14# Luka-Luka Menganga

1.9K 252 17
                                    

Entah karena orang ini punya kebiasan menyeret-nyeret orang, atau karena dia memang aneh dan setengah gila, Sarah tidak bisa memutuskan mana yang benar tentang Irfan. Tetapi ia tidak bisa melepaskan pergelangan tangannya dari cekalan pemuda itu, yang terus menariknya melewati sebuah gang yang menanjak cukup tinggi.

"Apa-apaan kau ini, Kak! Lepaskan!" Sarah meronta sambil memukul lengan Irfan dengan tangannya yang bebas.

"Aku mohon, Sarah! Turuti saja kata-kataku dan jangan membantah!" laki-laki itu menghentak pergelangannya dan berjalan lebih cepat; tidak mendengar pekik kesakitan Sarah yang tangannya memucat tanpa darah.

Cukup sudah!

Sarah mengalirkan semua kekesalannya ke mulut, dan secepat ia menyusul langkah Irfan, secepat itu pula dia menggigit tangan pemuda itu dengan segenap kekuatannya.

"Aaakkhh!!!" Irfan melepaskan cekalannya, namun sebelum sempat menyadari apa yang telah merobek punggung tangannya, sebuah tinju maut berkecepatan tinggi menghantam wajahnya tanpa ampun. Ia terjengkang ke belakang dan tidak bisa menjaga keseimbangan, berakhir dengan pantat di tanah dan mata terbelalak. Hidung dan sudut bibirnya berdenyut seperti habis dihajar meriam canon.

"Itu ganjarannya kalau suka menyeret-nyeret orang seenaknya! Tidak papa, kakakku, apalagi kau! Semua harus menerima balasannya! Kalian pikir aku ini koper, apa!? Bisa diseret ke mana saja kalian mau?! Dasar para tentara SIALAN!!"

Ia berbalik dengan sangat kesal dan kembali menuruni jalan, tetapi sebelum langkahnya yang ketiga, Irfan sudah berdiri dan meraih lengannya.

"Sarah! Tunggu dulu... maafkan aku... tolong. Aku tidak bermaksud kasar padamu seperti tadi. Aku yang salah... aku sedang kalut. Oke? Bisa kita tetap di sini sebentar? Sampai truknya pergi?"

Mereka saling bertatap mata, dan Sarah melihat sorot Irfan yang pedih, dan begitu sedih. Ketegangannya luluh oleh rasa penasaran akan apa yang telah menyebabkan kepedihan dalam tatapan itu.

Kakinya mundur setindak dan bersandar pada sebuah pagar batu rendah di tepi jalan. Irfan menyusul di sampingnya. Seperti setengah linglung, pria itu tanpa sadar memijit pergelangan tangan Sarah yang tadi ditariknya.

"Maafkan aku. Bukan sifat dasarku berlaku kasar seperti itu." ia mengeremik.

Sarah menatapnya dan merasakan kesungguhan Irfan. Tangannya berdarah oleh gigitannya, dan hidungnya juga mimisan oleh tinjunya, tetapi ia tetap memijit pergelangannya.

"Kita anggap impas dengan sebuah penjelasan...." tuntutnya

Pemuda itu mengangkat pandangannya sekilas, "Aku... itu..."

"Kak..." gadis itu menelisik wajahnya yang tertunduk, "Kenapa dengan truknya?"

Prudan itu menatapnya terkejut, "Aku menyebut-nyebut soal truk?"

"Kau tadi menyuruh kita tetap di sini sampai truknya pergi. Kenapa memangnya dengan truk itu?"

"Bukan apa-apa...."

Mereka bersitatap lagi dan sepertinya Irfan bisa menduga kalau Sarah tidak puas dengan jawabannya.

"Aku hanya.... punya masalah dengan sopir truk, oke? Aku tidak suka kendaraan-kendaraan besar. Truk, bus, trailer, tangki...." Irfan berhenti, seolah kembali tersesat dalam lamunan singkat, dan Sarah melihat kegelisahan yang menopeng di wajah pemuda itu seperti saat mereka berada di kios buah tadi.

"Gimana kalau kau ambil buahnya tadi? Aku akan ambil sepedanya di bengkel dan kita bisa segera pulang?" Irfan mengangkat alisnya bertanya sambil menyeka darah dari hidungnya.

Tidak bisa tidak Sarah merasa bersalah juga atas pukulannya tadi. Ia benar benar menggigit karena kesal, dan memukul bukan untuk sekedar memberi peringatan. Ia mengerahkan segenap kekuatannya. Sempat terbayang tadi kalau Irfan akan menjadi ikut jengkel dan berteriak lebih keras kepadanya, dan mereka akan berakhir bertengkar di tepi jalan. Tetapi dokter muda itu malah minta maaf, padahal Sarag yang meninjunya. Orang ini benar-benar punya bakat membuat orang lain merasa tidak enak.

My  Lovely Lieutenant's  LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang