28

38 7 0
                                        

"Hanya rasa terima kasih"
-------------------------------

Naila POV

Lamunan gue itu terlalu frontal. Hati dan cinta, kata itu nggak pernah saling menyatu, yang memiliki kemungkinan besar dekat dengan hati itu adalah 'sakit'. Makanya nggak pernah ada istilah cinta hati, tapi kalau sakit hati udah lumrah banget. Jujur gue nggak ingin disakitin lagi, mungkin iya gue memiliki banyak kepalsuan tapi bukankah gue nggak deserve untuk merasakan sakit hati seperti itu? Iya kan?

Hanya saja gue nggak bisa menolak permintaan cowok ini sekarang, ia terlalu baik dalam segala hal, walaupun diluarnya sangat dingin. Tapi gue nggak bisa memungkiri kalau anak ini tsundere, sangat hangat. Gue hanya menganggukkan kepala gue demi membalas binaran matanya yang menunggu, diikuti gerakan jari gue yang mulai memainkan lagu Beethoven favorit gue. Sementara Rafa tersenyum dan terlihat menikmati alunan nada-nada.

***

Kalian nggak akan pernah ngerasa berada di perputaran waktu yang sangat cepat, hari-hari gue jalani dengan manis bersama Rafa. Ia selalu memperlakukan gue seerti biasanya namun lebih hangat. Semuanya juga sudah membaik termasuk nyokap gue. Dan sekarang gue sedang berdiri di depan rumah dengan dress berwarna soft pink yang nyokap gue beliin seminggu yang lalu. Nyokap gue menatap nanar ke arah gue, dua bola mata itu terlihat begitu bersinar.

"Kamu cantik banget nak..." ucap nyokap menyunggingkan senyum manisnya.

Suara bising mesin mobil membuat kami berdua berpaling, Rafa turun dari mobil mengenakan setelan jas berwarna hitam mengkilat. Ia terlihat agak lucu berpakaian terlalu rapi seperti itu. Cowok itu kemudian dengan gagahnya menyalimi nyokap gue dan mengulurkan tangannya ke arah gue. Sejenak gue menatap nyokap sebelum akhirnya gue menyambut uluran tangan itu setelah nyokap gue memberikan isyarat sebuah anggukan lembut.

Gue masuk ke mobilnya, seperti biasa Rafa selalu memberi suguhan senyumannya. Tapi ia lebih lembut hari ini. Mungkin karena ini adalah hari yang istimewa, hari dimana semuanya juga akan berakhir. Hari dimana gue menepati janji gue dan menyelesaikan semuanya. Hari dimana masing-masing dari kita juga akan fokus untuk mempersiapkan tujuan hidup masing-masing.

"Lo cantik banget hari ini..." ucap Rafa nyengir.

"Haha... mmm gue rasa gue nggak perlu lagi nyembunyiin semuanya. Gue hanya perlu jadi diri gue sendiri."

"Iya sih lo bener, apa lagi lo cantik kayak gini. Ngapain malu? Ngapain juga disembunyiin." Goda Rafa.

"Eleh, mulai lagi deh lo. Nggak mempan haha..." ucap gue cengengesan.

"Ntar pokoknya lo harus ngabisin waktu sama gue, nggak usah sama temen-temen lo."

"Yih, emang kenapa?" gue sewot.

"Karena ini terakhir." Ucap Rafa sembari mematikan mesin mobil yang telah terparkir sempurna, ia menatap gue dengan tatapan memelas berusaha meluluhkan hati gue.

"Iya deh..."

Masih dengan sikap istimewanya Rafa membukakan pintu mobil dan menggandeng tangan gue. Kami melangkah memasuki ruang dansa. Dari kejauhan gengnya menatap kami sambil sedikit mengumbar senyum.

"Widih, bener ternyata ya..." ucap Deon menyenggol Rafa.

"Udah diem!" tegur Rafa.

Deon menepuk-nepuk pundak gue sambil tersenyum, "tolong ya, dikondisikan cantiknya." Ucapnya kemudian menjauh, gue menatap Rafa sedikit bingung.

"Nggak usah dipeduliin."

"Waduh...waduh... tega ya kamu nak Raf sama ibu..." tiba-tiba ibu Wijaya menghampiri.

"Halo Bu..." ucap Rafa nyengir sementara gue menundukkan kepala.

"Mmm tapi kalo pasangannya cantik gini sih nggak apa-apa. Enjoy the party." Ucap Bu Wijaya, terlihat setumpuk kertas bertengger di tangannya sepertinya ia akan memberikan sambutan.

"Iya bu..." ucap kami bersamaan.

"Bu Wijaya tuh unik ya." Ucap gue setelah Bu Wijaya berlalu.

"Haha... iya, tapi kadang gue rishi sih soalnya kayak nggak pantes banget guru centil begitu.

"Ah lo mah semuanya lo bawa serius. Ibu itu kelihatannya cuma suka bercanda kok." Sanggah gue.

"Iya deh Nai..." balas Rafa mengalah dengan cepat.

Gue keinget sama Noel, anak itu pasti udah bareng pacarnya sekarang. Mata gue menyebar ke segala penjuru, dan ternyata benar ia terlihat sedang bersendau guaru bersama gadis itu.

Masa remaja memang masa-masa yang paling indah, dimana gue sadar dimasa ini selain menikmati rasa-rasa cinta monyet, gue juga menemukan jati diri gue. Gue lebih merasa gue harus menerima diri gue, yah walau sebelum semuanya berjalan lancer tetap ada aja rintangan.

Dan malam ini gue berdansa dengan cowok yang sama sekali nggak pernah terlintas dipikiran gue. Gue merasa sangat beruntung, setidaknya untuk sekarang. Hanya satu kata yang bisa gue bisikkan ditelinganya, "TERIMAKASIH".

Fin

Beautiful DetentionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang