28

29.5K 1.5K 10
                                    

Seorang Pria bertubuh tegap dengan balutan kemeja biru dan celana hitam tapi sudah berantakan berdiri dibalkon rumahnya, matanya menerawang jauh ke langit hitam tanpa bintang. Otaknya terus memutar semua kejadian beberapa bulan lalu sampai akhirnya kini dia harus menjadi pria pengecut karena menyakiti wanita yang dicintainya

Ya, akhirnya Pria itu harus mengakui bahwa dia sudah jatuh kedalam pesona mahasiswinya sendiri, kedekatan mereka yang membawa kenyamanan menjadikan benih cinta itu tumbuh apalagi dengan semua perlakuan Sabil untuknya dan Keluarganya membuat Pria 31tahun itu sempat memiliki keyakinan bahwa mahasiswinya itulah jawaban dari setiap do'anya

Tapi kenyataan pahit yang ternyata harus dia terima, tepat dihari ulangtahunnya lima hari lalu Edgar memutuskan menjadi pria pengecut yang menyerah mempertahankan orang yang dicintainya. Bukan, bukan karena perasaannya hanya main-main tapi dirinya hanya tidak ingin melakukan kesalahan yang sama lagi untuk kedua kalinya

Matanya langsung bergerak menuju satu titik saat suara Mobil dan pintu pagar rumahnya berbunyi, tatapannya sendu menatap seorang gadis yang berjalan lunglai menuju mobil keluarganya

Ingin rasanya dia berlari kehadapan gadis itu, merengkuh tubuhnya erat serta mengatakan betapa dia mencintai mahasiswinya itu dan betapa menyesal dan tersiksanyanya dia menyakiti Sabil sampai seperti ini. Namun lagi-lagi tembok pertahanan yang dibangunnya karena pengalaman buruk masalalu menahannya

"Sumpah lo keterlaluan banget, Mas.." suara agak cempreng membawanya kembali ke dunia nyata, pria itu menoleh sebentar lalu kembali menatap mobil yang mulai bergerak menjauh

"Kalo tau begini kenyataannya gue yakin Mama sama Papa ga setuju pindah sementara gini.. Lo udah bohongin semua orang bahkan lo bohongin diri lo sendiri, Mas..." ketus gadis remaja itu lagi, matanya menatap tidak suka punggung sang kakak

Edgar menghela nafas lalu membalik tubuhnya menghadap adik semata wayangnya "Ini yang terbaik, El! Bersikaplah seperti biasa seolah lo kamu gatau apapun dan tidak mendengar apapun hari ini.." tegas Edgar membuat remaja itu makin geram

"Terbaik darimana sih, Mas? Mba Sabil tersakiti, Erina tersakiti dan Lo? gue yakin lo juga ga baik-baik aja.. Sadar deh Mas!! Lo tuh cinta sama Mba Sabil..." ujar Elma gemas dia tidak habis pikir dengan pemikiran Edgar yang menurutnya rumit itu

"Yes, I do! Tapi bukan hanya cinta yang dibutuhkan untuk sebuah hubungan.. Dan karena perasaan Mas yang dalam untuk Sabil-lah hingga mendorong Mas mengambil keputusan ini.." lirih Edgar, pria itu melangkah menuju bantal raksasa berwarna merah yang sengaja diletakan disudut balkon lalu mendudukinya, Elma menyernyit bingung lalu mengikuti Edgar duduk dibantal raksasa berwarna Hijau

"Maksudnya?"

"Love is like a sea.. It's noisy when it's shallow, and it's silent when it's deep.." lirih Edgar, dia menoleh menatap wajah lucu adiknya yang kebingungan, lalu tersenyum tipis

"Mas ga mau kasus Rossa terjadi pada Sabil.. Mas juga ga mau Sabil menanggung beban karena harus memilih antara Mas dan Anak-anak atau orangtuanya... Tolong mengerti, El.. Dan biarkan semua berjalan seperti ini." ucap Edgar pelan, pria itu mengacak rambut adiknya sebentar lalu beranjak pergi. Meninggalkan Elma yang sedang berusaha mencerna setiap perkataannya.

❇❇❇

"Udah gila ya lo?" suara Luna menggelegar diseluruh antero kamarnya, untung saja kedua orangtuanya belum pulang dari acara reuni dibandung jadi mereka tidak akan mendengar percakapan kedua putrinya, mendapat teriakan dari sang kakak, Sabil makin dalam membenamkan wajahnya di tumpukan bantal.

"Gue tau lo sayang sama Erina dan Edo... Tapi itu bukan alesan lo bersikap gegabah kayak gitu, Bil!" geram Luna Ibu satu anak itu bangkit berdecak pinggang sembari berjalan mondar-mandir di dekat ranjangnya

Otaknya terus mencetuskan pikiran buruk, walau sudah dijelaskan tapi logikanya seolah tidak mau menelan bulat-bulat penjelasan itu. Luna menghentikan langkahnya, menatap sang adik menyelidik dengan tangan menunjuk seolah menuduh

"Lo.... Beneran dia nolak melakukan itukan? Lo ga bener-bener ngelakuin itukan?" Sabil mengangkat wajahnya dari bantal, kini tampangnya lebih mengenaskan dari saat dia sampai dirumah tadi

Matanya memerah dan sembab, pipinya basah jangan lupakan hidung melernya yang sesekali dia tarik hingga mengeluarkan suara menjijikan

"Demi tuhan, Kak!! Bahkan... Bahkan dia bilang gue ga pantes jadi Ibunya anak-anak.." ujar Sabil lalu kembali tersedu-sedu.

Luna menghela nafas, dari awal dia tau apa alasan Edgar menjauhkan Sabil dari Anak-anaknya. Namun karena janjinya dengan pria itu tempo hari untuk tidak bilang apapun pada Sabil tentang kedatangan dan pembicaraannya dengan Bunda mangkanya Luna diam saja.

Saat melihat adiknya kacau beberapa hari terakhir ini dia jadi tidak tega dan hendak meminta Edgar membicarakan hal ini baik-baik dan jujur dengan alasan keputusannya tapi setelah mendengar sendiri kenekatan Sabil, sepertinya memang ini jalan terbaik. Dia tidak jamin Sabil akan menurut begitu saja kalau tau alasan semua ini adalah Bundanya

Karena dia dan Sabil mempunyai banyak kesamaan sikap, Luna takut adiknya akan mengambil keputusan seperti dirinya dulu dan bukan tidak mungkin berakhir dengan penyesalan seperti dirinya

"Terus? Ayolah Bil.. Life most go on! Kalau dia bilang lo ga pantes dengan lo terus seperti ini malah buat dia makin yakin sama pemikirannya.. Mending sekarang lo berbenah diri, pantesin diri lo sendiri, seengganya kalau memang tuhan ga menakdirkan lo buat jadi Ibunya mereka tapi lo bisa jadi Ibu terbaik untuk anak lo sendiri.. Syukur-syukur lo bisa ketemu lagi sama Erina dan Edo, biar ga jadi Ibunya secara sah lo bisa bikin mereka itu bangga dengan lo yang kuat dan sukses.." kata Luna panjang lebar, Sabil terdiam tiba-tiba saja isaknya mereda.

"Ina mau Mama tersenyum... Apapun yang membuat Mama menangis beberapa hari terakhir ini, Ina mau mulai sekarang Mama melaluinya dengan senyuman yang cantik ini."

"Ina mau Mama tau... Apapun yang terjadi Ina sayang sama Mama, Selalu dan selamanya.."

Otak Sabil memutar kalimat Erina beberapa hari lalu, hari yang menjadi hari terakhirnya bertemu dengan malaikat kecil itu. Dan tanpa bisa di cegah tangisnya kembali pecah, berusaha mengeluarkan segala sesaknya walaupun ada sedikit kelegaan yang dia rasakan saat mengingat kalimat Erina itu

Setidaknya, ucapan Edgar yang terkesan bahwa Erina tidak lagi menyayanginya adalah sebuah kesalahan, karena dia tau Erinanya selalu menyayanginya seperti dia selalu menyayangi gadis kecilnya itu. Dan dalam hati Sabil bertekad dia tidak akan menjadi lemah dia akan membuktikan bisa menjadi Ibu yang pantas untuk Erina dan Edo, walaupun tidak secara sah.

🔜🔜🔜🔜

Tbc

Aku sudah up lagi...

Hohoho, aku Up sekarang aja karena sepertinya besok aku ga bisa Up...

aku ga mau kalian nunggu terlalu lama jadi yaa maafin ya kalo banyak typo soalnya bener-bener ngebut nulisnya dan ga sempet diedit hehehe

Jangan lupa Vote dan Comment yaa biar aku semangat hehe

Love Zat 💙

My Gorgeous Student (The End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang