“Hei…tunggu…..aku kenal dia!” kataku dengan suara pelan, hingga aku sangat yakin bahwa hanya laki-laki yang duduk di sebelahku ini sajalah yang mendengarnya.
“Ehhh………” ia tidak berkata apapun, lalu tiba-tiba laki-laki ini menatapku dengan tatapan yang bisa dikatakan sebagai tatapan bingung.
Sepertinya, percuma untuk berbicara panjang dengan laki-laki ini. Kelihatannya ia tidak akan membantu menyelesaikan masalah ini. Dan lagi, aku juga sekarang bingung harus berbuat apa atau lebih baik aku diam sajakah?? Tapi aku tidak suka diam dikala sedang terjadi sesuatu, baik itu yang menimpaku ataupun bukan.
“Baiklah hadirin-hadirin, bisa disimpulkan dari beberapa saksi dan juga kesaksian dari orang terjauh. miss Karin Caroline Johnson bersalah. Dan kepada miss Kelly Goddart, saya persilahkankan anda untuk memberi kesaksian yang terakhir.” Kata salah seorang berpakaian rapih, yang duduk diantara 4 orang yang duduk di sebelah kanan dan kirinya.
“Sebelumnya saya ingin berterima kasih karena anda sudah mempersilahkankan saya untuk menyampaikan kesaksian. Namun, apa yang ingin saya sampaikan sudah cukup, belum lagi kesaksian dari teman-teman dekat saya dan juga orang-orang yang lainnya.” Kata seorang perempuan yang duduk di bagian barat ruangan ini. Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas.
Setelah perempuan itu menyudahi perkataannya dan kembali duduk di kursinya. Kini, giliranku yang bangkit dari bangkuku yang belum lama kududuki ini. Sementara itu di kepalaku, aku telah menyiapkan beberapa kalimat untuk kusampaikan. Beberapa orang mulai melihat kearahku dari yang terdekat hingga yang terjauh dariku. Aku masih diam untuk beberapa detik, tapi pada akhirnya aku memutuskan untuk membuka mulut dan berbicara. Walaupun sebenarnya aku belum diberikan hak oleh sang hakim untuk berbicara.
“Mohon maaf. Aku ingin menyampaikan sesuatu. Ini ada sangkut bautnya dengan kondisi psikis dari Karin.” Lalu aku menghentikan kata-kataku. Di dalam hati, aku menunggu dan berharap agar orang-orang menanggapi kata-kataku yang baru saja tadi kukeluarkan dengan suara yang cukup keras.
Harapanku terkabul, beberapa orang mulai menanggapinya. Namun, mereka tidak menanggapinya secara langsung kepadaku. Melainkan kepada orang yang duduk di sebelah mereka. Dan sekarang aku tinggal menunggu tanggapan dari sang hakim.
“Kondisi psikis?” Tanya sang hakim. Ya! Akhirnya sang hakimpun menanggapi kata-kataku barusan.
“Ya, apakah anda sudah tahu tentang ini? Saya yakin, jika anda tahu tentang ini, anda pasti tidak akan menganggap Karin bersalah.” Jawabku. Lalu, dari kejauhan, aku melihat ada seorang perempuan bangkit dari kursinya dan melihat kearahku.
“Memang apa yang kau ketahui?” tanya perempuan tersebut, kurasa dari nada bicaranya, tampaknya ia tidak menyukai apa yang baru saja kukatakan.
“Saudara sekalian, harap tenang. Kita dapat membicarakan hal ini dengan suasana yang lebih tenang, bukan? Sekarang, ada baiknya kita mendengar penjelasan dari teman kalian yang baru bersuara disaat sidang ini akan selesai.” Kata hakim tersebut. Sial!! Dia ini sebenarnya ingin membelaku atau menyindirku. Dan laganya benar-benar sok bijak dan adil. Okay, lupakan itu. Semua hakim memang seharusnya bersifat begitu.
“Terima kasih.” Jawabku singkat, lalu kulihat dari kejauhan, perempuan tersebut kembali duduk. Dan akupun memulai penjelasanku “Begini, sejujurnya aku sedikit…ehh mungkin keberatan apabila Karin dinyatakan bersalah. Terlebih lagi anda belum mengetahui tentang masalah psikis yang telah diidapnya. Aku tahu, ia memang membunuh teman sekamarnya itu…..” lalu tiba-tiba beberapa orang membuat suara ribut. Aku sangat sebal dengan keadaan ini. Tak lama kemudian, aku mendengar suara ketukan palu yang cukup kencang, dan cukup untuk membuat seisi ruangan ini kembali hening.
KAMU SEDANG MEMBACA
I am not in Wonderland
AdventureNicola, seorang gadis yang sedikit keras kepala dan egois. Berkepribadian tomboy dan berpendirian teguh. Menemukan dirinya tersesat di dunia antar waktu. Hal tersebut sangat membuatnya frustasi, entah apa yang akan bisa membawanya pulang. Hingga pad...