twenty six

5.8K 774 13
                                    

Sejujurnya Jihyun tidak perlu terkejut saat Jimin mengajaknya ke penthouse miliknya. Bahkan seluruh gedung apartemen ini milik lelaki itu. Hanya saja bagaimana besarnya tempat tinggal Park Jimin seorang diri membuat Jihyun terkagum-kagum tentang bagaimana kayanya lelaki itu.

Jimin membawanya ke sebuah ruangan yang berisi tempat tidur berukuran queen size di dalamnya. "Ini. Lemari milikmu. Dulu kau sering sekali menginap di sini sampai-sampai aku punya lemari khusus milikmu di rumahku," ucap Jimin sembari menunjuk sebuah lemari berwarna hitam, senada dengan konsep penthouse Jimin yang berwarna hitam, putih, abu.

"Kamar mandinya ada di sana. Bersihkan dirimu dulu." Jimin menunjukkan sebuah pintu yang terletak tidak jauh dari lemari tersebut berada.

"Terima kasih Jim."

Jimin hanya tersenyum mengacak rambut Jihyun pelan kemudian keluar meninggalkan Jihyun sendirian di ruangan itu.





----->>♥<<-----






Selesai mandi, Jihyun segera keluar dari ruangan tersebut dan menemukan Jimin yang sudah selesai mandi sedang berkutat di dapur. Rambut lelaki itu masih basah, tidak ia keringkan dengan sempurna. Jujur saja, Jihyun menikmati pemandangan di depannya. Walaupun ia hanya bisa melihat punggung Jimin, gadis itu tidak bisa berhenti mengagumi bagaimana menawannya lelaki itu.

"Sudah puas menatap punggungku? Sebenarnya kau bisa melihat bagian depan tubuhku sepuasnya kalau kau mau," ucap Jimin tiba-tiba. Lelaki itu tidak bergeming dari tempatnya, tidak membalikkan badannya, tapi ia tahu Jihyun sedang memerhatikannya.

Rona merah menghiasi kedua pipi Jihyun saat ia tertangkap sedang memerhatikan Jimin. Gadis itu mendekat ke arah Jimin, memerhatikan lelaki itu yang sedang merebus ramyun.

"Wajahmu akan membengkak jika kau makan ramyun jam segini," ucap Jihyun setelah Jimin mematikan kompornya.

"Aku tahu. Aku lapar dan aku malas memasak selain ramyun." Jimin mengangkat pancinya, dan menaruhnya di atas meja pendek di depan LED TV-nya yang besar. Lelaki itu kembali ke dapur untuk mengambil peralatan makannya.

"Kau mau makan?" tanyanya. Jihyun menggeleng. Ia tidak mau terlihat seperti babi karena wajahnya yang membengkak akibat makan ramyun larut malam.

Jimin kemudian mendudukkan dirinya di karpet dan mulai bersiap-siap makan. "Apa yang kau lakukan di sana? Duduklah di sini. Tunggui aku makan." Jimin menepuk tempat di sebelahnya dan Jihyun langsung duduk di situ.

Jimin langsung memakan ramyun-nya dalam diam dan Jihyun hanya memerhatikan lelaki itu makan. Merasa canggung hanya diperhatikan makan, Jimin menghidupkan TV di depannya. Lelaki itu kemudian dengan cepat menghabiskan makanannya hingga tetes terakhir. Setelah selesai makan, ia menghela napasnya kasar, merasa lega karena rasa laparnya hilang.

Ia menolehkan kepalanya ke samping, ke tempat Jihyun duduk. Lelaki itu tersenyum, melihat bagaimana Jihyun tertidur dengan punggungnya bersender sofa dan kepalanya di lengan sofa. Gadis itu terlihat sangat kelelahan dan wajahnya terlihat sangat damai saat tertidur. Jimin menjadi tidak tega melihat Jihyun tidur dengan posisi seperti itu.

Malas membersihkan peralatan makannya, Jimin segera bangkit dan menggendong Jihyun masuk ke dalam kamar. Dengan sangat perlahan lelaki itu meletakkan Jihyun di kasurnya dan menutup gadis itu dengan selimut. Jimin ikut berbaring di sebelah gadis itu, menatapnya lekat.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu sampai kau terkena amnesia. Tapi aku akui selama ini kau berubah," bisik Jimin dengan suara yang amat kecil. Lelaki itu kemudian merapikan anak rambut Jihyun yang berantakan.

Switched; pjm | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang