Irfan memarkir mobilnya di halaman auditorium SMU Kalam Bakti dan tahu bahwa ia sudah terlambat. Seperti yang direncanakannya.
Sarah sudah memutuskan untuk berangkat bersama Rianti dan Kika pukul tujuh sore tadi, dan Irfan mencari-cari alasan agar ia juga tampak sibuk, sehingga tidak bisa mengantar Sarah. Sebenarnya untuk siapa dia mencari-cari alasan? Agar tidak tampak kecewa di depan Sarah karena ia lebih memilih berangkat bersama teman-temannya, atau karena ingin menyelamatkan muka di depan teman-teman gadis itu?
Irfan mendongkol saat Sarah berpamitan dengan begitu gembira karena jemputannya sudah datang. Kika dan Rianti bersama ayahnya berseru-seru begitu gaduhnya, dan ia melambai sambil tersenyum dari bawah kap mesin jeepnya yang sedang pura-pura diperbaiki.
Sarah begitu cantik malam itu, dengan stelan blus dan rok pendek doreng hijau dan sepatu boot hitam sebatas pergelangan kakinya.
"Aku berangkat duluan, Kak."
"Ya, aku menyusul begitu mobilnya selesai."
Sarah tersenyum dan memberikan sebuah kecupan di pipi yang dibalasnya denga serupa. Teman-temannya tertawa mengikik dari mobil melihat mereka berdua.
"Jangan terlambat."
"Oke."
Begitu mereka pergi, Irfan membanting kap jeep dengan marah. Ia berteriak kesakitan karena tangannya terjepit, dan kedongkolan di dalam dadanya kian membuncah. Ia benci Sarah lebih memilih pergi dengan teman-temannya, benci pada dirinya karena tidak mampu mencegah hal itu terjadi, dan lebih membenci dirinya lagi karena berbohong soal mobil yang rusak. Memangnya siapa anak-anak itu sehingga bisa membuatnya kehilangan jati dirinya yang sebenarnya?
Akhirnya Irfan menghabiskan setengah jam di bawah air dingin pancuran untuk memadamkan kejengkelannya. Dan kini Prudan itu akan menerima konsekuensi apapun yang dilemparkan Sarah kepadanya karena datang terlambat.
Ia melepaskan sabuk pengaman dan memandang amplop hijau besar berhias pita yang tergeletak di jok sampingnya. Sarah akan menemukannya saat naik ke mobil ketika mereka pulang nanti. Mungkin mereka bisa membukanya bersama-sama di sebuah tempat yang sunyi dan indah yang diketahui Irfan tak jauh dari tempat sekolah itu berada.
Akan ada suara jengkerik, bulan yang hampir purnama, pemandangan kota yang seperti lautan cahaya di bawah mereka. Ia membawa minuman dan makanan kecil, dan tenda, dan parafin untuk membuat api unggun kalau-kalau tidak ada kayu bakar yang bisa didapat. Dan akhirnya mungkin mereka bisa menginap di alam terbuka sampai pagi tiba.
Irfan menghela nafas saat turun dari mobil, beryukur karena kemarahannya sudah jauh mereda. Ia akan menganggap ini bagian dari belajar memahami Sarah. Gadis itu masih muda, masih suka pergi berendengan dengan teman-temannya. Jika sekali waktu harus mengalah pada mereka, ia akan belajar menerimanya.
Memasuki lobby auditorium yang sudah sepi, Ia hanya disambut oleh dua orang penerima tamu. Pemuda itu mengisi buku tamu dan mengatakan dengan siswa siapa ia datang. Kedua gadis itu langsung mempersilakannya masuk.
Saat menuruni tangga di ruang auditoriun tempat acara dilaksanakan, semua orang tengah berdiri, karena kelompok paduan suara di atas panggung sedang menyanyikan lagu himne guru. Irfan menuruni beberapa anak tangga lagi dan bisa melihat Sarah berdiri di deretan paling depan paduan suara itu, ikut menyanyi bersama yang lain. Ia maju beberapa langkah lagi, dan gadis itu meliriknya. Irfan memberi isyarat lambaian kecil, dan Sarah tersenyum sedikit.
Saat lagu kedua dinyanyikan, para siswa itu maju sebagian mengalungkan rangkaian bunga pada guru favorit mereka. Beberapa siswa yang lain bahkan maju lebih jauh dan memberikan kalung bunga mereka kepada orang tuanya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Lieutenant's Love
Romance#17 in tragedy (juni 2018) #1 in military (13 juli 2018) Letnan dokter Irfan Budioko menikah dengan adik almarhum sahabatnya tanpa pernah bertemu sebelumnya kecuali dari selembar foto: remaja cerdas 16 tahun, pendekar wushu keras kepala yang jatuh...