Hari-hari Sabil kini dia jalani dengan suka cita, walau tidak bebas bergerak seperti dulu namun setidaknya banyak kebahagiaan yang dia terima, salah satunya adalah kembali bisa bersama Erina, Roro juga menambah sumber kebahagiaannya apa lagi Edo yang kini lebih aktif dan manja padanya, membuat hari-hari Sabil lebih berwarna
Seperti biasa hari ini Erina dan Edo datang kerumah Luna yang kini ditempati Sabil dan keluarganya, setiap Erina pulang sekolah mereka memang selalu pulang kesana, terkadang juga mereka menginap diakhir pekan
"Mama, pet embuh yaa.. Bial bica emenin Do macuk cekola.." Ujar Edo yang sedang berada dipangkuan Sabil, wanita itu mengalihkan pandangannya dari Tab ditangan Edo ke wajah bocah yang juga sedang mendongak menatapnya itu
"Memang Edo sudah mau sekolah?" tanya Sabil dijawab dengan anggukan antusias bocah itu
"Ya, Ma.. Ata Oma, alo umul Do dah cegini boyeh cekolah.." ucap Edo lucu sembari mengangkat tangannya yang jari kelingking dan ibujarinya tertekuk, Sabil terkekeh geli lalu mencium pipi gembil Edo gemas
"Kamu berani mencium pria lain disaat status kamu adalah Calon Istriku?" suara bariton itu menarik Sabil mendongak menatap bingung maksud dari pria tegap dengan beberapa tumpuk buku dan kantong pelastik putih berlogo salah satu minimarket ditangannya itu
"Waah.. Lihat muka tanpa dosa itu..." desis pria itu dengan wajah takjub yang dibuat-buat. Sabil memutar bola matanya jengah, sejak kapan pria tembok itu jadi selebay ini
"Pria lain itu baru akan berusia 3 tahun asal kamu tau, Yah... Walau dia lebih tampan dan menggemaskan." Sahut Sabil kesal lalu memeluk erat tubuh Edo, Edgar menampilkan ekspresi protes
"Dia mewarisi semua bentuk wajahku, Sal.. Hanya sumur ajaib dipipinya itu yang membedakan kami..." protes Edgar dengan ekspresi lucu
"Lesung Pipi, Kak! Lesung Pipi!" ralat Sabil, Edgar memasang wajah jengah
"Baiklah, Edo.. Main sama Mba Roro dan Mba Ina... Ini, Ice cream, Chitos dan cokelat , makan bareng Mba-mbanya yaa.. Jangan serakah.." ujar Edgar dengan nada tegas
Mendengar makanan kesukaannya disebut, bocah yang dua bulan lagi memasuki usia 3tahun itu langsung bergegas turun dari pangkuan Sabil, menenteng Tabnya ditangan kiri lalu menyambar kantong plastik dengan tangan Kanannya, kedua orang yang melihat tingkah bocah itu hanya tertawa kecil
"Aku ga dibeliin Ice Cream?" tanya Sabil saat Edo sudah tidak terlihat, Edgar mengangkat satu alisnya lalu meletakan buku-buku dipangkuan gadis itu tentu saja Sabil bingung untuk apa buku-buku ini
"Jatah Ice Creammu sudah aku ganti dengan buku-buku ini.. Asal kau tau harganya setara dengan harga 50 Ice Cream anak-anak..." ujar Edgar seraya mendudukan dirinya disoffa kosong samping Sabil, merangkul erat bahu gadis itu lalu memberi kecupan dipelipisnya
"Buat apa lagian buku tebelnya kaya kue lapis gini?" tanya Sabil sembari mulai membuka lembaran-lembaran buku paling atas
"Untuk referensi Skripsi kamu yang tertunda udah lama, Sal.. Vera aja udah tinggal Revisi bab 5...." Sabil menoleh cepat menatap wajah Edgar dengan tatapan tidak percaya
"Aku masih sakit loh, Kak..." rengek Sabil manja, walaupun gemas Edgar memilih menebalkan pertahanannya
"Yang sakit itu hanya kaki kamu, Sal.. Tangan dan Otak kamu masih sehat.." tegas Edgar membuat Sabil memanyunkan bibirnya lucu
"Semangat ya, Sayang... Ngerjain skripsinya nanti aja tapi, sekarang kamu harus terapi dulu.." ucap Edgar lagi kali ini dengan lembut dan senyuman diwajahnya, Sabil menghela nafas lalu mengangguk pelan
Edgar kembali mengecup pelipis Sabil, mengambil alih buku-buku itu untuk ditaruh diatas meja lalu mulai menyelipkan tangannya dikaki dan Punggung Sabil, mengangkat tubuh wanitanya itu. Gadis itu pasrah dalam gendongan Edgar yang akan membawanya kembali kerumah sakit tempat dimana dia harus menguras tenaga hanya untuk berjalan.
❇❇❇
"Perkembangannya cukup pesat, kalau begini terus kemungkinan akan semakin cepat kamu bisa kembali berjalan.. Tetap pertahankan latihan rutinnya dan semangat ya.." ujar dr. Hadi setelah Sabil menyelesaikan sesi terapinya.
Gadis itu hanya mampu menampilkan senyuman tipis diwajah lelahnya, entah kenapa dia kadang merasa bahwa kata-kata yang diucapkan dokter ataupun terapis padanya itu sebuah kebohongan, buktinya sudah belasan kali dia menjalani terapi ini dan selalu kata-kata itu yang dia dengar tapi nyatanya Sabil tidak merasakan perubahan apapun pada kakinya
Setelah berbasa-basi dan mengucapkan terimakasih pada dr. Hadi, Edgar mulai mendorong kursi roda itu keluar ruangan menuju parkiran rumah sakit
Seolah tau dengan kegalauan Sabil begitu sampai disamping mobilnya pria itu tidak langsung membuka pintu samping pengemudi melainkan berjongkok didepan wanitanya itu
"Kau lelah?" tanya Edgar dengan nada halus, Sabil tersenyum tipis seraya menggeleng pelan kepalanya
"Tidak boleh patah semangat! Anak-anak butuh kamu kembali berdiri dengan kedua kakimu... Kalau aku sih ga masalah malah enak bisa gendong-gendong kamu setiap hari.." ujar Edgar dengan seringaian menyebalkan diwajah tegasnya. Sabil memanyunkan bibirnya merasa kesal dengan tampang menyebalkan dihadapannya itu
"Aku sakit loh ini... Masih aja dimodusin.." ketus Sabil mengundang tawa renyah Edgar
Pria itu bangkit dan mengecup kening Sabil lama, mencoba memberi ketenangan dan kenyamanan pada gadisnya itu. Setelah puas Edgar menyatukan kening mereka dengan mata masing-masing yang terpejam, membiarkan nafas keduanya yang menerpa kulit mereka
"Aku ga modus, Sayang... Aku ga perduli bagaimanapun keadaan kamu, aku hanya ingin kamu berada disisi aku.. Karena tanpa kamu rasanya seperti berada di hamparan ladang tak berujung, Hampa.."
Mendengar kalimat dari bibir seorang Edgar Bimantara, Sabil tidak mampu berkata-kata hanya lelehan airmata yang mewakili perasaan bahagianya saat ini.
🔜🔜🔜🔜
Tbc
Aku Up lagi nih.... Yeay 🎉🎉
Sedikit? Maaf ya hehe soalnya aku maksain nulis nih padahal tugas dikampus masih menanti hohoho
Pokoknya jangan Lupa Vote dan Comment yaaa
Love Zat 💙
KAMU SEDANG MEMBACA
My Gorgeous Student (The End)
Romance*Dilarang keras mengcopy atau menggandakan cerita ini dalam bentuk apapun tanpa seizin Author* Dia bukan siapa-siapa yang diubah waktu menjadi bagian terpenting dalam hidup anak-anak Gue dan Waktu makin mengubahnya menjadi sulit untuk gue lepaskan k...