Sarah tidak bisa menjelaskan kegelisahan yang merong-rong batinnya sejak semalam. Ia tidak bisa tidur dan turun naik dari kamarnya ke kantor ibu asrama berulang kali. Malam tadi belum jadwalnya kak Himawan menelpon, tetapi pagi ini ia akan menunggu telponnya.
Sarah menolak untuk masuk sekolah. Ibu asrama mengijinkannya tetap di asrama hanya karena tahu bahwa Sarah tidak akan ketinggalan pelajaran walau tidak masuk sehari atau dua hari. Ia sudah menyelesaikan semua target yang harus dipelajarinya, jauh mendahului teman-temannya di kelas akselerasi.
Tetapi Kika dan Rianti harus memohon-mohon untuk tetap bisa berada di asarama menemaninya. Setelah pertimbangan yang panjang, Ibu asrama mengijinkan.
Mereka duduk-duduk di lobby saja sepanjang pagi, menemani Sarah yang menunggu telepon dari Himawan di kantor ibu asrama. Kika dan Rianti sengaja membawa beberapa buku untuk meminta Sarah menjelaskan bab-bab yang belum mereka pahami, sekedar bisa mengalihkan perhatian gadis itu dari apa yang menggelisahkannya sejak kemarin malam.
Untungnya Sarah bukan orang yang tidak akan menikmati belajar di sembarang tempat. Ia sangat menghargai usaha teman-temannya untuk membuatnya tetap bersemangat dan terhibur.
Tetapiketika menjelang siang seorang tamu memasuki pintu gerbang, batin Sarah terkesiap. Seorang tentara yang bertubuh tegap melintasi halaman asrama, begitu turun dari mobilnya. Namun wajahnya tertunduk saat ia menaiki bordes menuju lobby. Satpam di meja jaga berdiri menyambutnya, dan Sarah tanpa sadar ikut berdiri, menjatuhkan buku-buku Kika dari pangkuannya.
Ia pernah melihat hal seperti ini sebelumnya, bertahun-tahun yang lalu saat ia masih sangat kecil, dan ingatan itu membuka kembali kesedihan yang menoreh sangat dalam di hatinya.
"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya satpam itu.
Tanpa sadar Sarah melangkah setindak. Jangan dirinya. Tentara itu tidak boleh mencari dirinya.
"Saya Sersan Anas, dari Kesatuan Angkatan Darat. Dikirim untuk menemui saudari Sarah Ismawati."
Sebuah kesadaran menghantamnya tanpa ampun, dan Sarah tidak bisa menerimanya. Ketakutan terbesarnya sepanjang hayat telah menjadi kenyataan.
"Tidaaaaaakkk!!!" suaranya sendiri seperti gaung yang sangat jauh dan panjang saat ia jatuh ke lantai, meskipun Kika dan Rianti menyokongnya dangan wajah bingung. Mereka tidak mengerti mengapa ia berteriak, mengapa ia menangis sejadi-jadinya dengan kedatangan tentara itu. Tetapi Sarah tahu. Ia telah melihatnya sebelum ini, meskipun ia masih terlalu kecil untuk mengerti. Mak Sumi menangis memeluknya, dan kakaknya menangis memukuli pintu, saat seorang prajurit seperti saat ini datang mengabarkan kematian papanya.
Setiap detik yang berlalu, melewati siang, kemudian malam, kemudian siang lagi, terasa seperti mimpi yang panjang bagi Sarah. Mimpi yang panjang, menyesakkan, dan begitu kabur. Betapapun Kika dan Rianti selalu di sisinya, menangis bersamanya, dan berusaha memberikan apa yang bisa mereka berikan, tetapi Sarah merasa begitu sendirian. Seperti tidak ada siapa-siapa di sekitarnya.
Ia dibawa ke markas angkatan darat di Magelang untuk menerima jenazah kakaknya; mengikuti upacara, dan menyaksikan kakaknya dimakamkan. Ia menerima beratus-ratus ucapan belasungkawa bersama tangan-tangan yang menjabat dan memeluknya. Ia menerima bendera yang menutupi peti kakaknya, bintang penghargaan atas pengabdiannya, karangan bunga dan beribu pujian. Ungkapan kesedihan, janji-janji bahwa semua akan baik baik saja; bahwa Korps Angkatan Darat akan menjaganya. Tetapi Sarah mendengarnya sebagai dengung-dengung kabur. Ia hanya berdiri seperti sebuah patung rusak; tidak terisak, tetapi berurai air mata.
Ketika kemudian serombongan orang mengantarnya kembali ke asrama, Sarah sudah tidak menagis lagi. Tetapi nyawanya begitu jauh dari raganya yang dingin membisu. Ia didudukkan di sebuah sofa, di ruang tersendiri bersama seorang tentara yang memanggilnya berulang kali, sebelum ia menoleh membalas pandangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Lieutenant's Love
Romance#17 in tragedy (juni 2018) #1 in military (13 juli 2018) Letnan dokter Irfan Budioko menikah dengan adik almarhum sahabatnya tanpa pernah bertemu sebelumnya kecuali dari selembar foto: remaja cerdas 16 tahun, pendekar wushu keras kepala yang jatuh...