Dongkol itulah satu kata yang menggambarkan perasaan gadis manis bernama Salsabille Maura Renjani. Siapa yang tidak dongkol setengah hidup kalau dibohongi, ya Sabil merasa dibohongi tadi Erina menelponnya meminta diantar memilih gaun untuk acara sekolahnya, saat dirinya bertanya dengan siapa Erina bilang hanya mereka berdua dan akan diantar Pak Ngadiman
Tapi dua jam berselang sebuah mobil sudah bertengger didepan kostannya, namun itu bukan mobil yang biasa dipakai Pak Ngadiman jika mengantar cucu majikannya bertemu Sabil dulu, seketika firasatnya tidak enak dan benar saja saat dia keluar dari kostanya gadis itu mendapati seseorang pria sedang duduk tenang dibelakang kemudi satu tangannya memegang roda kemudi sementara satu tangannya memainkan ponselnya
Manik mata Sabil beralih ke jok belakang tempat seorang gadis kecil sedang melambaikan tangan kepadanya dibarengi dengan senyuman indah diwajahnya yang mau tak mau menular pada Sabil
Dengan berat hati Sabil masuk ke jok samping pengemudi, sebenarnya ia ingin duduk dibelakang tapi gadis itu harus pikir dua kali karena mengingat nasib nilai dua mata kuliahnya yang ada ditangan Edgar
Dan disinilah dirinya sekarang, duduk sedikit menyerong untuk menanggapi setiap cerita Erina dan berusaha mengabaikan Edgar yang sibuk mengeluh karena harus terjebak macet, hah siapa suruh tidak menurut? tadi Sabil sudah mengingatkan pria itu untuk cari Mall yang dekat2 saja tapi dia ngeyel karena menurutnya toko-toko disana kurang bagus kualitas barangnya ckckck
"Pa kapan sampai sih? Nanti kalo Mallnya keburu tutup gimana?" rengek Erina entah untuk keberapa kali. Bukan menjawab Edgar malah mengacak rambutnya frustasi
Melihat kekacauan Edgar dan keresahan Erina, Sabil jadi tidak tega dan berinisiatif menanyakan letak outlet baju langganan adik dari Nina sahabatnya yang kalau tidak salah berada didaerah tempatnya berada kini
Setelah mendapat jawaban dan sedikit introgasi dari Nina, Sabil mengalah, dan mulai membuka suara. Karena Dia tau arah Mall yang dituju Edgar masih lumayan jauh ditambah macet dijalan bebas hambatan yang nyatanya terhambat ini, bisa dipastikan mereka akan sampai saat Mall itu tutup
"Kak, didekat sini ada Outlet langganan Adik temenku.. Bajunya bagus-bagus tapi harganya lumayan, mau kesana aja ga?" tawar Sabil hati-hati takut salah berucap, tapi dilihat dari reespon Edgar yang solah menemukan danau dihamparan luas padang pasir membuatnya bernafas lega
"Ga masalah... Nanti kita cari makannya direstoran deket situ aja.. Ini berarti keluarkan ya?" tanya Edgar semangat membuat Sabil bersusah payah menahan bibirnya agar tidak terangkat
Akhirnya mereka keluar dari jalan itu dan dengan agak kesusahan akhirnya mereka menemukan Outlet yang dimaksud Sabil
❇❇❇
Edgar Pov
Kalau tau perempuan saat belanja akan sangat ribet, gue ga mungkin mau menjalankan rencana gue ini. Gue ga mengerti jalan pikiran perempuan padahal apa susahnya sih memilih satu yang bagus dicoba dan dibayar? Kenapa harus ada kata-kata kurang ini, terlalu itu dan segala macam keluhan lainnya.
Dan yang lebih mencengangkan lagi Erina, gadis kecil gue yang berusia hampir 7 tahun itu ternyata sama pemilihnya dengan Sabil. Waaah, gue ga heran sekarang kenapa mereka bisa klop banget
"Ini Model terbaru dari butik kami, Bunda.. Couple sama Bundanya juga.." ucapan seorang pramuniaga yang dari tadi menemani Erina dan Sabil memilih baju itu, menarik perhatian gue.
Gue mendongakkan kepala menatap Sabil yang tersenyum canggung dan Erina yang nampaknya telah menemukan pilihannya terbukti dari binar matanya menatap dua gaun berwarna hitam dibagian atas dan grey dibagian bawah yang ditunjukan pramuniaga itu
Hati gue seperti ada yang mengelitik, menyebabkan sudut bibir gue tertarik. Gue memasukan kembali ponsel yang setia menemani gue dalam bencana kebosanan satu jam itu lalu melangkah mendekati mereka
"Indah.. Kalian coba gih.." ujar gue membuat Sabil terkesiap kaget
"Ih kan nyarinya gaun buat Erina, Kak... Kenapa aku juga? Mba ini bisa yang untuk anaknya ajakan?" ujar Sabil agak tergagap dia mengelus lembut kepala Erina yang sepertinya ingin protes
"Bisa kok, Bun.. Tapi ga sayang? Pasti cocok loh di Bundanya.. Kembaran lagi sama Putrinya.." ujar pramuniaga itu berusaha menghasut dan sepertinya berhasil karena Erina mulai merengek ingin membeli keduanya karena tidak pernah punya baju couple dengan Mama, katanya
"Sal, sudah coba aja sana.." perintah gue lagi, bukan menutut Sabil malah mendekat kearah gue dan agak mendekatkan bibirnya ketelinga gue
"Gausah deh, gila mahal banget masa harga gaun dewasanya 1,5 juta.. Belom lagi gaun Erina yang mini gitu aja 1 juta.. Mau naik haji kayanya pemilik butik ini.." bisik Sabil membuat gue kesusahan menahan kekeh. Ya, tetap saja jiwa ibu-ibu tidak bisa hilang dari diri Sabil
Gue memberanikan diri membelai kepalanya, dengan senyum lembut yang justru membuatnya menatap gue horror
"Buru coba ah.. Kamu juga perlu gaun untuk menghadiri acara sekolah Erina itu, Ya kan Princess?" kata gue yang langsung diangguki oleh Erina
"Tap--" gue mendorong tubuhnya pelan saat dia bersiap untuk protes lagi, akhirnya gadis itu menurut kedua gadis gue itu memasuki kamar pas gue mengikuti dan memilih menunggu didepan ruang ganti itu bersama pramuniaga tadi
Sekitar 5menit kemudian Erina dan Sabil keluar dari ruang ganti itu membuat gue terpana, karena melihat kedua bidadari dihadapan gue, Ya tuhan. Nikmat tuhan mana lagi yang kau dustakan
(Anggap aja ini dibutik lah yaaa~ dan ekspresi Sabil ga kegirangan gitu)
"Pa, gimana? Ina sama Mama cantik ga?" tanya Erina membuat gue tersadar dari pesona keduanya, gue melirik sinis pramuniaga yang terkekeh sisamping gue
"Cantik sekali.. Yaudah kita ambil ini ya?" tawar gue yang diangguki dengan semangat oleh Erina. Setelah itu Merekapun kembali masuk untuk mengganti baju mereka
"Papanya ga sekalian beli? Ada pakaian untuk pria juga loh.." ucapan menghasut kembali dilontarkan pramuniaga tadi, gue sempet berpikir sejenak. Memang kemeja gue sudah banyak yang lusuh karena terlalu lama tapi gue juga ga tau ukuran gue sendiri karena biasanya Mama yang membelikan semua kebutuhan gue
"Boleh deh, Mba.. Minta yang ukuran saya ya.." ujar gue disambut tatapan bingung pramuniaga itu dan Sabil yang baru keluar dari ruang ganti
"Ukurannya apa pak? Mau model yang kaya gimana?" tanyanya membuat gue menggaruk tengkuk yang tidak gatal, nah loh
"Ck. Ukuran sendiri ga tau, payah.. Dimana mba pakaian prianya?" cibir Sabil. Sabil dan Erina mengikuti pramuniaga tadi kelorong tempat koleksi pakaian pria, gadis itu mulai kembali memilih dan entah kenapa kini gue ga keberatan mau selama apapun gadis itu memilih pakaian yang pas untuk gue.
🔜🔜🔜
Tbc
Aku ga bisa janji nextnya akan cepet yaa, huhuhu tapi aku usahakan ASAP kok hohoho
Nah, mangkanya jangan bosen untuk Vote dan comment ya shay 😘
Love Zat 💙
KAMU SEDANG MEMBACA
My Gorgeous Student (The End)
Romance*Dilarang keras mengcopy atau menggandakan cerita ini dalam bentuk apapun tanpa seizin Author* Dia bukan siapa-siapa yang diubah waktu menjadi bagian terpenting dalam hidup anak-anak Gue dan Waktu makin mengubahnya menjadi sulit untuk gue lepaskan k...