"Kamu boleh berfikir seperti itu. Tapi, kamu tidak akan tahu. Kehidupan saya yang sekarang pun tidak saya dapat dengan cuma cuma nes. Kamu salah jika kamu berfikir saya tidak pernah bekerja keras menghidupkan keluarga." Suara Salsha melemah. Innes mengangkat wajah nya. Melihat Salsha yang saat ini menutup wajah dengan kedua tangannya.
"Maksud mbak Salsha apa?"
Salsha menarik nafas nya panjang. Lalu menghembuskan nya perlahan.
"Kehidupan saya yang kamu lihat saat ini pun kamu gatau gimana susahnya keluarga saya dulu. Ayah saya memang seorang dokter. Namun, sewaktu itu ayah saya terkena skandal korupsi. Sewaktu itu saya masih menjadi anak SMP. Saya diledeki oleh teman sebaya saya, di hujat, di cemooh, karena yang mereka tau, saya adalah anak dari seorang koruptor. Mereka berfikir segala yang saya nikmati adalah hasil dari uang haram." Salsha menatap Innes dengan air mata yang membasahi pipinya.
"Saat itu, segala nya disita oleh bank, kerabat saya tidak diberitahu. Karena ayah saya tidak mau merepotkan siapapun. Kami hidup dijalanan. Saya menjadi penjual koran bersama kakak saya dan Adik saya yang saat itu masih berumur 5 tahun. Ibu saya menjadi pencuci baju keliling yang setiap hari nya kerumah warga jika ada yang memanggil nya untuk mencuci baju. Itu yang kami lalukan untuk mencari uang agar dapat makan. Ayah saya tetap berusaha mencari bukti jika dirinya tidak bersalah. Ketika semua orang menjatuhkan Ayah saya. Namun, saya dan keluarga percaya pada ayah saya. Hampir setahun saya merasakan itu nes. Saya dan keluarga saya tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap. Hingga akhirnya ayah saya terbukti tidak bersalah, semua aset milik keluarga saya tetap disita. Namun ayah saya merintis semua dari awal. Hingga Akhirnya kami membuktikan bahwa kami adalah keluarga yang tidak bisa diremehkan." Salsha tersenyum semu.
"Ayah saya kembali menjadi dokter, bahkan jabatannya lebih tinggi. Kamu masih beruntung memiliki tempat tinggal. Memiliki pekerjaan yang tetap pada butik saya. Apa kamu masih berfikir jika saya tidak pernah merasakan hidup susah nes?" Salsha berbicara panjang lebar dengan air mata yang terus membasahi pipi nya.
"Maafkan saya mbak. Saya tidak tahu jika mbak Salsha pernah mengalami kehidupan sepahit itu." Innes kembali tertunduk. "Saya mohon mba Salsha berhenti menangis mba, saya tidak bermaksud membuat mbak Salsha kembali mengingat masa pahit itu" lanjutnya.
Salsha mengusap air mata yang membasahi pipinya. Lalu tersenyum menatap Innes dan menganggukkan kepala.
"Mbak Salsha boleh pecat saya, saya tidak pantas bekerja di butik ini mba."
"Saya tidak akan memecat kamu. Kamu tetap bekerja di butik saya. Apa kamu bisa berjanji untuk tidak mengulanginya lagi?"
"Saya janji mba, saya janji." Innes mengangkat kepala dan tersenyum kepada Salsha. Salsha membalas senyuman Innes.
"Terimakasih mba, terimakasih banyak." Innes memengang tangan Salsha diatas meja.
"Sama-sama, ibu kamu sudah sembuh?"
"Sudah mba. Terimakasih mba."
"Sudah, jangan terlalu banyak mengucapkan terimakasih nes." Salsha kembali tersenyum. "Jika ada kesulitan. Bicarakan dengan saya." lanjutnya.
"Baik mba."
Ceklek.
Salsha dan Innes menoleh pada pintu yang terbuka. Ternyata adalah Steffi."Eh gue ganggu yaa?" Steffi masih tetap berdiri di ambang pintu.
"Engga steff, masuk aja." Salsha tersenyum.
"Saya permisi keluar mba. Terimaksih sekali lagi." Innes tersenyum tulus. Dan Salsha membalasnya. Innes pun menuju pintu keluar ruang pribadi Salsha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Understanding (Completed)
Fiksi PenggemarCover by @evitafauziaah 💕 Cerita pertama dengan tanda baca yang masih tak beraturan. Juga dengan tatanan bahasa yang tidak memenuhi KBBI🙏