Ketegangan, itulah yang terjadi diantara pria tegap berbeda usia itu, sepuluh menit sudah mereka hanya duduk saling berhadapan direstoran hotel, minuman yang mereka pesan belum mereka sentuh sama sekali saling terdiam larut dalam pikirannya masing-masing. Hingga akhirnya Edgar mengalah, menegakan tubuhnya lalu mulai memutar otak mencari topik pembicaraan
"Apa kabar Pak? Senang bertemu dengan anda, lagi.." Edgar berusaha mempertahankan senyumnya walau dalam hati dia ketar-ketir karena pertama dan terakhir kali bertemu pria dihadapannya ini hubungan mereka tidak terlalu baik, apalagi dengan 6 bogem mentah yang dilayangkan pria paruh baya itu diwajah dan tubuh Edgar
"Saya Baik, terimakasih sudah bertanya.. Tapi saya tidak yakin kamu senang bertemu dengan saya lagi..." ucap Satrio to the point dengan senyum mengejek diwajah tuanya. Mau tak mau membuat Edgarpun terkekeh pelan
"Saya minta maaf untuk kejadian waktu itu..." lanjut Satrio kini dengan wajah serius, seketika Edgar menghentikan kekehannya lalu membalas tatapan serius pria dihadapannya ini
"Saya mengerti, Pak.. Tidak ada ayah yang rela anaknya disakiti.. Saya juga seorang ayah, mungkin saya juga akan melakukan hal yang sama dengan apa yang bapak lakukan dulu jika anak perempuan saya disakiti.." ujar Edgar tulus, lalu menyesap kopi miliknya berusaha menghilangkan gejolak aneh yang melanda hatinya. Satrio menatap dalam pria muda dihadapannya itu, berusaha mendalami setiap ekspresi yang tercetak diwajah itu
"Saya juga minta maaf atas nama Istri saya.." perkataan Satrio membuat Edgar kembali menatapnya tampak jelas raut terkejut diwajahnya, otomatis membuat Satrio tertawa getir
"Luna sudah menceritakan semua, Pertemuan kamu dengan Istri saya, Alasan kamu mendorong Sabil menjauh, bahkan tentang perasaanmu pada Sabil.. Luna telah menceritakan semua.." lanjut Satrio lalu ikut menyesap kopinya, membiarkan suasana hening menyelimuti mereka untuk beberapa saat
"Boleh saya tau kenapa kamu tidak memperjuangkan Sabil jika kamu memang memiliki perasaan padanya?" tanya Satrio memecah keheningan, Edgar mengedarkan matanya kesegala arah merasa kurang nyaman dengan topik pembicaraan ini, tapi rasa penasaran pria paruh baya itu, membuat dia enggan menarik pertanyaannya
"Ehem.. Saya, Sejujurnya saya terlalu takut Pak.. Awal hubungan Saya dengan Rossa, Mendiang mantan istri saya juga tidak mendapat restu dari mertua saya.. Namun saat itu jiwa muda saya dan Rossa masih sangat menggebu sehingga melakukan segala macam cara untuk mendapat restu..."
"Walau akhirnya kami direstui, tapi saya yakin itu karena keterpaksaan.. Rossa yang mengancam memilih mati bersama sayalah yang membuat restu itu hadir.."
"Dan saya rasa memang restu orangtualah yang memberi berkat untuk kehidupan kami, karena nyatanya kehidupan rumah tangga kami tidak semulus yang kami bayangkan.. Rossa tidak pernah benar-benar merasa bahagia hidup bersama saya.."
"Karena itulah... Saya terlalu pengecut untuk menghadapi apa yang akan terjadi didepan.. Sabil Dan Rossa, mereka memang berbeda.. Tapi jiwa muda Sabil dan kenekatannya sama dengan yang dimiliki Rossa saat itu.. Sebab saya sudah pernah sekali melihat kenekatan Sabil, hingga saya berusaha keras mendorongnya menjauh..."
"Saya tidak ingin Sabil mengulang kesalahan Rossa dan berakhir penyesalan juga bagi diri saya.."
Jelas Edgar panjang lebar, Satrio dengan setia memperhatikan setiap perubahan Ekspresi diwajah Edgar, sekaligus berusaha meresapi dan mencari kebohongan disana, tapi nihil. Pria muda dihadapannya itu mengatakan yang sejujurnya, dan satu kesimpulan yang mampu ditarik Satrio sebagai seorang Pria, Edgar begitu mencintai Putrinya..
"Apa perasaan itu masih sama?" tanya Satrio lagi, sebenarnya diapun sudah tau jawabannya namun dia ingin mendengarnya langsung dari bibir Edgar sendiri. Edgar tersenyum getir seraya mengetuk keempat jarinya dimeja, hal yang selalu ia lakukan saat sebenarnya enggan untuk menjawab
"Sulit melepaskan diri dari pesona wanita semenawan putri anda, Pak.." lirih Edgar pelan namun masih dapat didengar Satrio
"Maka Jujurlah sekarang..." tegas Satrio mengundang tatapan bingung Edgar "Kejar apa yang menurutmu pantas untuk diperjuangkan..."
Edgar terkekeh sumbang kata-kata Sabil beberapa hari lalu memenuhi otaknya, ditambah raut wajah bahagia gadis itu saat bersama pria lain membuatnya merasa kalah
"Sepertinya saya sudah sangat terlambat, Pak... Sabil sudah menyerah dan pasti sekarang lebih bahagia bersama yang lain.." lirih Edgar ditanggapi dengan raut bingung Satrio lalu sepersekian detik Pria paruh baya itu tertawa geli
"Dimas maksud kamu? Haha... Saya sangat kenal Sabil... Dan Saya masih menjadi standar Pria idamannya dalam mencari pasangan... Tidak mungkin pria yang menurutnya lenje itu menjadi pilihannya.." ucap Satrio jumawa masih disela-sela tawanya
"Perjuangkan kebahagiaan kalian.. Kalau kamu serius dengan Sabil selesai Wisuda datanglah... Soal Istri saya, biar menjadi urusan saya.." ujar Satrio menjadi penutup pembicaraan serius nan panjang mereka, setelah mengobrol-ngobrol ringan seputar pekerjaan, hobby, anak-anak Edgar dan perkembangan Skripsi Sabil akhirnya mereka memutuskan kembali ke ballroom untuk berpamitan
Sepanjang jalan kembali ke Hotelnya, Edgar tidak kuasa menahan bibirnya yang terus melengkungkan senyuman beban dipundaknya seolah terangkat begitu saja dan kini otaknya memutar mencari cara untuk memperbaiki hubungan yang pernah dirinya rusak. Hingga suara dering ponsel menarik perhatiannya, pria itu menyelipkan Bluetooth earphone ditelinganya
"Ya Hallo, Pak..."
"..........................."
Tubuh pria itu menegang seketika, senyumannya lenyap dan jantungnya berdegup kencang. Tanpa aba-aba dia mengerem kendaraannya beruntung jalanan sepi sehingga tidak terjadi tabrakan. Edgar menarik nafas berusaha menenangkan dirinya
"Baik, saya segera kesana.."
🔜🔜🔜🔜
Tbc
Aku Up lagi Yeay....
Ga ada hutang lagi yaa shay 😘 besok lagi next partnya hohohooo
Maaf kalo ga sesuai ekspektasi kalian, aku tetap berusaha kok hehehe
Jangan lupakan Vote dan commentnya yaa...
Love Zat 💙
KAMU SEDANG MEMBACA
My Gorgeous Student (The End)
Romance*Dilarang keras mengcopy atau menggandakan cerita ini dalam bentuk apapun tanpa seizin Author* Dia bukan siapa-siapa yang diubah waktu menjadi bagian terpenting dalam hidup anak-anak Gue dan Waktu makin mengubahnya menjadi sulit untuk gue lepaskan k...