JO JIHYUN/LEE JIHYUN'S POV
Hoseok. Awalnya lelaki itu aku biarkan menginap di apartemenku. Aku memiliki kasur lipat dan ia tidur di sana. Ia tidak protes, dia masih bersikap layaknya gentleman seperti dulu. Tapi aku sudah tidak memiliki perasaan kepadanya lagi. Entahlah. Sejak kami berpisah setelah prom night, semasa kuliah aku tidak pernah menghubunginya lagi. Dan sejak waktu itu berlangsung, perlahan-lahan perasaanku terhadap Hoseok juga mulai sirna.
Kalau aku mengatakan bahwa aku marah pada Hoseok, jawabannya adalah 'iya'. Aku marah, kesal, sekaligus cemburu melihat bagaimana panasnya sesi make out lelaki itu dengan Clarissa, musuh bebuyutanku sedari dulu. Aku tidak bodoh untuk mengetahui bahwa Clarissa juga sebenarnya diam-diam menyukai Hoseok. Tapi sayang beribu sayang, aku dan Hoseok sudah menjalani hubungan terlebih dahulu.
Kali ini Hoseok berada di Gwangju, di rumah neneknya. Setelah dua malam menginap di rumahku, lelaki itu ditelpon oleh ibunya karena ketahuan tidak menjenguk neneknya. Rupanya ibunya sudah menghubungi neneknya duluan perihal kedatangan Hoseok ke Korea. Hoseok terlihat cemberut saat meninggalkan Seoul, tapi Hoseok tetaplah Hoseok yang bertanggung jawab. Lelaki itu tetap pergi ke Gwangju dengan berbagai oleh-oleh yang ia siapkan untuk neneknya.
Dan Park Jimin ... entahlah. Sejak lelaki itu meninggalkanku dan malah mengejar Hyunji, aku tidak pernah melihatnya lagi. Sekalipun. Bahkan di sekolah Jisung. Jisung juga akhir-akhir ini dijemput oleh supirnya, dan terkadang ibunya. Sekarang aku sudah tahu ibu bocah nakal itu. Memang benar, yang Jisung butuhkan hanyalah perhatian dari orang tuanya. Ibunya sering bekerja ke luar negeri, sedangkan ayahnya tetap di Korea namun sangat sibuk. Bocah itu hanya bermain dengan pelayannya seharian.
Jimin tidak pernah menghubungiku lagi. Aku bahkan tidak yakin apakah lelaki itu masih menyimpan nomor ponselku atau tidak. Aku juga tidak yakin apakah Jimin mau menemuiku atau tidak. Karena sejak saat itu kami membuat jarak yang sangat jauh. Bahkan hatiku perih setiap kali memikirkannya. Aku sangat menyesal masuk ke dalam permainanku sendiri, karena akhirnya juga akan berdampak pada kesehatan hatiku.
Mengingat Jimin dan Hyunji akan menikah beberapa hari lagi, sepertinya lelaki itu benar-benar melupakanku. Jimin memang sering sekali membahas perihal pernikahan, tapi ini terlalu cepat. Ia bahkan baru bertemu dengan Hyunji setelah sekian lama mempermainkanku, tapi dia langsung menikahi gadis itu. Seperti tidak ada hari esok saja. Hatiku sakit setiap kali memikirkan bahwa mereka akan segera menikah. Tapi aku tidak bisa melakukan apapun. Memangnya aku siapa yang berani melarang mereka untuk menikah? Aku hanya orang yang numpang lewat, atau kasarnya sebagai hama dalam kisah percintaan mereka.
"JISUNG!"
Bocah ini sepertinya sudah terbiasa membuatku repot sepulang sekolah. Yang membuatku terenyuh adalah dia tetap memanggilku Hyunji imo. Sekeras apapun aku mengatakan bahwa namaku adalah Jihyun, bocah itu tetap saja bersikeras bahwa namaku Hyunji.
"JIMIN SAMCHOOON!"
Aku menghentikan langkahku untuk mengejar Jisung.
Semuanya seperti déjà vu. Seperti skenario yang diputar ulang sesaat aku dan Jimin masih bersama. Jisung langsung melompat ke pelukan Jimin dan lelaki kekar berperawakan kecil itu langsung mengangkatnya, menghujami Jisung dengan ciuman kecil.
Tapi bedanya, sekarang aku ragu untuk mendekati lelaki itu. Aku berdiri di tempatku berhenti, kira-kira 3 meter dari tempat Jimin berada.
"Hyunji imo! Cepat kemari! Sini tasku!" teriak Jisung yang masih memeluk Jimin.
Jimin melihat ke arahku. Wajahnya datar, datar sekali, dan itu membuat hatiku tertusuk ribuan jarum. Kami bertatapan selama beberapa detik, sebelum aku memutus kontak mata kami duluan. Dengan berat hati aku berjalan mendekati mereka dengan tas Jisung yang berada di tangan kananku.
"Aish! Dasar anak manja ini! Kenapa kau selalu merepotkan Jihyun imo, hah?"
Aku tersenyum getir saat Jimin sudah mengenaliku. Dulu biasanya dia bersikeras bahwa namaku adalah Lee Hyunji, bukan Jo Jihyun.
Jisung cemberut, namun hidungnya segera dicubit kecil oleh Jimin sehingga membuat bocah lelaki itu tertawa kecil. "Jihyun imo? Samchon, apa kau sudah tidak mengenali Hyunji imo lagi?"
Aku hanya tersenyum mendengar perkataan polos yang keluar dari bibir bocah itu. Sepertinya bocah itu belum mengerti juga.
Jimin kemudian mengulurkan tangannya, meminta tas Jisung yang aku pegang. Aku segera menyerahkan tas milik bocah itu. Jimin tersenyum kecil. "Terima kasih Jihyun-ah," ucapnya. Bagaimana dia mengucapkan nama asliku terdengar agak kaku di telingaku.
"Tidak masalah. Jisung hanya belum terbiasa membawa tasnya saat pulang sekolah," ucapku kemudian terkekeh kecil. "Kalau begitu aku akan kembali."
Tidak mau lama-lama berada di dalam situasi yang canggung bersama Jimin, hal yang tepat di lakukan adalah menghindar dari lelaki itu. Tapi sepertinya rencanaku untuk kembali gagal total saat Jisung mulai merengek.
"Samchon, kenapa kau membiarkan Hyunji imo pergi? Ayo main bersama," rengek lelaki itu dengan wajah cemberutnya.
"Jihyun imo sedang sibuk sekarang Jisung-ah."
"TIDAK! Hyunji imo, imo mau main bersama Jisung, 'kan?"
Aku terdiam. Tidak tahu harus menjawab apa. Aku hanya tidak mau melukai hati kecil Jisung.
"Ayolah! Aku ingin es krim! Aku ingin bersama Jimin samchon dan Hyunji imo!"
Aku menghela napasku saat Jisung mulai menangis. Tangisannya benar-benar memekakan telinga. Tangisan bocah lelaki kelas 1 SD itu terdengar sangat memilukan.
Jimin yang menggendong Jisung segera menggoyang-goyangkan bocah itu. Beberapa kali Jimin membisikkannya sesuatu, Jisung malah meraung lebih keras. Hingga akhirnya Jimin menyerah. Lelaki itu menatap mataku sebelum menghela napasnya kasar.
"Jihyun. Kau mau membantuku, 'kan?"
>>----------<<
Penumpang kapal Jimin-Jihyun berterima kasihlah pada Jisung ;)
KAMU SEDANG MEMBACA
Switched; pjm | ✔
FanfictionSemua ini salah Jeon Jungkook yang memaksa Jo Jihyun untuk membawa seorang lelaki mabuk ke rumahnya. Seandainya kalau Jihyun menolak tawaran Jungkook, gadis itu pasti tidak akan terjebak dalam permainan cinta Park Jimin. Dan seandainya jika Jimin me...