chapter 3

3.6K 193 0
                                    

Kurasa, apa yang terjadi padaku sekarang ini tidak direkayasa oleh teman-temanku. Tapi, aku yakin sekali kalau tadi itu pasti aku salah lihat. Aku yakin sekali kalau aku tidak datang dari dalam batang pohon tua yang besar itu. Mungkin, karena tadi itu aku jatuh, jadi aku sempat pingsan sebentar dan berhalusinasi. Tapi, aku harus segera mencari jalan ke tempat teman-temanku berada. Aku tidak yakin kalau mereka tahu tempat rafting yang akan kami kunjungi.

Setelah berjalan cukup lama, aku belum juga menemukan teman-temanku. Ditambah lagi, saat ini aku tidak membawa tas ranselku. Tapi, untungnya aku masih membawa peralatan penting di celanaku yang sakunya banyak ini. Aku mulai lapar. Lalu, aku memetik sepuluh buah berry yang tumbuh di samping jalan yang kulewati. Setelah itu aku melanjutkan kembali perjalananku.

- Setelah beberapa jam kemudian -

Hari sudah mulai gelap, kulihat arlojiku ternyata sekarang sudah jam 17.35. Aku lapar sekali, keadaan tanganku sekarang ini tidak memungkinkanku untuk memanjat ataupun berburu. Yang bisa ku makan saat ini hanya buah-buahan kecil. Aku tidak tahu harus sampai kapan aku begini. Akupun beristirahat dibawah pohon.

Dari kejauhan, aku mendengar suara serigala. Lalu, aku bangkit dan melihat sekitar. Namun hari sudah malam, sedikit sulit untuk melihat jarak jauh. Tapi apabila kugunakan senterku, itu artinya aku mengundang serigala itu untuk datang. Tak lama kemudian aku mendengar suara rumput kering terinjak. Pasti ada sesuatu didekat sini. Aku berjalan menjauhi tempatku beristirahat tadi.

Dari dekat, aku mendengar suara serigala mengaum. Aku pun menoleh kebelakang, dan ternyata disana ada seekor serigala, aku yakin sekali dia mengaum untuk memanggil kawannya. Tanpa berlama-lama aku langsung berlari secepat yang kubisa untuk menghindar dari serigala itu. Aku bisa saja dimakan hidup-hidup oleh serigala itu. Dan benar saja, dari belakang aku mendengar suara serigala yang kuyakin jumlahnya lebih dari satu. Lalu, kupercepat gerakanku.

Saat sedang berlari, tiba-tiba sesuatu menabrak kaki ku dan hampir membuatku terjatuh. Aku pun mencoba untuk mengambil senterku sambil berlari. "Awww!" aku tidak bisa melepas tangan kiriku, aku harus terus menggendongnya dengan tangan kananku. Aku sudah mulai lelah, kurasa aku sudah tidak sanggup lagi untuk berlari. Tapi, aku masih memaksakan diri untuk lari, walau nafasku sudah tak beraturan, dan pengelihatanku sedikit demi sedikit mengabur.

"Argh!!" aku berhenti berlari karena didepanku adalah jurang ke sungai. Lalu, aku menengok ke belakang, ternyata segerombolan serigala putih sudah mengepungku. "Haha, inikah yang disebut dengan akhir dari hidup?"

Seekor serigala hendak melompat kearahku, dan ingin segera memakanku. Namun, usahanya digagalkan oleh seseorang. Dia menabrakkan dirinya kearah serigala itu, hingga serigala itu terpental dan terjatuh. Serigala serigala itu terlihat marah padanya. Saat serigala itu mendekatinya dan akan menyerangnya, orang itu mengarahkan busur panahnya ke salah satu dari mereka. Tiba-tiba mereka semua mundur dan pergi menjauhi kami perlahan.

"Terima kasih." aku berterima kasih pada orang itu, namun ia malah menjulurkan pisau nya kearah leherku. Kuperhatikan, pisau itu memiliki ukiran dengan nilai seni yang tinggi, ukirannya terlihat rumit. Aku tidak dapat melihat wajahnya secara jelas, karena ia memakai topeng yang menutup wajahnya. Tapi, kurasa ia perempuan. Karena, rambutnya panjang.

"Siapa kau!?" tanyanya dengan nada membentak. Ternyata aku benar, dia perempuan. Itu terdengar jelas dari suaranya.

"Tenang, tenang. Aku bukan musuh." jawabku mencoba untuk membuatnya menyingkirkan pisaunya dari leherku. Sementara itu, tangan kananku masih menggendong tangan kiriku, jadi aku tidak bisa berbuat apa-apa.

"Siapa kau!?" kata dia masih dengan nada yang sama.

"Nicola. Namaku, Nicola." jawabku yang terdengar seperti seseorang yang sedang memaksakan dirinya untuk tenang.

I am not in WonderlandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang