09

38.1K 1.7K 8
                                    

Detik demi detik, menit berganti menit tidak terasa sudah dua bulan sejak pembicaraan Edgar dan Sabil malam itu. Walau awalnya sedikit perdebatan karena Edgar tidak setuju dengan ide yang Sabil berikan namun akhirnya dia mengalah dan mengikuti semua yang gadis itu lakukan untuk putrinya

Sabil mengajak Erina keluar untuk bermain ditempat bermain umum, pergi ketempat rekreasi dimana banyak anak-anak seusia gadis kecil itu dan perlahan namun pasti Erina mulai membuka dirinya untuk beradaptasi dengan lingkungan sosialnya.

Guru disekolah Erina juga mengatakan gadis kecil itu sudah mau bermain dengan teman-temannya, sudah mulai mengeluarkan ekspresinya saat Marah, Sedih atau Bahagia dan yang paling penting dia sudah lebih ceria dari biasanya, ah jangan lupakan kecerewetannya saat dengan antusias menceritakan kejadian yang dia lakukan disekolah pada keluarganya terutama Sabil.

Dan dari segala upaya yang sudah dilakukan Sabil yang terberat adalah wajah murung gadis kecil itu saat dia mencoba memberikan pengertian bahwa Sabil adalah tantenya bukan Mamanya. Sabil masih ingat betul bagaimana kritisnya anak itu menanyakan hal-hal yang sulit untuk dijawab oleh Sabil

Flashback

"memangnya kenapa kita tidak bisa terus bersama?" tanya Erina saat Sabil mulai memberi pengertian kepada gadis kecil itu

"Kita bisa bersama sayang tapi ga bisa selalu seperti ini.. Erina masih boleh ketemu Mama tapi tidak tinggal bersama seperti sekarang..." jelas Sabil lembut seraya membelai lembut pucuk kepala Erina

"Tapi kenapa? Kenapa ga kita tinggal bareng terus aja?"

"Karena Mama kerja cari uang, mama harus rawat eyang, mama harus jagain eyang.." dengan lembut Sabil merangkai kalimatnya agar tidak menyakiti gadis kecilnya itu

"Kenapa mama harus cari uang? Kan Papa sudah cari uang.. Pakai uang papa saja..." lagi-lagi gadis kecil itu mengeluarkan isi hatinya

"Tidak bisa.. Mamakan bukan istri papa jadi tidak boleh menggunakan uang papa seenaknya.."

"Kenapa Mama ga jadi istri Papa aja?"

"Erina dengar mama ya.. Menikah itu harus didasari dengan Cinta.. Nanti kalau Erina sudah besar Erina akan mengerti.."

"Kalau gitu Erina ikut mama ya?" pinta Erina kini matanya sudah berkaca-kaca, Sabil menghela nafasnya lagi sungguh ia sudah kewalahan menjawab semua pertanyaan yang keluar dari bibir mungil milik gadis kecil itu

"Erina tidak kasian sama Papa, Adek Edo, Oma, Opa dan Aunty Elma kalau Erina ikut mama? Erinakan anak pintar, Gapapakan nanti kita bisa ketemu main bareng dan kalau libur nanti sekali-sekali Erina boleh menginap dirumah Mama ya sayang ya... Lagian kan masih satu bulan lebih lagi mama nemenin Erinanya.."

Flashback Off

Dan walaupun begitu kekhawatiran Sabil tidak terjadi, Erina tetap ceria dan tidak terlalu terpengaruh dengan pembicaraan malam itu, dia hanya sekali-kali mencoba membujuk Sabil untuk memperpanjang waktu mereka dan ya tentu saja Sabil dengan segala kelihaiannya berbicara mampu menolak halus permintaan itu

Hari ini long weekend Sabil berencana pergi jalan-jalan bersama Kakak dan Keponakannya tentu saja Erina akan ikut dengan mereka. Walaupun tidak separah beberapa bulan kemarin namun gadis kecil itu masih saja menjadi buntut setia Sabil

Sabil sedang mengepang rambut panjang Erina saat mendengar suara ribut-ribut dari bawah ada juga suara tangisan yang gadis itu yakini suara Amel, tanpa menyelesaikan kepangan rambut Erina, Sabil buru-buru menurunkan Erina dari kursi kecil meja rias lalu menggandeng tangan gadis kecil itu, menuntunnya untuk melihat apa yang terjadi

"Sudah kamu tenang dulu ya... Edgar tolong pesankan pesawat ke Jogja sekarang.." perintah Bryan pada Edgar tangannya masih mendekap adik kandungnya, berusaha menenangkan isakan Elma.

"Baik, Pa.." sahut Edgar, Ia melirik Sabil dan Erina yang berada dianak tangga paling bawa. "Sabil acaramu kali ini harus ditunda, siapkan pakaianmu dan tolong siapkan pakaian Eri--"

"Tidak Edgar, Hanya Papa dan Mama yang akan kesana.."

"Pa!!" dengan nada agak tinggi Edgar dan Elma menunjukan protesnya

"Edgar, Edo sedang kurang sehat, tidak baik membawanya pergi jauh." ujar Bryan membuat putranya itu melihat kearah Stroller disamping Amel

"Pa, Elma mau ikut, Pa.. Elma mau sama-sama Eyang.." pinta Elma dengan wajah memohon, Bryan menghela nafas lalu mengangguk

"Edgar, Kau harus disini besok bi Sum baru kembali jadi hari ini jaga anak-anakmu.. Dan Sabil, bisa Om titip Edo sampai Bi Sum datang? Pria bodoh ini tidak tau apapun tentang mengurus anak.." kini tatapan pria paruh baya itu tertuju kepada Sabil yang langsung mengangguk seperti orang bodoh sedangkan Edgar hanya mendengus kesal menerima perkataan yang menyakitkan dari sang Ayah.

❇❇❇

Akhirnya pagi itu juga Amel, Bryan dan Elma berangkat ke Airport dengan taksi online karena Bryan melarang Edgar mengantar, Acara Sabil bersama kakaknya pun ditunda sampai agak sore karena Sabil harus mengawasi nasib batita yang diurus oleh pria kaku seperti Edgar. Awalnya Sabil mau membatalkan namun Erina langsung merajuk dan mengancam mogok makan

"Aaarrgghh.." geraman kesal kembali keluar dari bibir Edgar, sementara Sabil hanya menggeleng melihat dosennya yang sedang kerepotan mengganti diaper putranya

Jangan dikira Sabil kejam membiarkan batita mungil itu merengek karena tidak nyaman
dengan Ayahnya yang sedari tadi membolak-balik tubuh mungilnya hanya untuk memasang Diaper itu, hanya saja Edgar melarangnya mendekat dan berkata dia tidak bodoh mengurus anak

"Ah, terserahlah." gumam Sabil menyerah, dia tidak memperdulikan perkataan Edgar. Gadis itu mendorong tubuh tegap Edgar lalu dengan cekatan tangannya mengelap area pangkal paha Edo dengan tissu basah lalu memasang diaper sekaligus mengganti pakaian bocah itu

"Ganti begitu saja memakan waktu 10menit sendiri, wah.. Hebatnya kak.." ucap Sabil lebih seperti ledekan, gadis itu menggendong Edo lalu membawanya keluar kamar menghampiri Erina yang sedang menggambar diruang keluarga

"Ma, Ina bosen... Ayo kita pergi.." rengek Erina mencoba menarik perhatian Sabil dari Edo, gadis kecil itu bahkan hendak ikut duduk dipangkuan Sabil kalau saja tidak ada tangan yang mengangkatnya dan membawanya duduk disoffa samping Sabil

Sabil melihat wajah Erina sudah memerah dan matanya mulai berkaca-kaca membuatnya menghela nafas, dia tau gadis kecil itu cemburu pada adiknya sejak dia tinggal disini Erina memang berusaha agar dia tidak terlalu dekat sama Edo dengan berbagai macam cara

Karena tidak tega Sabil akhirnya berdiri masih dengan Edo yang memeluk erat lehernya sembil mengoceh tidak jelas

"Ayo Erina ganti baju dulu.. Kak, aku bawa Erina dan Edo pergi ya.." izin Sabil pada Edgar yang sibuk dengan ponselnya

"kemana?kok bawa Edo segala.. "

"Mall, kan aku udah bilang kemarin.. Iya terus mau ditinggalin sama Kakak?duh engga deh.." cibir Sabil, dia tidak berani mengambil resiko kalau harus meninggalkan kedua pria beda usia itu dirumah

"ck. Yasudah. Ayok aku akan ikut, aku takut kamu menculik kedua anakku.." Sabil menatap Edgar tidak percaya, Tuhan salah apa dirinya harus berurusan dengan pria menyebalkan itu

"Mama.." panggilan Erina dari kamarnya meredam emosi Sabil, gadis itu menyerahkan Edo pada Edgar tanpa bicara apapun lalu melangkah menuju kamar Erina sekalian dia akan membereskan kebutuhan Edo dari mulai susu, Pakaian, obat untuk jaga-jaga sampai mainan kesayangan batita itu

◌⑅●♡⋆♡~°~♡⋆♡●⑅◌

Tbc

Hohoho...
Aku up lagi...

Jadi, Lanjut atau Gimana ya?

Vote and Comment sabi lika 😂

My Gorgeous Student (The End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang