chapter 18

2.3K 114 7
                                    

- Di Laundry -

Bel yang menempel di pintu berbunyi ketika pintu otomatis ini terbuka saat aku dan yang lain masuk ke dalam. Mataku tidak berhenti menatapi sekitar, berusaha mencari mesin cuci yang kososng. Hari ini laundry begitu ramai. Beberapa dari wajah customer itu aku kenali walaupun aku tidak tahu namanya, karena mereka juga anak asrama.

"Di sana kosong." seru Avril, telunjuknya mengarah pada 2 mesin cuci kosong yang terletak di tengah-tengah. "Tapi hanya dua."

"Yasudah, kalau begitu Nicola dan aku akan mencari yang lain." jawab Taylor seraya menggiringku untuk mencari mesin cuci kosong yang lain. Mendengar jawabannya, Stella dan Avril hanya mengangguk, kemudian pergi. "Di situ ada banyak."

"Ketiganya rusak." jawab seseorang. "Tak ada satupun dari ketiga mesin cuci tersebut yang berfungsi." aku dan Taylor mencari dari mana suara itu berasal, ternyata itu berasal dari seseorang yang sedang duduk di sofa panjang yang terletak di belakang kami. "Jika kau mau, kau bisa memakai mesin cuci nomor 21, disitu ada pakaianku dan itu akan segera diangkat." belum sempat aku melihat wajah orang itu, aku langsung mengalihkan tatapanku ke mesin cuci nomor 21.

"Oh, terima kasih." jawab Taylor.

"Ya, terimma...." jawabku menyusul, namun saat aku melihat wajah orang itu, aku langsung terdiam sejenak, mungkin juga bercampur dengan terkejut ".....kasih.." dia....dia...Zachary? Mengapa dia juga mencuci pakaian disini?

"Sama-sama." dia menjawab tanpa ada satu patah katapun yang terdengar gugup. Apakah ia lupa denganku? Kurasa iya, dia bahkan terlihat datar. Atau memang akunya saja yang terlalu berlebihan. "Ada apa?" tanyanya kembali, itu karena aku tidak berhenti melihat ke arahnya.

"Tidak." jawabku sambil mengalihkan tatapanku darinya. Yeah, seperti biasa, dia tidak ramah. Bahkan saat mengobrol dengan Taylor yang murah senyum ini ia hanya tersenyum kecil pada Taylor. Tak lama kemudian mesin cuci nomor 21 ini berbunyi nyaring, Zachary pun bangkit dari duduknya dan mengangkat seluruh pakaian yang ada di dalam mesin cuci itu.

"Sekali lagi, terima kasih." kata Taylor diikuti dengan senyumannya yang memiliki lesung pipit.

"Ya, sama-sama." Zachary mengangguk pelan, kemudian ia pergi ke kasir.

"Kau mau duluan?" Taylor menyadarkanku dari lamunan.

"Emm...kurasa kau duluan saja." jawabku. Tak lama kemudian aku ingat akan sesuatu. Saat aku menengok ke arah Kasir, Zachary sudah tidak lagi berdiri di sana. "Taylor, aku pergi sebentar." aku berlari pelan menuju luar laundry.

"Kau mau kemana?" Taylor yang sedang memasukkan pakaiannya kedalam mesin cuci terhenti lalu melihat kearahku.

"Tidak kemana-mana, aku hanya keluar sebentar" aku melihat Taylor merespon hanya dengan mengangkat kedua bahunya lalu tersenyum kearahku, kemudian ia kembali melanjutkan pekerjaannya. Sementara itu aku mulai berlari dengan sedikit cepat setelah keluar dari laundry ini.

"Sial, mengapa tadi itu aku bisa lupa!!" kataku berbicara sendiri. Mataku tidak berhenti melirik ke kanan dan kekiri mencari keberadaan Zachary. "Kurasa aku belum lama melihatnya di kasir, tapi sekarang ia sudah tidak terlihat." setelah aku berbicara begitu aku melihat seseorang yang sedang menarik trolley pakaian dan mengenakan baju warna hijau gelap. "Kurasa itu dia." kemudian aku mengikutinya dari belakang, aku berusaha untuk tetap menjaga jarak darinya dan juga berusaha untuk tidak kehilangan jejaknya lagi.

Aneh, mengapa tadi saat aku bertemu dengannya di Laundry aku tidak ingat apa-apa. Yang aku ingat, hanya sifat-sifatnya yang menyebalkan. Tapi, saat ia sudah pergi aku baru ingat bahwa aku ingin bertanya tentang sesuatu padanya. Ini mengenai kesamaan masalah kami berdua. Sejujurnya aku juga tidak yakin, bahwa ini akan berjalan dengan lancar bila mengingat hubunganku dengan Zachary tidak baik. Tapi mencoba tidak ada salahnya.

I am not in WonderlandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang