chapter 25

4.2K 97 7
                                    

Setelah ketukan ketiga terdengar, hakim itu mulai berbicara. Ia menyampaikan pada seluruh audience mengenai hal-hal yang telah kulanggar dan berkaitan dengan peraturan yang ada pada sekolahan ini. Entah peraturan apa saja yang telah diucapkan olehnya, aku tidak hafal. Dia berbicara banyak sekali, aku tidak mengerti mengapa mulutnya bisa berbicara sebanyak itu dan selama itu. Padahal jika dipikir-pikir, aku hanya telat pulang. Jika keadaannya seperti ini, ada 2 kemungkinan. Pertama, ia hanya sekedar basa basi. Kedua, ia sedang melebih-lebihkan kesalahanku. Tapi kuharap yang menjadi kenyataan bukanlah kemungkinan yang kedua.

Sementara hakim itu berbicara, tanpa kusadari ternyata aku sedang melamun. "Benarkah itu Miss Nicola Mackenzie?" Dan baru kusadari itu ketika hakim tersebut menyebut namaku, entah apakah ini sudah yang kedua kalinya atau yang ketiga kalinya.  Dari situ kini aku telah mendapatkan kembali kesadaranku secara keseluruhan. Aku hanya diam ketika hakim tersebut bertanya padaku berhubung aku tidak memperhatikan apa saja yang telah ia ucapkan. Di samping itu aku sempat mendengar ocehan seseorang yang aku tidak ketahui asal suaranya "Berani sekali perempuan itu, aku yakin ia pasti tidak mendengarkan apa saja yang telah dikatakan oleh hakim." Dalam hati, pernyataan orang tersebut kubenarkan. Tapi kembali ke hakim, aku berpikir keras mengenai apa yang sebaiknya kujawab.

"Izinkan aku untuk berbicara." kata seseorang dari kejauhan, dari suaranya sepertinya aku pernah mendengarnya.

"Kami persilahkan anda untuk berbicara." jawab seseorang yang duduk disebelah kiri seseorang yang duduk di sebelah kiri hakim.

"Namaku Zachary Hayner. Aku ingin menyangkal beberapa hal yang anda anggap sebagai kesalahan miss Nicola. Sebagai seseorang yang pernah tinggal di asrama ini, normal saja jika aku masih hafal beberapa peraturan yang berlaku disini. Bukannya aku bermaksud sok tahu, tapi jika memandang miss Nicola hanya dari peraturan nomor 45 jelas ia telah melakukan pelanggaran." kata Zach dengan suara yang tenang. Entah apakah ia sedang berbicara dengan ekspresi datar atau bagaimana berhubung aku tidak bisa melihatnya di belakang. Tapi aku masih tidak percaya bahwa Zach benar-benar ada disini, sungguh aku tidak pernah mengerti apa yang ia pikirkan.

"Lanjutkan." kata salah seorang dari mereka yang duduk di depanku.

"Terkait dengan peraturan nomor 46 yang berisi 'peraturan nomor 45 dapat ditolerir apabila siswa melakukan kegiatan yang berhubungan dengan hobi ataupun bakat mereka dalam bentuk apapun.' dari peraturan inilah aku hendak menyampaikan bahwa miss Nicola bekerja sebagai koki karena hobi. Aku adalah rekan kerjanya, kami bekerja di restoran yang berada di The Road terdekat dari asrama. Disana aku melihatnya memasak dengan begitu antusias dan penuh dengan semangat, tiada tekanan dalam dirinya. Semua itu semata-mata karena itu adalah hobinya, yaitu memasak. Dan satu hal lagi, jika anda hendak melakukan sidang sebaiknya jangan terburu-buru." jawab Zach masih dengan nada yang datar. Aku jadi heran, sebenarnya apa maksud dari ini. Kemudian aku mencoba menengok kebelakang, tapi sayangnya aku tidak melihatnya.

Mendengar jawaban dari Zach, mereka semua berdiskusi begitu pula sang hakim. Entah apa yang sedang mereka diskusikan, aku tidak bisa mendengarnya. Padahal jarakku terhadap mereka tidaklah jauh. Tak lama kemudian, mereka selesai dengan diskusi mereka dan hakim pun kembali bersuara.

"Baiklah, untuk mr Zachary pernyataanmu sedang kami pertimbangkan. Oleh karena itu, sidang hari ini dinyatakan bersambung dan akan dilanjutkan tanggal 8 Juni." setelah berkata begitu, hakim pun mengetukkan palunya sebanyak 3 kali. Sedikit demi sedikit audience pun mulai bersuara, dan kedengarannya mereka sedang mengarah keluar dari ruang sidang ini. Saat itu aku langsung teringat akan Zach. Berhubung hakim dan 4 orang lainnya sudah tiada lagi di tempat mereka, aku segera bangkit dari duduk dan bergegas mencari Zach.

Di antara kerumunan orang ini, tidaklah mudah untuk menemukan Zach. Terlebih lagi, mereka semua saling merapat untuk bisa keluar melewati pintu yang menurutku tidak cukup besar. Keadaan seperti ini membuatku sulit untuk bergerak. Secara tiba-tiba ada seseorang yang menarik tangan kiriku, sehingga aku dapat menerobos kerumunan orang ini secara lebih mudah. Aku tidak bisa melihatnya, namun aku bisa merasakan tangan dinginnya yang menarik tanganku,

I am not in WonderlandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang