chapter 19

2.3K 100 5
                                    

- Di Rumah Billy -

"Aku pulang...." Connie membuka pintu utama dan masuk kedalam bersamaku.

"Connie...Connie..Connie maafkan aku, aku belum memasak pizzanya." Billy menyambut kedatangan Connie dengan cara yang memelas.

"APA!?" kata Connie, lalu aku menyempatkan diri untuk menengok ke arah wajahnya. Emm, kuharap ia tidak akan marah-marah...wajahnya terlihat begitu kesal, hingga urat-urat di dahinya terlihat cukup jelas. Ternyata, beginilah Connie bila sedang kesal dengan seseorang.

"Oh, Nic! Lupakan saja itu. Kita makan di mall saja, sekalian melihat-lihat pernak-pernik yang menarik!!" walaupun Connie baru saja berkata begitu, namun ia menarik tangan ku menuju kedalam rumah dan mengajakku ke lantai 2, lebih tepatnya ke kamarnya sendiri. "Tapi aku mau ganti pakaian dulu..hehe."

Aku hanya tersenyum kecil ketika Connie berbicara padaku, sementara itu tangannya masih menarik tanganku menuju kamarnya yang terletak di paling pojok. Ia juga berjalan terlalu cepat, sebab saat sedang menaiki tangga, aku tidak bisa terburu-buru karena desain tangga rumah ini tidak memiliki pegangan. Tangganya terbuat dari kaca yang hanya bagian sebelah kanannya saja yang menempel pada tembok rumah ini. Dari pertama kali aku menaiki tangga ini, aku  sudah takut terpeleset, walaupun di setiap pinggiran dari tangga ini dilapisi oleh sesuatu yang kasar.

Kamarnya berada di sebelah kamarnya Billy, dan kamar yang berada di paling depan atau dekat dengan tangga adalah kamarnya Juan. Kakak dari Connie dan Billy. Hari ini gorden besarnya di gulungkan ke sudut kanan dan kiri lantai ini. Sehingga, aku bisa melihat jelas yang tadinya selalu tertutup oleh gorden tersebut.  Ternyata di depan ketiga kamar ini adalah sebuah teras, tapi pembatasnya bukanlah tembok, namun sebuah kaca. Saat aku dan Connie berjalan melewati kamar Juan dan Billy, tiba-tiba kaca ini terbuka sendiri.

"Hhhhh.....terkadang pintu otomatis itu sedikit merepotkan." Connie mendumal.

"Connie, teras depan kamar kalian keren. Bolehkah aku melihat-lihat?" mataku masih menatap ke arah teras

"Tentu. Kalau kau mau, kau boleh menungguku di sana selagi aku mengganti pakaianku." jawab Connie sambil berjalan dan masuk ke dalam kamarnya.

Di teras ini terdapat dua buah bangku santai yang empuk. Lantainya bukanlah ubin, melainkan rumput. Ujung teras ini dikelilingi tumbuhan-tumbuhan maupun bunga-bunga elegan, sementara dibawahnya adalah batu coral yang diatur mengelilingi bagian ujung rerumputan ini. Setelah melihat-lihat, aku menyempatkan diri untuk duduk sebentar di kursi santai.

Saat aku sedang duduk, tiba-tiba aku melihat seperti ada sesuatu yang bergerak-gerak di antara bunga-bunga yang indah itu. Tentu saja hal itu membuatku penasaran, hingga akhirnya aku mendekatinya. Saat kuperhatikan dari jauh ternyata itu adalah sebuah ular. Bagaimana ular ini bisa ada di teras ini?

Untungnya semenjak aku pernah tinggal di hutan bersama Sapphire, aku jadi tidak punya lagi rasa takut dengan hewan-hewan macam ini. Kemudian ular itu kuraih, tapi tidak seperti yang kubayangkan, ternyata ular itu marah dan mencoba untuk menggigitku. Pastinya hal itu tidak akan kubiarkan, aku menariknya sekuat tenagaku kemudian aku meraih bagian yang mendekati kepalanya, setelah itu aku memajukan peganganku agar dapat meraih kepalanya dari belakang. Setelah berhasil, aku menekan kepalanya hingga ular itu membuka mulutnya dengan lebar.

"Sebaiknya, hewan ini aku akan apakan?" aku berjalan menuju tangga. Tapi belum sempat sampai tangga tiba-tiba Connie menyuruhku untuk berhenti.

"Nicola, apa yang kau lakukan?" Connie terlihat kaget dengan apa yang telah aku lakukan.

"Kau pasti tidak percaya, ular ini tadi ada di antara bunga-bunga yang tumbuh di terasmu. Aku khawatir nantinya ular ini akan menyakiti seisi rumah ini, oleh sebab itu aku menangkap ular ini. Namun aku bingung, apa yang akan kulakukan selanjutnya." jawabku sambil mengangkat ular hasil tangkapanku.

I am not in WonderlandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang