Sarah ditinggalkan sendirian saja di koridor, ketika pengawal-pengawal Roswilda hanya mengijinkan Noe untuk masuk menemui pemilik DIMLITE CLUB itu. Ia berdiri saja, terpaku di lorong. Dan semakin lama pemandangan hingar penuh energi di lantai bawah yang hanya terpisahkan oleh dinding kaca dari tempatnya berada, menariknya mendekat. Ia mengawasi keadaan dari lantai dua. Matanya berkitar mencari-cari sesuatu di antara sekian banyak orang.
Apakah dia sudah pergi? Apakah dia masih ada di sana? Siapa namanya?
Bergerak menyusuri setiap sudut, akhirnya tatapannya menemukan orang itu duduk di kursi bar; terdiam, terlihat dingin. Air mukanya sama seperti kakaknya saat sedang sangat marah.
Kenapa baru sekarang ia muncul? Setelah sekian lama. Setelah begitu banyak kesedihan yang harus ditelannya seorang diri. Setelah kini ada Noe yang bersedia membagi sebelah bahu dan semua yang ia miliki dengan dirinya....
Sarah tahu teman kakaknya yang memberikan jurnal itu telah mengatakan bahwa orang itu tidak bisa segera pulang karena suatu alasan. Alasan yang benar dan tak terbantahkan khas ala militer. Tetapi Sarah tidak ingat apa yang dikatakannya.
Ia tidak pernah benar-benar melihat wajah orang itu di foto karena selalu kabur oleh genangan air mata. Tetapi beberapa detik bertatap muka dengannya tadi memberinya kesempatan melihat dengan jelas. Matanya berwarna coklat terang, sangat dalam, namun ada kehangatan di sana. Ada kerut kegelisahan di dahinya, tetapi ia tidak menatap Sarah dengan pandangan marah.
Kulitnya sedikit lebih terang daripada kebanyakan orang-orang militer, dan ia sangat tinggi. Sarah masih bisa melihat badannya yang kukuh meskipun dari jarak satu lantai. Ia bahkan masih bisa merasakan hangat genggamannya pada pergelangan tangannya yang kecil; kuat namun berhati-hati. Lembut seperti ingin mendekati, namun juga menjaga jarak dan meragukan.
Gadis itu mengantukkan dahinya pada permukaan kaca dan menghembuskan nafas keras-keras hingga membuat kaca itu berembun.
Kak Himawan, siapa dia sebenarnya? Kenapa Kakak sembarangan saja membuat keputusan tanpa bertimbang dulu denganku? Benarkah dia pria yang baik?
Sarah membuka matanya yang tiba-tiba lelah karena kebingungan yang berkecamuk dalam batinnya, namun pemandangan yang terlihat di bawah membuatnya terbelalak lebar.
***
"Kami mau membicarakan sesuatu."
Dua orang pria berbadan besar, yang tiba-tiba sudah berada di samping belakang dan hadapannya membuat Irfan terkejut sekaligus heran. Ia meletakkan kembali botol air mineral yang baru saja dibukanya dan memandang mereka bergantian. Dua orang lagi datang menyusul. Firasatnya memberitahu bahwa hal yang dikhawatirkannya mungkin akan terjadi.
"Aku tidak kenal kalian ..."
Salah satu bodyguard itu mencekal lengannya dan menariknya berdiri, membuat wajah Irfan menegang tidak senang dan waspada.
"Sebaiknya kita tidak membuat keributan di sini."
Irfan menggeretakkan gigi dan menghentak lepas lengannya dari tukang pukul itu. Ia sepakat untuk hal ini, dan berdiri sendiri, berjalan menuju pintu yang mereka tunjuk.
Pintu kecil di sudut belakang bar itu ternyata menuju keluar. Lampu bolam kecil di atas kusen menerangi keadaan sekitar yang penuh dengan krat-krat minuman dan peti-peti kayu serta drum-drum minuman keras.
Baru saja Irfan selesai menghentikan langkahnya di luar pintu, sebuah pukulan keras mendera pinggang, tepat di atas ginjalnya. Seketika gelombang rasa sakit menyergap sekujur tubuhnya, dan ia jatuh di atas lututnya tak mampu menahan teriakannya sendiri.
Satu...
Irfan membuka mata, tangannya gemetar menahan berat tubuhnya di lantai, sekilas kesadarannya mengabur. orang-orang ini jelas tahu caranya menyiksa orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Lieutenant's Love
Romance#17 in tragedy (juni 2018) #1 in military (13 juli 2018) Letnan dokter Irfan Budioko menikah dengan adik almarhum sahabatnya tanpa pernah bertemu sebelumnya kecuali dari selembar foto: remaja cerdas 16 tahun, pendekar wushu keras kepala yang jatuh...