fifty four

6K 798 56
                                    

PARK JIMIN'S POV

Setelah membanting pintu apartemenku dengan keras, tubuhku langsung merosot di pintu. Kedua lututku terasa lemas. Aku menjambak rambutku kasar.

Aku kesal dan marah. Tetapi aku sendiri tidak tahu apa penyebabnya.

Bodoh kau Park Jimin. Bagus, kau baru saja membuat calon istrimu menangis padahal pernikahanmu akan dilaksanakan tiga hari lagi.

Lagi pula kenapa aku bersikap seperti itu di hadapannya? Kenapa? Ada apa denganmu Park Jimin? Kau pasti gila.

Tapi kenapa semua perlakuan Hyunji terhadapku terasa palsu? Kenapa?

Apakah karena Shaperon? Lee Enterprise? Bahkan perusahaan gadis itu sudah 50% ada di tanganku. Bebanku terasa lebih berat sekarang.

Kenapa aku melamarnya dengan iming-iming menyelamatkan perusahaannya? For God's sake, perusahaan gadis itu hampir saja hancur. Menambah bebanku saja. Tapi sekarang setelah perusahaannya sedang dalam proses pemulihan, kenapa Hyunji menjadi bersikap baik kepadaku? Kenapa sekarang dia lebih sering membuatkanku sarapan? Biasanya gadis itu hanya akan menyeduh teh kemudian melenggang pergi menuju perusahaannya.

Aku tertawa miris.

Hyunji hanya mempergunakanmu. Dari awal dia memang tidak berniat untuk menikah denganmu. Apa kau tidak sadar berapa kali Hyunji menolak lamaranmu? Sungguh-sungguh menyedihkan dirimu, Park Jimin.

Aku menghela napasku kasar. Aku butuh rokokku. Tapi sayangnya aku tidak membawa apapun. Hanya ponsel dan kunci mobil yang memang sengaja aku taruh di kantong, entah kenapa aku berpikir untuk menaruh kedua benda itu di kantong celanaku.

Oh, aku tahu tempat yang tepat untuk dikunjungi sekarang.



----->>♥<<-----





TING TONG

Tidak lama kemudian, pintu terbuka, menampilkan gadis cantik yang membulatkan matanya lucu melihatku. Kedua sudut bibirku langsung tertarik melihat bagaimana terkejutnya dia melihatku.

"Apa yang kau lakukan di sini Park Jimin?" tanyanya bingung. "Kau tidak bekerja?"

"Aku yang seharusnya bertanya padamu. Apa kau tidak mengajar?"

Gadis itu menggeleng, membuat beberapa rambut cokelat gelapnya yang terlepas dari ikatannya bergoyang. "Aku tidak mengajar di hari Sabtu."

"Well, aku juga tidak bekerja Sabtu ini," ucapku santai kemudian menerobos masuk ke dalam apartemen gadis itu. Aku merebahkan badanku di sofa putih kesukaanku. Aku tahu, sofaku jauh lebih empuk dan lebih besar dari milik gadis ini, tetapi aku merasa beribu-ribu lebih nyaman di sini.

Jihyun berkacak pinggang di depanku. Dia terlihat tidak suka dengan kedatanganku, tetapi aku abaikan saja. Kedua sudut bibirku tidak bisa berhenti naik melihat bagaimana gadis di depanku ini melihat ke arahku dengan wajah yang kesal. Dia sungguh-sungguh terlihat imut.

"Oh, kau merusak jadwal bersih-bersih apartemenku, Park Jimin," desisnya kesal.

Aku tidak peduli. Gadis ini, walaupun apartemennya masih kelihat bersih di mataku, entah kenapa dia selalu mengatakan bahwa apartemennya kotor.

"Aku rindu dengan teh hijau buatanmu," ucapku.

Gadis itu memutar bola matanya malas. "Kau sudah meminumnya kemarin."

"Tapi belum hari ini."

"Baiklah. Baiklah. Tunggu sebentar," ujarnya kemudian melenggang pergi menuju dapur.

"Oh ya, kau sudah sarapan?" tanya Jihyun, dengan tangannya yang sibuk menyeduh teh.

Aku tidak langsung menjawab. Aku bangun dan berjalan menuju dapur tempat gadis itu berada. "Kalau aku jawab 'belum', apa kau akan memasakkan sesuatu untukku?"

Jihyun mengulum bibirnya, tampak menimang-nimang apa yang harus ia jawab. Gadis itu mengerucutkan hidungnya, kemudian memeletkan lidahnya. "No no, aku tidak mau repot-repot membuang tenagaku untuk membuat sarapan untukmu."

Aku melipat kedua tanganku di depan dada, pura-pura kesal seperti anak kecil. "Kenapa kau sangat kejam kepadaku?" Bibirku aku kerucutkan kesal.

Jihyun terkekeh melihat sikapku. Ia mencubit hidungku pelan kemudian berkata,"Baiklah. Kau ingin makan apa?"

Aku mengeluarkan smirk andalanku. "Makan dirimu, boleh?"

Wajah Jihyun langsung berubah sinis. Dia memukul lenganku berkali-kali, membuatku meringis, padahal sebenarnya tidak ada apa-apanya.

"Kau sepertinya butuh ke rumah sakit jiwa, Jim. Otakmu sudah sangat geser," desisnya kemudian kembali menyeduh teh hijau kesukaanku.

Aku tertawa kecil melihat reaksinya. "Aku hanya bercanda, sayang."

"Sayang sayang pantatku! For God's sake, kau masih belum bisa membedakan wajahku dengan Hyunji?!"

Mendengar ucapan Jihyun entah kenapa rasa bersalah ini kembali mengerubungiku. Barusan aku membentak gadis itu sampai ia menangis, tapi lihatlah sekarang. Aku bersama Jihyun, bercanda, tertawa bersama. Apakah gadis itu baik-baik saja sekarang?



>>----------<<

Pengennya sih update besok, but anyways ;)

Switched; pjm | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang