9# Pertemuan

2.3K 238 19
                                    

Irfan memasuki Desa Pandegelang tepat saat azan isya berkumandang dari masjid terdekat yang dilewatinya. Namun ia memutuskan menunda untuk berhenti, karena rumah Sarah tidak jauh lagi; hanya sekitar satu setengah kilo meter dari arah perbatasan muka desa itu, sedikit ke barat. Seingatnya namanya Kampung Gelagah, daerah yang termasik elit di suatu ranah pedesaan di mana sebagian penghuninya adalah pendatang yang tidak berprofesi sebagai petani.

Ia melajukan mobilnya amat lambat menyusuri setiap jalan, khawatir kalau mungkin melewatkan tujuannya tanpa pernah menyadari.

Irfan melambatkan mobilnya di samping pagar bata rendah yang ditutup rapat oleh tanaman menjalar. Plat nomor rumah di gerbangnya tertulis angka 25. Tapi ia harus turun dan masuk untuk meyakinkan, kalau mungkin Sarah telah memutuskan untuk pindah...

Suara derum kendaraan dari arah halaman memutuskan alur pikirannya yang masih menimbang-nimbang. Sebuah motor besar yang kemudian keluar dan melaju cepat ke arah berlawanan dari kedatangannya, membuatnya bertanya-tanya. Ada dua orang di atas motor itu. Mereka sempat tersorot lampu jeepnya,  sehingga Irfan tahu kalau yang satu laki-laki dan satu lagi perempuan. Tapi siapa mereka?

Melajukan mobilnya sedikit ke depan lagi, memberi Irfan pandangan yang lebih baik pada bangunan di balik pagar rendah itu. Pintu rumah tertutup rapat, dan lampu dalam mati. Mungkinkah tadi Sarah yang pergi?

Irfan tidak menunggu lama untuk memindah roda gigi mobilnya dan mengikuti mereka.

****

Dimlite club; Club malam dengan cahaya yang remang remang. Dari namanya saja Sarah sudah tidak terlalu nyaman mendengarnya, apalagi ketika motor yang mereka tumpangi memasuki parkir di basement bangunan itu. Kendaraan penuh sesak di dalamnya. Laki-laki serta perempuan yang mondar mandir melewatinya sangat menonjol dalam berpenampilan, meskipun mereka juga meliriknya dari ujung rambut sampai ujung kaki karena cara berdandan Sarah yang tidak kalah menonjol.

Noe menggandengnya memasuki club, dan Sarah benar-benar merasa nervous sekarang. Kakaknya sudah berhasil dengan sangat baik menanamkan pikiran betapa tempat-tempat seperti itu bukan tempat yang pantas untuk seorang gadis seperti dirinya. Himawan telah memanfaatkan setiap cuil rasa penasaran Sarah terhadap kehidupan orang-orang di luar lingkungan mereka, untuk menakut-nakutinya tentang kehidupan malam yang tanpa kendali dan apa yang bisa dilakukan oleh laki-laki dan perempuan kepada satu sama lain untuk bisa mendapatkan keinginan mereka; dari pura-pura menjadi orang baik sampai benar-benar berlaku jahat, dari membujuk orang merokok sampai menghisap sabu, dari berkenalan sampai memasukkan sesuatu ke dalam minuman yang ditawarkan, dari sekedar meraba-raba, sampai memperkosa, dan menjual gadis perawan kepada laki-laki hidung belang yang jelek wajahnya dan buncit perutnya, bahkan menyuntikkan morfin, sampai virus HIV Aids pada sembarang orang hanya sekedar iseng atau untuk balas dendam.

Melihat orang yang begitu penuh sesak, Sarah menjadi risih dan menghindari setiap papasan atau sentuhan.

"Kau mau minum sesuatu?" Noe menarik kursi untuknya di sebuah meja kecil yang agak lengang dari kerumunan orang-orang.

Ia menggeleng seketika. Jangan makan dan minum apapun, bahkan jika Noe yang memberikan.

"Aku akan bilang pada bartender kalau kita datang untuk menemui Roswilda. Kau tunggu sebentar di sini ya?"

Sarah baru mau berteriak kalau dia akan ikut, tetapi Noe sudah berbalik meninggalkannya menuju bar, dan suaranya kalah telak oleh hingar bingar musik yang memekakkan telinga.

Ia mendesah, salah tingkah antara harus pura-pura tidak melihat atau memelototi saja para laki-laki yang kebetulan lewat dan memandanginya. Semoga Noe tidak lama. Ia benar-benar berada di tempat yang salah.

My  Lovely Lieutenant's  LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang