"Ketika hati tak sejalan dengan pikiran, semua tak akan ada gunanya. Tapi ketika itu terjadi ketidak jujuranmu akan dijawab oleh rasa sakit"
------------------------------
Keadaan seperti ini mampu membuat jantung Naila berdebar-debar parah, lebih parah dari reaksinya terhadap Rafa. Yaitu ketika bersama Noel Arkanzie, mereka sudah berteman sejak SMP dan jadi dekat ketika mereka dipasangkan untuk duduk di bangku yang sama. Setiap hari melakukan hal berbarengan, perhatian demi perhatian tentu juga saling dilontarkan.
Naila sebenarnya sudah lama memendam rasa pada Noel, namun ia tetap memilih diam. Belajar dari pengalaman tidak akan ada persahabatan yang bisa utuh jika dibarengi oleh cinta. Naila tidak tahu apakah Noel juga merasakan hal yang sama, tapi yang ia tahu Noel selalu ada untuknya dan kadang posesif pada dirinya, seperti sekarang aja...
"Lo ngapain di rumah cowok itu?" tanya Noel sinis.
"Ada urusan aja, soalnya gue yang buat dia jatoh dan kakinya terkilir. Seenggaknya kan gue bertanggung jawab..." jawab Naila berusaha tenang.
"Tapi nggak mesti sampai nganterin ke rumahnya juga kali..." ucap Noel, kedua alisnya menyatu.
"Maaf No, gue cuma ngelakuin yang terbaik yang bisa gue lakuin buat nebus kesalahan gue." Sahut Naila tertunduk.
"Iya deh, gue tahu maksud lo baik. Tapi gue akan terus pantau lo dan gue akan jemput lo kalo lo ke rumahnya lagi..." ucap Noel dengan nada yang ditekan, Naila hanya tertunduk ia bingung antara harus senang karena perhatian itu atau ia harus merasa terkekang, ia bingung.
Naila melirik Noel yang sedang serius menyetir, memang kalau dibandingkan dengan Rafa, dari segi penampilan Noel mungkin masih kurang. Tapi ia adalah cowok terbaik yang pernah Naila temui dalam hidupnya, andai saja dari dulu ia berani pasti ia sudah lama mengatakan perasaannya.
Gue suka sama lo, empat kata itu andai saja ia bisa mengatakannya.
Noel menepikan mobilnya di sebuah kafe yang bernama Da Maria Café, kafe yang semua unsur furniture dan juga catnya berwarna biru, yang merupakan milik ayahnya Hendrix Leighton, orang Prancis yang mengubah kebangsaannya menjadi Indonesia. Hal itulah yang membuat Noel memiliki mata cokelat terang seperti bule.
"Lo yakin nggak apa-apa?" tanya Naila sambil menatap sekeliling.
"Iya, gue udah bilang kok ke bokap gue. Dia seneng banget malah, dan lo juga bisa nyalurin bakat lo..." ucap Noel meyakinkan Naila.
Naila kemudian berjalan ke grand piano yang berwarna putih bersih mengkilap di panggung yang berada di pojokan ruangan. Jari jemarinya menyentuh tuts-tuts piano itu dengan senang, hanya ini cara satu-satunya ia bisa bermain piano lagi. Sejak papanya meninggal, mamanya benar-benar menutup diri dan melarang Naila untuk bermain piano atau bahkan mendengar sebuah musik dengan piano sebagai instrumennya. Hanya karena ingin berusaha bangkit dari kesedihan dan ingatan tentang papanya sebagai seorang pianis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Detention
Fiksi RemajaBerawal dari sebuah kecerobohan kita bisa mengalami sesuatu di luar dugaan. Berawal dari sebuah kesombongan kita bisa mengalami sesuatu di luar prediksi. Berawal dari sebuah keikhlasan kita bisa mengalami sesuatu yang luar biasa. Ketika hati lebih...