Rumah itu besar, kokoh namun sederhana. Sedikit berkesan dingin dan berjarak. Tidak ada tanaman-tanaman hias yang membuat suasana semarak, atau sentuhan tangan seorang ibu yang bisa memberi kesan ceria pada sudut-sudutnya.
Sarah turun ketika Irfan selesai memarkir jeep di bawah pohon. Gadis itu membawa salah satu kantong belanjaan mereka dan mendahului memasuki teras. Irfan masih membawa satu kantong lagi, melempar pandangannya pada Sarah yang membuka pintu.
Bagaimana ia akan menghadapi semua itu sekarang? Sarah, dan rumahnya, dan kehidupannya sendiri yang tidak akan pernah sama lagi seperti dulu. Irfan mendesah dan memutuskan untuk membiarkan semuanya mengalir seperti air ketika ia melangkah menaiki tangga bordes. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya dan tidak bisa mengatur keadaan sesuai keinginannya seperti yang biasa ia lakukan, jadi... que sera sera
Memasuki pintu depan rumah, Irfan langsung bisa memperkirakan orang seperti apa Sarah. Benar-benar tipikal anak-anak Kalam Bakti. Sangat teratur, rapi, namun sedikit cuek soal seni keindahan, bahkan dalam caranya berpakaian.
Ia menatap Sarah yang berjalan seperti kucing di sepanjang lorong menuju bagian belakang rumah. Celana kulitnya berkilat membentuk lekuk kakinya yang panjang, dan kaus atasnya yang tak berlengan terlalu ketat, membuat Irfan menggemeretakkan gigi; membayangkan pikiran kotor orang orang yang mungkin memperhatikannya di tempat seperti tadi. Sarah jelas akan tampil lebih cantik dalam seragam sekolahnya. Tidak akan ada yang berani macam-macam dengan seorang remaja yang mengenakan seragam SMU Kalam Bakti Taruna. Setidaknya badge seragam itu sudah cukup memberi tahu orang dengan siapa mereka akan berurusan jika berniat yang tidak-tidak.
Ketika gadis itu menghilang di salah satu pintu kamar di lorong, Irfan medesah dan mengalihkan pikirannya dengan mengedarkan pandangan sebentar ke sekeliling ruang tamu. Ada foto Himawan di sana, dalam bingkai yang tidak terlalu besar, berpose narsis seperti biasanya, dan ada foto Kapten Prayoga. Benar-benar cetakan wajah Sarah adalah dari pria ini, hanya sang ayah sedikit lebih gemuk dan berkumis.
Ia menegakkan berdirinya dan memberi hormat kepada foto itu, sambil bertanya-tanya apa mungkin pendapat laki-laki tua itu atas keadaan Sarah dan dirinya sekarang. Apa Anda setuju saya jadi menantu Anda, Pak?
Irfan sebenarnya tidak terlalu meragukan persetujuan Pak Prayoga, tetapi ia justru sangat meragukan persetujuan Sarah.
Suara sesuatu yang terjatuh di dalam kamar membuatnya menurunkan tangan, dan melanjutkan eksplorasinya di rumah itu.
Beberapa langkah memasuki lorong, Ia menemukan sebuah pintu yang tepat berhadapan dengan kamar Sarah. Daun pintunya sedikit terbuka, dan lampu di dalam kamar menyala. Tangannya bergerak begitu saja mendorong pintu itu.
"Apa ini kamar Himawan?"
"Jangan masuk ke situ!" Sarah berseru dari dalam, dan seketika pintu kamarnya menjeblak terbuka. Ia berdiri dengan wajah memberengut. Sepasang bantal serta selimut berada dalam pelukannya. "Biarkan kamar Kak Himawan tetap seperti itu!" ia mengangsurkan selimut itu kepada Irfan, "Kamu tidur di sofa saja." Katanya yang kemudian melenggang ke belakang dengan handuk tersampir di pundak.
Irfan mengangkat alis di tempatnya berdiri. Well, dia sudah punya firasat sebelumnya bahwa Sarah akan mengatakan hal semacam itu atau yang lebih buruk lagi, jadi batinnya tidak terlalu terkejut. Lagipula ia juga tidak mengharapkan undangan Sarah untuk tidur di kamarnya.
Irfan mengerjap sendiri dan buru-buru mengusir pikiran usil itu sambil dengan kesal melempar bantal dan selimutnya ke kursi depan. Kalau Sarah sampai tahu apa yang dipikirkannya, dia mungkin akan keluar lagi dari dapur dengan sebuah pisau besar.
Kegiatannya kemudian berlanjut memeriksa dapur dan menemukan panci serta cerek untuk memasak air. Ia ingin kopi dan Sarah sudah mengatakan ingin makan spagetty instan. Hidungnya mengendus makanan kemasan itu dan mengernyit. Ini bukan sesuatu yang akan disarankannya pada orang lain, tetapi mencoba sesekali tidak akan membunuh pemakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Lieutenant's Love
Lãng mạn#17 in tragedy (juni 2018) #1 in military (13 juli 2018) Letnan dokter Irfan Budioko menikah dengan adik almarhum sahabatnya tanpa pernah bertemu sebelumnya kecuali dari selembar foto: remaja cerdas 16 tahun, pendekar wushu keras kepala yang jatuh...