chapter 2

4K 202 9
                                    

Aku bangkit dari kantung tidurku, disini di dalam tenda masih terasa gelap. Tapi, aku yakin kalau saat ini pasti sudah pagi. Lalu kuambil arlojiku yang kuletakkan di dalam tas, ternyata sekarang masih jam 5.30. Katty dan Carly belum juga bangun, namun aku tidak membangunkan mereka. Aku pun keluar dari dalam tenda, ya disini pun juga masih gelap.

Aku merasa ingin buang air kecil, lalu aku mencari tempat yang aman. Pada saat yang sama, ternyata George sudah bangun dan sedang ingin buang air kecil. Aku pun membalik hadapanku serta membelakanginya.

"Nicola!" teriak George terkejut. Itu karena saat aku hendak membelakanginya, aku menginjak ranting pohon yang suaranya begitu jelas terdengar.

"Eh..maaf aku tidak sengaja." jawabku lalu pergi meninggalkannya.

Beruntung aku belum melihatnya. Lalu, aku pergi ke tempat yang agak jauh dari tenda kami. Dan disitu adalah tempat teraman untuk buang air kecil. Setelah itu aku kembali ke tempat kami. Ternyata, mereka semua sudah bangun dan mereka sedang duduk melingkari api unggun yang tengah membakar ikan hasil tangkap mereka. Seberapa lamakah aku pergi?

"Kau dari mana?" tanya Carly.

"Eh..itu,,tuh itu." jawabku dengan menggunakan bahasa isyarat.

"Oh, iya-iya aku mengerti. Tapi mengapa lama sekali? Sudah, lupakanlah. Sekarang bakarlah ikan ini. Tadi kami baru saja menangkapnya." jawab Carly.

"Iya." Aku pun membakar ikan hasil tangkapan mereka. Lalu, setelah itu kami memakannya bersama dengan lahap. Setelah rasa lapar kami hilang, kami melanjutkan perjalanan kami menuju sungai yang deras. Yaitu sungai yang dekat air terjun, ehhhh...aku lupa namanya. Oke, lupakan.

"Mengapa hari ini terasa lebih berat?" kata Ben.

"Berat apanya?" tanya George.

"Barang bawaannya." jawab Ben.

"Kurasa, sama saja. Itu perasaanmu saja." kata George meyakinkan Ben.

"Mungkin." Ben percaya dengan George.

"Jadi masih mau melanjutkannya atau tidak?" tanyaku pada semuanya.

"Lanjutkan saja!! Kau ini, bagaimana sih, aku kan hanya berbohong..!" kata Ben yang tiba-tiba jadi terbakar semangatnya.

"Sekarang kita akan apa?" tanya Katty.

"Rafting.." jawabku.

"Memangnya kita bawa perahu karet?" tanya George.

"Guys, tenda ini multifunction. Aku juga sudah bawa alat pemompa otomatisnya." kata Carly.

"Oh, ternyata bisa ya?" kata Ben bingung menatap tenda yang sudah terlipat rapih dan diletakkan di punggungnya.

Akhirnya, kami meninggalkan tempat menginap kami. Kami berjalan lagi menuju sungai. Namun saat kami mencoba untuk memotong jalan melewati dataran rendah, ternyata jembatannya sudah terputus. Jadi, kami terpaksa mengambil jalur jauh. Dan jalur jauh ini melewati dataran tinggi. Ya, cukup sulit berjalan di dataran tinggi.

"Tanahnya basah!" teriak Katty.

"Tenang saja, yang penting kau jangan berlari." kataku.

"Nicola, bolehkah kita beristirahat disana? di tempat yang tanahnya tidak basah itu." tanya Carly.

"Iya, kami sudah lelah. Berjalan di tanah yang basah ini sungguh merepotkan dan menghabiskan cukup banyak tenaga." George menyetujui apa yang dikatakan oleh Carly.

"Baiklah, apa boleh buat."

Kami pun berjalan menuju tempat yang tanahnya kering ini, setelah itu kami bersitirahat di sana. Aku melepaskan tasku dan kuletakkan di depanku. Punggungku terasa pegal akibat menggendong tas itu cukup lama, lalu aku duduk di bawah pohon, tepat di atas tumpukkan dedaunan yang menumpuk.

Lalu, kujatuhkan seluruh tubuhku ke atas daun itu, dan yang terjadi malah aku terjatuh. "Aaaa....!" aku terkejut saat menyadari bahwa aku terjatuh kedalam lubang.

"Nic!!!Nic!!!Nicolaaaaa!!!!!" suara Carly berteriak terdengar jelas sekali olehku. Namun, semakin lama, aku tidak lagi mendengar suaranya. Dan lama-lama suara itu hilang. Aku tidak bisa melakukan apa-apa selain berteriak. Menahan tubuhku agar tidak semakin merosot kebawah cukup sulit, bahkan hal itu hanya memperburuk keadaan. Tanahnya menjadi longsor, jadi aku hanya pasrah saja, mengharapkan keajaiban segera terjadi.

Akhirnya, aku terhenti oleh sebatang kayu yang menahan punggungku dengan kuat. Tangan kiriku sakit sekali, aku yakin kalau tangan kiriku patah. Tak lama kemudian aku mendengar gemuruh seperti ada sesuatu yang akan jatuh. Saat aku menoleh ke atas, ternyata tanahnya longsor dan akan segera menguburku secara hidup-hidup.

Aku pun menendang kayu itu sekuat mungkin, aku mulai panik. Tanah itu sudah mengubur setengah dari tubuhku, tapi aku tidak berhenti menendangi kayu itu. Aku yakin sekali kayu ini pasti bisa kupatahkan sehingga aku bisa terus jatuh kebawah. Tidak!! aku hampir terlambat, tanah ini sudah mengubur tubuhku hingga leher.

"AAAARGH!!! Patahlah kau!!" aku masih terus menendangi kayu itu walaupun keadaannya kurang memungkinkan. Tanah itu sudah mengubur daguku, dan tubuhku sudah mulai sulit untuk bergerak. Yaah, "AKU TIDAK AKAN BERHENTI!"

Ku kumpulkan tenaga dalamku, dan dalam hitungan ke satu, dua, tiga, aku menendang kayu itu dengan tendanganku yang sangat keras, kayu itu pun akhirnya retak. Aku bisa merasakannya. Lalu, kuulangi lagi dan aku "BERHASIL!!" aku langsung merosot ke bawah hingga kakiku sudah  dapat menginjak tanah datar.

Dari atas kepalaku, aku masih dapat merasakan butiran-butiran tanah yang berjatuhan dari atas. Disaat yang sama, aku seperti melihat seberkas cahaya memancar ke dalam sini. Cahaya itu cukup terang, walaupun hanya sedikit intensitasnya yang masuk kedalam sini. Sambil berpikir, aku berjongkok. Dan telah kuputuskan, untuk berguling ke arah cahaya tersebut berada. Tujuanku berguling ke arah sana cukup simpel. Aku yakin jika aku menerobos ke tempat cahaya itu muncul, aku dapat keluar dari tempat ini. Tempat yang tak lama lagi akan segera menimbun diriku dengan tanah.

Tanpa berpikir panjang lagi, akupun berguling kearah cahaya itu muncul. Dapat kurasakan, aku sempat mendobrak tumpukan tanah yang mulai mengeras. Tapi aku beruntung, setidaknya tanah itu belum benar-benar mengeras sehingga itu memudahkanku untuk menerobosnya. Kini kudapati diriku tergeletak di atas rerumputan yang basah. Saat kubuka mataku, aku melihat awan dan langit. Tunggu, awan dan langit, itu artinya jarakku dengan teman-temanku tidaklah jauh. Lalu aku berdiri dan mencari tempatku keluar tadi. Namun sayang lubang itu sudah terisi oleh tanah. Tunggu! Apa ini?

Lubang tempat aku tadi keluar, adalah lubang pohon! Kemudian, aku mengitari sekeliling pohon itu, dan ini hanya pohon biasa yang sudah tua. Aku menoleh ke atas, dan yang kulihat hanya daun-daun dan ranting pohon. Apa-apaan ini! Kalau begitu darimana aku bisa berada di dalam batang pohon itu?

"Apakah aku sedang dalam mimpi?" aku berbicara pada diriku sendiri sambil memukuli wajahku  dengan keras. Aku benar-benar berharap kalau sekarang ini aku sedang dalam mimpi. Namun, hasilnya nihil. Aku, ya aku. Akhirnya, sekarang hidungku berdarah. Wajahku sakit. Ditambah lagi dengan tanganku yang patah ini.

"Apa yang baru saja terjadi padaku?" tanyaku pada diri sendiri. "Aku dimana? Dimana yang lain?" lalu aku terdiam sejenak. "Friends cukup!! Candaan kalian sudah keterlaluan!!" aku berteriak sekeras yang kubisa. Namun, tiada seorangpun yang menjawab. "Caaaaarlyyy!! Georrrrrrrrrge!! Beeeeeeeeeeenn! Kaaaaaaaaaattyyyyy!!" Teriakku lebih keras lagi.

Aku....Aku....aku tidak sedang bermimpi.... "TAPI AKU DIMANA!!!??"

To Be Continued.

I am not in WonderlandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang