"Gue lebih baik ngelepasin dia untuk bahagia daripada harus sengsara dalam dekapan gue."
----------------------------------
Kedua kaki itu berdiri ditemani sepasang mata yang memandang penuh keraguan, menatap sebuah rumah yang telah ia datangi beberapa kali. Hanya dengan sebuah alasan, untuk menemui cowok itu. Beribu rasa kian membuncah di dada, kalau ditanya khawatir itu tentu saja, takut juga iya, panik juga iya, tapi rasa penasarannya lebih besar ketimbang semua rasa yang lain itu.
Naila melangkahkan kakinya yang terasa berat dan mengetuk pintu rumah itu. Tak lama seorang wanita paruh baya membuka pintu, ia terlihat sangat senang ketika mendapati Naila di hadapannya.
"Eh Naila tante kangen deh sama kamu..." ucapnya sembari memberikan dekapan hangat.
"Iya tante Nai juga." Balas Naila.
"Mau cari Rafa ya?" Tanya Maya yang sepertinya sudah tahu tujuan dan maksud kedatangan gadis manis itu ke rumahnya.
Naila mengangguk, Maya tersenyum dan kemudian menarik lengan Naila menuntun gadis itu masuk ke dalam rumahnya hingga tiba di pekarangan belakang.
"Tuh Rafa lagi main sama si Bobi, tadi pagi dia nggak enak badan makanya nggak sekolah." Ucap Maya, ia menunjuk ke arah Rafa yang sedang duduk di sebuah kursi santai dengan seekor anjing ras Havanese di pangkuannya.
"Samperin aja, dia pasti seneng banget kamu datang." Lanjut Maya sembari menepuk-nepuk ringan pundak Naila dan meninggalkannya yang masih mematung.
Naila menghela napas berat, Rafa sudah berada di depan matanya tapi entah kenapa ia masih merasa sedikit gelisah. Tapi Naila mencoba untuk menampik rasa itu, gadis itu kemudian menyampiri sang cowok.
"Raf.." sapa Naila membuat mata Rafa berpaling.
"Naila, lo kok bisa di rumah gue?"
"Harusnya gue yang nanya sama lo, lo kok tiba-tiba ngilang?" ucap Naila dengan kening berkerut.
Rafa tersenyum utas, ia menarik tangan gadis itu dan membuatnya terduduk di bangku selonjor yang berada tepat di sampingnya.
"Rileks, lebih baik lo tiduran dulu kayak gue. Nikmatin dulu nih cuaca." Ucap Rafa seperti hipnotis yang membuat Naila menurut tanpa perlawanan kata semorfem pun.
Si Havanese kecil juga seperti telah bersekongkol dengan sang majikan, anjing kecil itu langsung tidur di samping Naila dan menggesekkan tubuhnya manja.
"Jawab pertanyaan gue..." ucap Naila.
"Gue sakit Nai, makanya gue nggak hadir di sekolah." Balas Rafa.
"Kelihatan sehat kok."
"Dari mana lo tahu? Emangnya lo bisa lihat betapa remuknya hati gue?" tanya Rafa nyengir.
"Ih kok jadi puitis sih?"
"Nggak kok, beneran kok. Sakit kan nggak selalu cuman sakit fisik, sakit hati kategori sakit juga kan?"
"Tapi kan beda!"
"Nggak beda tuh, buktinya rasanya sama tetep aja sakit." Sahut Rafa tak mau kalah.
Naila memalingkan wajahnya dari langit menatap tajam wajah cowok itu dilengkapi alis yang menyatu.
"Emangnya siapa yang nyakitin lo? Sini bilang ke gue, gue hajar!"
"Nggak perlu, lo kan udah nggak ada hubungan apa-apa sama gue. Kontrak kita juga udah putus." Jawab Rafa sambil memejam.
"Kok gitu?!" ucap Naila dengan bibir memanyun.
"Lagian juga gue nggak pengen lo ngehajar dia. Nanti cantiknya hilang..." sahut Rafa nyengir.
"Cewek kayak gitu masih aja dibela, bodoh banget sih!"
"Biarin aja, ngomong-ngomong Noel gimana?"
Naila menghela napas berat ketika mendengar pertanyaan Rafa itu, tiba-tiba saja sesak itu kembali terasa. Ia terngiang kata-kata Noel yang mengatakan ingin menembak Elsa dengan bunga kesukaannya.
"Kok diem?" tanya Rafa sembari mengintip ke arah Naila.
"Anak-anak ini buah, pasti enak kalo ngobrol sambil makan buah..."
Maya datang membawa berbagai macam buah yang telah ia kupas dan potong dengan rapi. Perempuan itu menyuguhkannya dengan lembut dan mimik wajah ayunya yang khas.
"Makasih banyak tante." Ucap Naila saat menerima piring penuh buah.
"Iya sama-sama, tante seneng banget kamu kemari. Rafa jadi ada temennya deh, semalem dia nangis tuh kayak cewek tapi nggak mau bilang ke tante apa penyebabnya." Ucap Maya keceplosan membuat mata Rafa melotot hamper lepas dari lubangnya.
Naila terkikik sambil melahap sepotong melon, sementara Rafa memasukkan semangka dengan ukuran besar ke dalam mulutnya secara kasar.
"Ya udah lanjutin obrolan kalian, tante mau masuk dulu. Mau lanjut masak buat ntar makan malem." Ucap Maya meninggalkan dua sejoli itu.
Atmosfernya tiba-tiba saja semakin aneh ketika Maya pergi, apalagi sekarang Naila dan Rafa saling berhadapan dengan mulut menggelembung di penuhi buah, sungguh situasi yang awkward. Cepat-cepat Naila menelan makanannya dan meneguk segelas air putih yang juga diberikan oleh Maya tadi.
"Ternyata kamu sakit hati bisa sampai segitunya ya? Lebih parah dari aku." Ucap Naila.
Rafa mengernyit, lagi-lagi ia memasukkan potongan buah semangka yang besar tanpa menggubris kata-kata Naila.
"Berarti cewek itu berarti banget ya? Dan aku baru tahu kalau kamu itu playboy."
Tiba-tiba Rafa tersedak, semangka itu langsung salah arah saat lontaran kata-kata itu keluar dari mulut Naila. Cowok itu cepat-cepat mengambil air putih dan meneguknya sembari menepuk-nepuk dadanya.
"Jangan sembarangan gue bukan playboy!" Balas Rafa tak terima.
"Buktinya aja lo bilang gitu tadi malem ke gue, dan eh tiba-tiba lo ditolak cewek? Kan gila banget ya?"
"Emangnya sakit hati cuma berlaku ketika lo ditolak?"
"Iya, atau nggak ditolak sebelum ngenyatain."
Rafa tersenyum, ia mendekat ke Naila membuat gadis itu sontak terdiam. Rafa mendekatkan wajahnya ke wajah Naila, yang membuat gadis itu langsung berubah kikuk dengan pipi yang mulai merona kemerahan.
"Uh!" Rafa mencubit kedua pipi Naila.
"Otak anak ini pasti ada di pipi ya, sampe bisa setembem gini pipinya." Kata Rafa mencubit pipi Naila gemas.
"Aduh, lo apa-apaan sih sakit tahu!" ucap Naila menampik tangan Rafa dengan kasar.
"Cuma pengen mastiin otak lo beneran turun ke pipi atau nggak, gue nggak habis pikir soalnya lo bisa mikir kalo gue itu playboy. Lo jawab dulu pertanyaan gue, gimana lo sama Noel?"
Naila yang masih memegangi pipinya mendelik, lagi-lagi membahas cowok itu.
"Dia mau nembak Elsa, tadi dia nanya gue buat milihin bunga apa yang bagus untuk nembak."
"Hmm gitu ya? Terus karena itu lo kemari? Karena sakit hati?"
"Nggak, lagian juga gue udah nggak ada rasa sama Noel. Biarin dia bahagia, gue lebih baik ngelepasin dia untuk bahagia daripada harus sengsara dalam dekapan gue."
"Tapi pasti lo sakit hati kan?"
"Nggak!"
"Bohong!"
"Iya..."
"Tuh berarti sakit hati nggak selalu terjadi ketika kita ditolak, tapi juga ketika kita ngelepasin. Dan itu yang gue rasain."
"Rasain ke siapa? Cewek itu?"
"Iya ke cewek itu, tapi sekarang gue lega. Langit hari ini indah banget ya..." ucap Rafa sambil membaringkan kembali tubuhnya dan menatap kembali langit cerah yang membentang biru.
***
2 April 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Detention
Teen FictionBerawal dari sebuah kecerobohan kita bisa mengalami sesuatu di luar dugaan. Berawal dari sebuah kesombongan kita bisa mengalami sesuatu di luar prediksi. Berawal dari sebuah keikhlasan kita bisa mengalami sesuatu yang luar biasa. Ketika hati lebih...