satu

31 4 0
                                    

Aku lahir dari sebuah rasa takut. Sebuah frustasi yang hampir membunuhnya. Hal-hal yang ia takutkan, hal-hal yang ia benci, hal-hal yang ingin ia hindari. Akulah tempatnya bersandar

Seseorang yang terpuruk jauh di lubuk hatinya tanpa seorang pun ketahui. Seseorang yang membutuhkan uluran tangan namun enggan meminta. Seseorang yang menangis tersedu dan tenggelam dalam palung sesal. Akulah ketegarannya.

Akulah kekuatan dan satu-satunya tempat ia menyembunyikan diri. Dia yang beranggapan bahwa ia tidak berguna, hidup dengan dikasihani, tiada teman yang tulus menemani. Hanya aku kekuatannya, hanya aku temannya.

Hanya aku yang dia panggil saat ia merasa tertekan. Teriakannya menarikku hadir secara paksa. Bertukar tempat dan membiarkannya beristirahat. Ia tidak pernah kapok meski telah aku bentak, omel, maki. Ia hanya tersenyum, mengusap air matanya, dan mengiyakan. Sungguh manusia tidak berguna.

"Berbicara denganmu saja sudah membuatku senang. Terima kasih."

Entah dia ini masochist atau memang bodoh. Tidak sedikitpun ia melawan, melainkan turut menyalahi dirinya.

Dia mengandalkanku untuk menyelesaikan semua kekacauan yang dibuatnya. Memaksa, lebih tepatnya.

Dia mengandalkanku untuk memasang wajah tebal. Memaksa, lebih tepatnya.

Dia mengandalkanku untuk mengusir segala kerisauannya. Sekali lagi—memaksa, lebih tepatnya.

"Hei ... aku ... aku tidak butuh orang-orang itu. Aku tidak butuh semua perhatian itu. Karena pada akhirnya aku hanya akan menyakkti diri sendiri, bukan? Dan memaksamu mengambil alih semuanya demi diriku."

Jika kau sudah tahu itu, sebaiknya kau ubah dirimu.

"Aku ... tidaklah lebih dari seseorang yang hampa. Semuanya bergulir di sekitarku dan melangkah maju. Hanya aku yang masih lambat. Aku ... lambat laun ditinggalkan. Dan sebagian mereka hanya melirikku demi keuntungan mereka sendiri. Apa sebegitu tidak berdayanya aku?"

Akan kuperbaiki seberapa banyak pun kesalahan yang kau buat.

Aku terkadang sering membuat masalah baru juga untuknya. Mungkin sebab dendamku pada mereka yang menyakitinya. Aku berperan angkuh dan kasar, independen dan menjadi andalan orang lain. Aku bermaksud memperbaiki kekacauannya namun kekacauan lain terjadi di tempat lain. Dan pada saat itula kami kembali bertukar, karena hanya dia yang dapat menyelesaikan masalah yang kutimbulkan.

"Mereka menyukaimu, kau tahu?" Ia tersenyum tipis. "Mengapa tidak kau saja yang muncul setiap saat?"

Jika begitu, kau akan mati, bodoh.

"Tapi kau adalah aku, maka aku tak akan mati jika kau terus hidup. Tempat kelam dan sepi ini lebih cocok untukku."

Aku diam, matanya mulai berkaca-kaca lagi. Ia renggut serat kain di bagian dadanya, dan suara pilunya terngiang kembali.

"Tetapi mengapa rasanya sangat sepi kehilangan mereka? Mengapa?"

Kupeluk tubuhnya, kuusap belakang punggungnya.

"Kau selalu kesepian jika aku tidak ke sini, kan? Kau kesepian?"

Aku tidak kesepian. Disinilah tempatku berada. Aku adalah kau, kau adalah aku. Kita berdua satu dan selamanya hidup berdampingan. Memperhatikanmu menikmati hidup, bermain dengan kucing, melompat-lompat saat menuruni tangga, tersenyum menikmati hembusan angin musim dingin yang menerpa tubuhmu, aku pun turut menikmatinya.

Kau dan aku, satu.

Alicia's Dumb Book 2Where stories live. Discover now