"Hatiku bimbang, rasanya seperti mau meledak ketika kau mengatakan sesuatu yang membuatku senang dan sedih di saat yang sama"
---------------------------
"Because I love you Nai..."
Jawaban Rafa itu membuat Naila terhenyak, ia terdiam dengan kepala yang masih tersandar di dada cowok itu. Jawaban yang sama sekali tak pernah ia prediksikan akan keluar dari mulut seorang Rafa. Bagaimana mungkin cowok itu bisa samai jatuh cinta padanya? Naila menatap dada Rafa yang terasa hangat, sungguh hangat menenangkan.
Namun alih-alih menikmati ketenangan itu, mata Naila tertuju pada noda yang melekat di seluruh baju Rafa. Gadis itu kemudian memundurkan wajahnya, bersamaan ketika wajah Rafa yang sayu juga ikut mendongak. Mata cowok itu membulat sempurna ketika dilihatnya wajah gadis yang dari tadi dipeluknya, belepotan dengan cairan lengket warna hitam.
"Lo... lo Naila kan???" tanya Rafa spontan mundur beberapa langkah.
Naila terbahak, ia kemudian mengambil tisu dan mengelap wajahnya, "lo sih main peluk-peluk aja gue kan lagi maskeran." Ucap Naila, namun bukannya lega Rafa malah makin terkejut ketika melihat wajah gadis itu.
"Lo bukannya pianis di Da Maria Café?" ucap Rafa sedikit terbata-bata.
Naila terdiam, pandangannya menyebar. Satu lagi orang yang telah mengetahui wajah aslinya yang selama ini ia sembunyikan. Bingung mau mengatakan apa, Naila hanya mengangguk memberikan jawaban pada Rafa.
Rafa mengacak rambutnya, entah ia harus senang atau sedih ia tak mengerti. Senang karena ternyata aslinya Naila sangat cantik atau sedih karena selama ini ia seperti orang bodoh yang terus-menerus mengejek gadis itu dan mengata-ngatainya sebagai cewek culun.
Naila mendekati Rafa dan mengelapkan kain basah di baju cowok itu, setidaknya agar noda maskernya berkurang. Namun Rafa menampik tangan Naila. Cowok itu menghela napas dalam, wajahnya terlihat diliputi pikiran kalut. Naila mengerti pasti Rafa terkejut mengetahui fakta tentang dirinya, dan pasti juga marah karena telah dibohongi.
"Lo marah sama gue?" tanya Naila.
Rafa menggeleng, rasanya ia tak memiliki hak untuk itu. Lagi pula ia bukanlah siapa-siapanya Naila.
"Noel, tahu wajah lo yang ini?" tanya Rafa menatap Naila dalam.
Cewek itu Nampak sangat imut dalam balutan piyama warna pinknya, ingin rasanya Rafa memujinya dan mengatakan 'cantik' padanya. Tapi sungguh ini bukanlah momen yang tepat. Naila mengangguk, memberikan sebuah jawaban singkat namun lugas. Rafa berdecih ringan sambil menyengir, entah mengapa rasanya ia merasa sedikit dicurangi.
"Hari ini, gue ngelepas lo..." ucap Rafa. Cowok itu menyentuh kepala Naila dan menepuk-nepuknya dengan lembut.
Situasi yang sungguh membuat suasana hati terbolak-balik ini membuat Naila terpaku ketika melihat Rafa menebarkan senyuman hangat namun juga dengan mata yang berair, cowok itu perlahan berbalik, membiarkan Naila menonton punggungnya yang tegap dan terus menjauh hingga keberadaannya terhapuskan oleh waktu.
Beberapa menit kemudian, setelah otak gadis itu berhasil mencerna peristiwa spontan ini. Kaki-kaki mungilnya berlari ke luar mencari keberadaan cowok itu, namun hanya sebuah kepulan asap yang berasal dari motor vespa antic yang tersisa. Naila tetap saja hanya mampu memandangi punggung Rafa yang kian menjauh di telan gelapnya malam.
***
Naila terduduk di ruang tamu, masih merenungi semuanya. Merenungi perkataan Rafa dan juga sikapnya serta sikap mamanya. Gadis itu menggigit bibir bawahnya, tak benar kata orang yang mengatakan bahwa masa remaja adalah masa untuk senang-senang. Nyatanya dalam hidup Naila itu tak benar, karena dalam hidupnya yang ia lalui sekarang semuanya hanyalah konflik.
Ia ingin bermain musik, karena hanya rasa memainkan alat musik itulah yang membuat kerinduannya pada papanya merasa terobati, tapi mamanya melarang hanya karena mama tak ingin lagi mengingat kenangan-kenangan yang membuatnya teringat pada papanya. Tapi bukankah itu egois? Salah besarkah kalau seorang anak merindukan papanya? Naila ingin mengetahui bagaimana Nova memikirkan hal itu dari sudut pandangnya, namun Nova sampai sekarang masih tetap bungkam. Jadi salahkah semua ini?
Dan untuk Rafa yang tiba-tiba mengutarakan isi hatinya seperti itu sungguh membuat Naila syok, dan ditambah lagi kata-kata 'merelakan' itu. Mengapa rasanya seperti ada superhero yang sedang menyelamatkannya namun menjatuhkannya tepat di arena musuh? Itu sakit. Sakit sekali sampai Naila tak merasakan apapun dari pengakuan Rafa kecuali rasa sesak dan perih yang tertambah.
Cukup rasanya Noel mengatakan hal itu padanya, dan kini Rafa menaburkan garam di atas luka yang masih menganga lebar. Ia tidak tahu bagaimana hari esok akan dihadapinya, semua peristiwa ini bergulir begitu cepat, hingga rasanya sang waktu tak memberi ruang untuknya menjelaskan sesuatu. Ingin rasanya ia berteriak sekeras mungkin, melepaskan seluruh sesak yang membuncah di dada. Namun ia tak bisa, tempat ini bukanlah tempat yang tepat melakukan hal itu.
Ponsel yang tergelak manis di hadapannya sama sekali tak menggunggah untuk disentuh. Naila bingung, mencari tahu apa yang terjadi pada Rafa hingga cowok itu bertindak demikian sangat ingin ia lakukan. Tapi di benaknya yang lain masih ada yang menghentikannya, dan mengatakan ini belum saatnya. Sementara di sisi lain pikirannya terus saja memberontak. Naila menutup wajahnya, malam yang dingin ini menemani lelehan hujan yang jatuh dari mata gadis itu. Bersama suara jangkrik di luar, tangisan Naila berkumandang.
***
A/n: Part ini didedikasikan untuk @vantaseangel210999 yang sudah follow, baca, vote, dan comment di cerita ini. Thank you very much honey <3
Maaf ya part ini pendek, soalnya emang khusus ungkapan kegundahan hati Naila...
Jangan bosen-bosen pantengin BD ya^^
Salam unyu
Intantien <3
~24 Februari 2018~

KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Detention
Fiksi RemajaBerawal dari sebuah kecerobohan kita bisa mengalami sesuatu di luar dugaan. Berawal dari sebuah kesombongan kita bisa mengalami sesuatu di luar prediksi. Berawal dari sebuah keikhlasan kita bisa mengalami sesuatu yang luar biasa. Ketika hati lebih...