Sarah merasakan matanya begitu berat dan enggan membuka, tetapi suara berketepak yang teratur tak jauh dari tempatnya memaksanya bangun. Perlahan lahan ia memandang ke sekeliling dan mencoba mengenali di mana dia berada saat itu. Tetapi semuanya begitu asing. Tangan dan kakinya begitu kebas.
"Akhirnya kau bangun!" suara Noe mengandung senyum yang terdengar begitu tak menyenangkan di telingannya. Pemuda itu duduk agak jauh, di atas sebuah drum kayu yang tampak berat. Di dekat kakinya, tas ransel Himawan tergeletak. Isinya yang berupa dokumen-dokumen dan kertas-kertas lusuh bertebaran di lantai. Sebagian berada di pangkuan Noe, diperiksa oleh pemuda itu satu persatu.
Perlahan-lahan ingatan akan apa yang telah terjadi kembali ke benak Sarah. Ia meronta, seketika itu pula ia menyadari tangannya diikat begitu erat di punggung sebuah kursi, begitu juga dengan kaki dan sebagian tubuhnya. Ia tak bisa bergerak, bahkan untuk menggulingkan dirinya bersama kursi itu.
"Apa yang kau lakukan padaku! Sialan Noe! Lepaskan aku!"
"Shh! Apa kau mau meniru adegan di film-film? Kau kira aku akan melepaskanmu kalau kau berteriak seperti itu? Lupakan. Aku tidak akan bicara denganmu kalau kau masih berteriak."
Sarah terengah-engah, lebih karena kemarahan daripada kelelahan akan usahanya untuk melepaskan diri. Ia mengitarkan pandangan dengan cepat mencari segala kemungkinan yang bisa menjadikan peluangnya untuk lolos lebih baik, sambil memutuskan untuk sedikit mengikuti permainan penculiknya.
"Di mana ini? Kenapa kau lakukan ini padaku?"
"Apa itu penting? Yang perlu kau tahu mungkin hanya kenyataan bahwa sebentar lagi tempat ini akan menjadi rumah barumu."
Ruangan itu luas dan remang-remang, diterangi hanya oleh sebuah lampu bohlam yang menyala tepat di atasnya. Ada banyak sekali drum kayu dan krat-krat kayu dengan botol-botol berbau tajam. Ini gudang minuman keras. Udaranya lembab dan pengap, bercampur bau tanah basah. Seperti di dalam tanah.
Sarah baik-baik memasang telinga, tetapi selain keresak kertas-kertas di tangan Noe, ia tidak mendengar apa-apa lagi. Apakah dindingnya kedap udara? Sarah mendongak menatap langit-langit kayu yang berjajar rapat di atasnya. Ia bisa melihat sedikit cahaya di celahnya yang sempit. Tetapi tidak ada suara dari atas sana.
"Kenapa? Kau berusaha mencari tahu dimana kita sekarang ini? kau benar-benar gadis yang cerdas, ya Sarah. Ketenanganmu benar-benar membuatku kagum."
"Ini DIMLITECLUB...aku tahu bau ini... saat lari dengan Kak Irfan." Sarah berkata datar, sebisa mungkin berusaha menyembunyikan kegelisahannya.
"Apa yang kau lakukan?" Sarah kemudian balik bertanya, keras dan tegas. Sengaja membuat Noe jengkel.
Teapi pemuda itu hanya mengangkat mata sedikit memandangnya, tampak tidak terpancing, "Aku hanya memeriksa berkas-berkas kakakmu."
Sarah mengamati lebih teliti kertas-kertas yang dihamburkan Noe. Meskipun jarak mereka cukup jauh, ia masih bisa mengingat beberapa stopmap yang sering dilihatnya di laci kerja Himawan. Seketika pikirannya bekerja, membuat kesimpulan-kesimpulan dengan cepat dari apa yang diketahuinya.
"Hutangmu sudah jatuh tempo..." Sarah mengagguk-angguk kecil, mengetahui kata-katanya telah membuat Noe menghentikan kegiatannya.
"Kau mengandalkanku untuk mendapatkan uang, tetapi sekarang setelah kau tahu aku menikah dengan Kak Irfan, kau tahu tidak bisa lagi menjual cintamu padaku. Makanya kau menculikku, mengambil berkas-berkas kakakku."
Mereka saling pandang. Sarah tahu usahanya untuk membuat kedudukannya seimbang dengan Noe telah berhasil, dan akan lebih mudah baginya nanti untuk membuat kesepakatan.
![](https://img.wattpad.com/cover/131657786-288-k195274.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Lieutenant's Love
Romance#17 in tragedy (juni 2018) #1 in military (13 juli 2018) Letnan dokter Irfan Budioko menikah dengan adik almarhum sahabatnya tanpa pernah bertemu sebelumnya kecuali dari selembar foto: remaja cerdas 16 tahun, pendekar wushu keras kepala yang jatuh...