalam hidup anak-anak Gue dan Waktu makin mengubahnya menjadi sulit untuk gue lepaskan k...