"Aroma bau busuk bangkai pasti akan tercium juga seberapa pun pandainya kau menyembunyikannya, begitu pula dengan kebohongan suatu saat pasti akan terbongkar."
-------------------------------------------
Rafa melemparkan ponselnya, wajahnya cemberut dengan mulutnya yang maju beberapa centi serta alisnya yang mengerut menyatu antara yang kanan dan kiri.
"Uh, lo dimana sih?!" Gerutu Rafa sambil kembali meraih ponselnya dan menatap huruf-huruf yang tertera di layar ponsel itu.
Tiba-tiba saja sebuah ilham melintas di kepalanya, cowok itu kemudian mengambil tongkat penyangga badannya dan keluar dari kamarnya. Maya terlihat sedang asyik menikmati secangkir teh sambil membaca majalah wanita terbaru minggu ini.
"Mama, Rafa pengen keluar mau ke kafe. Rafa pengen dengerin musik yang instrumennya piano." Ucap Rafa pada Maya, membuat wanita paruh baya itu mengalihkan perhatiannya dari majalah.
"Dengerin piano? Kenapa kamu nggak main piano yang ada di ruang kerja papa? Kasian kan cuma jadi pajangan doang?" Tanya Maya kemudian menyesap tehnya pelan.
"Ah mama, Rafa bukan pengen main. Lagian Rafa nggak sendiri kok, Rafa mau ngajakin Naila juga tapi dari tadi Rafa hubungin dia nggak jawab, makanya Rafa pengen jemput dia..." ucap Rafa dengan mata berbinar.
"Oh gitu ya udah deh..." balas Maya, kedua bola mata dengan iris hitam pekat itu kembali mengarahkan pandangannya pada majalah.
"Eh, mama lupa bilang. Tadi Pak Udin minta izin mau cuti seminggu, jadi ada supir pengganti namanya Pak Narto, kayaknya dia lagi ngelap mobil tuh sekarang. Bilang aja suruh nganter." Kata Maya saat Rafa hendak beranjak.
"Oke ma..." balas Rafa sambil menunjukkan huruf O dengan menyatukan ujung telunjuk dan ibu jarinya.
Rafa kemudian berjalan ke garasi, ternyata benar Pak Narto lagi ngelap mobil. Rafa tersenyum karena melihat orang tua itu sangat ulet dalam bekerja.
"Permisi pak, Pak Narto ya?" Tanya Rafa.
Lelaki paruh baya itu bergeming, ia terlihat tetap fokus pada pekerjaannya. Rafa menggeleng dan mengulas senyumnya sekali lagi. Dan sekali lagi ia mengatakan kata-kata yang sama, namun Pak Narto tetap tak menghiarukannya, dan untuk ketiga kalinya Rafa berkata dengan suara yang keras.
"Eh, aden. Saya nggak lihat..." ucap Pak Narto sambil cengar-cengir menghadap Rafa.
"Oh, gitu ya pak..." ucap Rafa menghela napasnya ringan, ia menatap Pak Narto dari ujung rambut sampai ujung kaki. Terlihat normal dan wajar, "mungkin bapak ini terlalu fokus kerja kali sampe nggak denger gue ngomong, nggak mungkinkan dia budek..." gumam Rafa dalam hati.
"Mmm kenalin den, nama saya Narto." Ucap Pak Narto sambil mengulurkan tangannya.
"Rafa..." ucap Rafa, menyambut uluran tangan itu.
"Kalau aden suka nonton film Naruto pasti bisa keinget terus sama saya. Namanya mirip soalnya, orang-orang juga biasa panggil saya Naruto. Saya sampe afal jurus-jurusnya kayak apa tuh? Ah, iya rasengan..." kata Pak Narto sambil memperagakan jurus Naruto, ia menengadahkan tangan kirinya dan menelungkupkan tangan kanannya kemudian memutar-mutarkan berlawanan arah sambil memasang senyum yang menunjukkan seluruh giginya dengan jelas.
"Haha... oh gitu ya pak, Narto sama Naruto, iya mirip..." ucap Rafa sambil tertawa renyah.
"Kalo gitu bisa kagebunshin juga dong pak..." lanjut Rafa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Detention
Teen FictionBerawal dari sebuah kecerobohan kita bisa mengalami sesuatu di luar dugaan. Berawal dari sebuah kesombongan kita bisa mengalami sesuatu di luar prediksi. Berawal dari sebuah keikhlasan kita bisa mengalami sesuatu yang luar biasa. Ketika hati lebih...