# hai..... OMG.... setelah besikeras menamatkan ML3 di part 30 akhirnya aku menyerah untuk menambah extra part. Ini gara gara gamon akut yang terjadi dengan cerita ini sampai aku tidak bisa move on dari sarah dan irfan.
I love them too much...
Jadi eksta part ini adalah alternate ending dari yang sudah ada, dears. Mudah mudah nggak ngebingungin ya. Cerita berawal dari setelah Sarah ingat tentang Irfan. And indeed, puisi yang di sini adalah malam pertama mereka. Author pemalu yang gak berani bikin eksplisit scene. Kalian pasti sudah hafal gaya saya 😂😂😂😂
Dan di ekstra selanjutnya kita sambung dari setelah Irfan keluar dari rumah sakit. Do enjooooýyyyy #
****
Pemuda itu mengelus sisi kepalanya seperti tadi dengan tangannya yang bebas, ia menempelkan dahinya di dahi Sarah, memejamkan mata pada jarak yang begitu dekat di antara mereka.
"Aku mencintaimu..." ia berbisik, "Aku sangat menginginkanmu, menginginkan pernikahan ini, sampai begitu mencekik rasanya..." Irfan mundur dan mendesah, tampak benar-benar terluka oleh pilihannya sendiri. "Tapi aku juga ingin kau yakin dengan diriku. Aku ingin menghormatimu dengan sebuah upacara pernikahan yang sakral dan indah... seperti yang diinginkan setiap gadis. Aku ingin mewujudkan setiap impianmu, Sarah... bukankah itu yang kau inginkan?" Irfan membuka mata, memandang Sarah yang terdiam.
"Yah..." Ia melepaskan tangannya dari genggaman Irfan, lalu merunduk, namun di hatinya merintik gerimis haru. Sarah semakin yakin bahwa Irfan tulus mencintainya seperti yang telah dijanjikan kakaknya. Ia bukan sembarang laki-laki yang akan memanfaatkan situasi saat tinggal serumah dengan seorang gadis.
"Maaf kau tidak bisa menyelesaikan pidatomu untuk besok, tapi kalau kita berangkat tidur sekarang, kau mungkin bisa bangun pagi untuk menyelesaikannya dan latihan beberapa kali. Biar besok aku yang mengambil bajumu ke tempat Bu Endang."
Ia mengangkat pandangan sekilas melihat jam dinding di ruang tamu. Jarumnya sudah menunjuk pukul dua belas. Di luar gerimis kembali meretas, diiringi angin yang berkesiut di antara pohon pohon besar di barat desa.
"Oke..." Sarah menyetujui dan bangkit dari kursi, tetapi ia lupa menapak dengan kakinya yang cedera. Rasa nyeri yang menghentak tiba-tiba membuatnya kehilangan keseimbangan dan terpekik kesakitan. Tubuhnya yang kecil ambruk ke satu sisi, tetapi dengan sigap pula Irfan menangkap jatuhnya. Menatapnya dengan khawatir.
"Tidak apa-apa?"
Sarah mengeluh oleh kakinya yang berdenyut bertalu-talu. Ia bergelayut di leher Irfan, dan pemuda itu memondong kedua kakinya sekalian dalam sebuah gendongan.
"Sudah kubilang sebaiknya kita ke rumah sakit saja..." ia menggumam sambil bergerak ke arah kamar Sarah.
Dokter muda itu menurunkan tubuhnya dengan hati-hati di atas tempat tidur, lalu memeriksa kakinya lagi dengan seksama. Kerut di dahinya penuh berkonsentrasi.
"Aku tidak apa-apa, Kak. Hanya kaget. Tadi turun dengan kaki yang salah."
"Kau mau dikompres lagi?"
"Tidak usah."
Irfan seperti mengeremikkan kata 'oke' dengan tanpa suara dan terdiam sejenak di sisi tempat tidur. Ia lalu menata beberapa bantal di bawah kaki Sarah yang cidera, dari lutut ke bawah. Memastikan bahwa kaki itu aman dari gerakan dan Sarah merasa nyaman.
Tetapi kelip halilintar yang berkedip di luar membuat Sarah menarik kakinya lagi, dan ia mengeluh pendek. Sarah menarik sisi bantalnya menutupi telinga.
"Tidak apa-apa. Itu cuma petir." Irfan nyaris tertawa, sambil menarik selimut Sarah menutupi tubuh gadis itu. Tetapi kemudian tersadar bawa kegelisahan Sarah akan petir bukanlah sesuatu yang lucu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Lieutenant's Love
Storie d'amore#17 in tragedy (juni 2018) #1 in military (13 juli 2018) Letnan dokter Irfan Budioko menikah dengan adik almarhum sahabatnya tanpa pernah bertemu sebelumnya kecuali dari selembar foto: remaja cerdas 16 tahun, pendekar wushu keras kepala yang jatuh...