Bucin Mode: Don't Touch (2/2)

1 0 0
                                    

Don't Touch

Oleh: Alicia U.

March, 2016


[VINCENT'S POV]
Mataku terbelalak ketika melihat Michiko-ku duduk di lantai dikelilingi para gadis. Salah satunya aku kenal, yaitu Miranda. Gadis yang terkejut melihatku ini cukup populer, kudengar banyak laki-laki yang mengincarnya, ingin dijadikan pacar. Apa yang mereka lakukan? Kenapa Michiko duduk di lantai? Kalau dugaanku benar, mereka sedang menindas Michiko-ku?

"V-vincent." Suara Michiko bergetar ketika menyebut namaku. Sama seperti gadis lainnya, ia juga terkejut melihatku. Dari ekspresinya aku menyadari jika sesuatu yang buruk tengah benar-benar terjadi padanya. "Kenapa kamu kesini?"

"Kenapa kamu duduk di lantai?" bukannya menjawab, aku malah berbalik bertanya. Secepat mungkin aku berlutut di sampingnya. Di sudut matanya terdapat sebulir cairan bening, dan pipinya merah. Saat itu wajar saja sih jika para gadis langsung menatap kami penuh kecemburuan. Lihat, Michiko. Bukankah kamu gadis yang beruntung? Semua gadis iri padamu.

Hati-hati aku menyentuh wajahnya, menyeka air matanya. "Apa yang terjadi? Bekas apa ini di pipimu?" Wajah Michiko memerah disentuh olehku. Aah.. dia imut sekali. Membuatku tak sabar ingin memakannya. Memang, sih, hubungan kami baru berjalan selama tiga belas hari. Wajar jika ia masih tak terbiasa dengan jarak yang kami bagi.

"Vi-vincent. Ini kecelakaan, kok." Ucap Miranda. Perlahan satu persatu di antara kawan-kawannya membubarkan diri hingga tersisa Miranda seorang. Dia menjadi sangat panik.

"Kecelakaan, eh?" aku bangkit, berdiri menatap gadis yang baru saja menyakiti Michiko-ku penuh amarah. Wajah Miranda menjadi pucat, ia menatapku penuh rasa ketakutan. "Coba jelaskan jika ini memang kecelakaan." Pandanganku pun tak segan-segan mengintimidasinya. Ia harus membalas. Mata dibayar mata, mulut dibayar mulut, dan dia menyentuh wajah berharga Michiko dengan tangan kotornya! Tentu ada harga yang harus dia bayar untuk menebus kesalahannya.

"Vincent, sudah!" Michiko ikut bangkit. Dia berdiri menghalangi jarak antara aku dan Miranda. Pandangannya menusuk hatiku, begitu lembut dan khawatir. Michiko, kamu itu benar-benar gadis baik. Bahkan kamu khawatir pada orang yang menindasmu.

"Ini sungguh tak sengaja- aw!" Michiko sedikit melompat ketika tanganku menyentuh memar di pipinya. Lagi-lagi air matanya menitik di sudut matanya.

"Lihat. Sakit kan?" kembali kuseka wajah malang Michiko. "Ayo pergi ke UKS dan obati memarmu, ya?" ajakku. Tanganku menggenggam miliknya, bersiap menuntunnya sepanjang koridor. Namun baru saja kami hendak melangkah keluar kelas, sebuah suara mengganggu kami.

"Tunggu Vincent! Apa maksudnya semua ini? kenapa kamu pacaran sama gadis dunguk seperti dia? Apa gadis cantik di sekolah ini menghilang entah kemana? Jelaskan semuanya Vincent!" heh, berani sekali kau menyela, Miranda.

"Jahat. Michiko lebih baik dari pada gadis lain yang pernah aku temui." Senyumanku muncul untuk beberapa detik dan pudar diganti tatapan serius. "Dia bahkan lebih baik dari pada kamu." Tanpa mempedulikan Miranda lebih jauh lagi, aku segera menarik Michiko keluar dari kelas gila itu. memar di wajahnya harus segera diobati sebelum menjadi semakin parah.

***

Kami sampai di ruang UKS namun sebab pagi, belum ada siapa pun disana. Jadi aku sendiri yang mengobati Michiko. Aku mengambil beberapa kompresan dan obat untuknya. Bukan berarti aku tidak senang. Akhirnya aku dapat berduaan dengan Michiko.

Dia duduk di tepi kasur UKS sementara aku menyiapkan segala yang dia perlukan. Hati-hati kutempelkan kompresan pada lebam di pipinya. Michiko mengaduh sakit. "Maaf." Aku jadi tak enak kepadanya. Satu hal dari beberapa hal yang paling paling kubenci yaitu melihatnya kesakitan.

Alicia's Dumb Book 2Where stories live. Discover now