#Yyaaayy...! bagiannya Sarah dan Irfan untuk hadir buat kalian.
Tolong kalian vote sebelum membaca part ini. Anggap saja syarat tiket sebelum menikmati konser. Oke dears? Happy reading!!#
****
Sarah bergulung-gulung di atas tempat tidur dengan sebuah novel di tangan tanpa benar-benar membacanya. Hpnya tergeletak begitu saja di samping bantal, dan ia sudah sangat jemu melihatnya berkali-kali, menunggu telepon dari Irfan. Sudah berkali-kali pula matanya melirik jam besar di dinding kamar itu, dan ia mulai menghitung setiap detiknya kini, bertanya-tanya kapan Irfan akan menelponnya.Ia sudah berusaha menghabiskan pagi dengan menyibukkan diri untuk bersih-bersih dan memasak sesuatu di dapur. Sarah tidak bisa tidur lagi setelah Irfan pergi, dan sekarang rumahnya sudah terlalu bersih untuk dibersihkan dan dirapikan lagi. Ia lambat-lambat menghabiskan bubur kacang sarapannya, dan menahan diri untuk tidak memasak masakan instan seperti yang dipesan kakak kecilnya.
Laki-laki itu menyibukkan diri di dapur sepanjang siang kemarin karena hari ini ia kembali ke Magelang. Ia telah memenuhi kulkas dengan bubur kacang, sup kental, yoghurt, buah potong dan masakan sehat yang hanya perlu dilempar ke microwave untuk bisa disantapnya setiap pagi, siang, dan petang. Dia juga mengungsikan sebagian besar mie instan, pasta dan makanan kaleng entah ke mana, dan hanya menyisakan sedikit saja, walau tahu Sarah bisa mengosongkan mini market dan memenuhi lemari penyimpanannya lagi. Dalam sepekan setelah Irfan keluar dari rumah sakit dan kembali ke rumah ini, Sarah sudah tidak bisa menghitung ceramah panjang dokter itu tentang hidup sehat. Walau tidak sepenuhnya menerima gagasannya, tetapi ia sangat menikmati saat Irfan banyak bicara. Kata teman-temannya Dokter Irfan cenderung pemalu dan pendiam, tetapi ia bisa menjadi sangat receh jika sudah merasa nyaman. Tidak bisa tidak Sarah merasa senang juga dengan kenyataan bahwa Irfan receh di hadapannya, yang artinya pria itu merasa nyaman bersamanya.
Maka ia hanya mengerdik dan angkat bahu setiap kali Irfan mengulang pesannya tentang makanan instan; "Hanya jika sangat terpaksa, Sarah... " Toh masakan Irfan juga tidak terlalu buruk rasanya.
Sarah bisa membuat berbagai macam kue, biskuit dan cake yang disukai Prudan itu, tetapi untuk urusan masakan utama yang sehat, dokter itu lebih jago darinya.
Dan sekarang setelah hari beranjak siang, ia sudah kehabisan ide untuk menemukan sesuatu yang bisa dikerjakan.
Satu-satunya hal yang mampu mengalihkan perhatiannya dari penantian yang menjemukan itu adalah saat Sarah memikirkan perasaannya sendiri tentang Irfan.
Bagaimana ia merasa saat ini sebenarnya? Ia sendiri tidak begitu tahu. Sarah tidak tahu bagaimana itu rasanya cinta. Ia tidak tahu apakah ia mencintai Irfan. Sarah hanya merasa aman di dekatnya, dan gelisah saat ia jauh seperti ini. Sama seperti saat ia merasa aman ketika bersama kakaknya atau bersama Noe dulu. Apakah yang seperti itu bisa dinamakan cinta? Mungkin ia tidak mencintai Irfan. Belum sampai ke taraf yang sejauh itu. Orang bilang mencintai seseorang juga perlu waktu. Untuk sementara ini mungkin Sarah hanya merasa lega Irfan bersamanya. Ia senang Prudan itu ada di rumah ini, juga tentang apa yang telah mereka lalui selama beberapa hari terakhir; hubungan mereka yang mengarah ke sesuatu yang lebih... yah Sarah tidak mengatakannya sebagai sesuatu yang lebih baik.... Mungkin oke..., tapi mungkin lebih dari pada oke... mungkin memang baik... atau lebih dari pada sekedar baik. Sarah tidak bisa membuat ungkapan yang sesuai dengan perasaannya saat Irfan mengatakan kepadanya bahwa ia adalah milik Sarah. Bahwa ia tidak lagi sendiri. Bahwa mereka saling memiliki.
Dan bagaimana pemuda itu memperlakukannya selama ini; segala perhatiannya, apa yang dikatakannya, bagaimana ia selalu bisa membuat Sarah merasa betapa dirinya sangat berarti bagi Irfan. Bagaimana pemuda itu bisa memandangnya seolah ia adalah sesuatu yang sangat indah di dunia ini....
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Lieutenant's Love
Romance#17 in tragedy (juni 2018) #1 in military (13 juli 2018) Letnan dokter Irfan Budioko menikah dengan adik almarhum sahabatnya tanpa pernah bertemu sebelumnya kecuali dari selembar foto: remaja cerdas 16 tahun, pendekar wushu keras kepala yang jatuh...