forty four

5.6K 794 35
                                    

A/N: Untuk beberapa chapter ke depan, aku akan bermain-main dengan POV. Mohon diingat baik-baik POV siapa sedang berlangsung, biar kalian ga bingung bacanya. Thank you^^





PARK JIMIN'S POV

Tidak, aku tidak butuh susah-susah mencari persetujuan presiden direktur dari Lee Corporation untuk menikahi anak gadisnya. Aku juga tidak perlu memohon-mohon kepada presiden direktur dari Park Corporation agar aku bisa menikah dengan gadis yang aku dambakan. Semuanya sudah tahu. Bahkan media sekali pun tahu, bahwa aku sedang menjalin hubungan dengan designer Lee Enterprise ini.

Semua berlangsung begitu cepat. Sejak aku mengatakan kehendakku untuk menikahi Hyunji kepada ayahku dan juga ayah gadis itu, mereka langsung tersenyum sumringah. Bagaimana tidak? Mereka bisa lebih leluasa melakukan relasi bisnis, dan ibu-ibu tidak bisa diam saat membicarakan soal menimang cucu.

Aku mengusap wajahku gusar, selalu berpikir kepada diriku sendiri bahwa keputusan yang aku buat telah benar. Ya, aku memang menginginkan pernikahan ini sedari dulu. Aku bahkan sudah melamar Hyunji berkali-kali, walaupun ujung-ujungnya selalu ditolak. Tetapi aku tidak pernah kecewa dengan jawaban gadis itu. Malahan aku tambah semangat untuk terus membujuknya agar dia mau menikah denganku.

Tapi setelah dipikir-pikir lagi, apakah Hyunji benar-benar tulus mencintaiku? Apakah gadis itu mencintaiku seperti apa yang biasa dia katakan?

Jangan salahkan aku jika aku mulai berpikir yang tidak-tidak. Semua ini dimulai dari pagi itu. Pagi setelah kami bercinta, melepas rindu setelah kesalah pahaman panjang yang berujung pada pertengkaran. Untung saja Hyunji mau mendengar penjelasanku terlebih dahulu.

Apakah salah jika aku berpikir bahwa Hyunji menikahiku karena dia tidak ingin perusahaannya hancur? Kenapa sekarang aku ragu? Padahal aku yang menawarkan gadis itu untuk memperbaiki usahanya. Seandainya jika perusahaan Hyunji baik-baik saja saat ini, apakah gadis itu akan menerima lamaranku? Pikiran itu selalu mengganggu tidurku setiap malam. Bahkan saat kami bersama, aku tidak bisa merasakan getaran-getaran aneh saat aku bersamanya lagi.

Pernikahan dilaksanakan dua minggu lagi dari sekarang. Bukannya bersemangat, lingkaran hitam malah menggantung di bawah mataku. Aku benar-benar terlihat seperti zombie sekarang. Pekerjaanku tambah menumpuk. Aku sengaja mengerjakan semua pekerjaanku walaupun deadline-nya masih jauh, agar setelah menikah aku bisa menghabiskan waktuku untuk berbulan madu dengan Hyunji.

"Kau sudah mau berangkat? Sarapanlah dulu," ujar Hyunji lembut. Celemek bermotif stroberi membungkus tubuh ramping gadis itu.

Aku hanya tersenyum membalasnya. "Tidak. Ada banyak sekali pekerjaan yang menumpuk di ruang kerjaku," ucapku, mencoba untuk terlihat sedih karena tidak bisa memakan sarapan yang dibuat Hyunji.

Hyunji juga sudah mulai menginap di apartemenku. Tidak setiap hari sih, tetapi lumayan sering. Gadis itu bersikap lebih manis dari biasanya, tetapi tidak aku gubris. Entah aku saja yang berperasaan seperti itu atau aku saja yang tidak menyadarinya selama ini.

Hyunji cemberut. Dia berjalan mendekatiku, menarik lenganku dan mendudukkan diriku di meja makan.

"Aku sudah susah-susah memasaknya untukmu. Walaupun hanya sesuap, aku menghargainya." Tidak biasanya Hyunji bersikap seperti ini. Biasanya dia merengek agar aku menghabiskan semuanya. Sikap lembutnya yang seperti ini entah kenapa mengingatkanku pada sosok Jihyun.

Oh ya, bicara soal Jihyun, bagaimana kabar gadis itu? Sudah seminggu lamanya sejak kejadian waktu itu.

Aku mengambil sandwich yang disiapkan gadis itu. Menggigit, mengunyah, kemudian menelannya. "Ngomong-ngomong, apa kau pernah bertemu Jihyun selama ini?" tanyaku. Bagaimana pun juga, mereka adalah saudara kembar. Sangat kejam jika mereka mencampakkan satu sama lain hanya karena kesalah pahaman ini. Aku juga jadi merasa tidak enak karena semuanya adalah salahku.

Hyunji menggelengkan kepalanya. Terlihat dari raut wajahnya bahwa gadis itu tidak menyukai topik ini. "Tidak. Aku juga tidak tahu bagaimana kabar Hoseok saat ini."

"Hoseok?" tanyaku. Apakah lelaki yang waktu itu?

"Dia mantan pacar Jihyun." Aku menganggukkan kepalaku. Hanya mantan pacar ternyata. "Kenapa memangnya?" tanya Hyunji.

"Apa kau tidak berniat untuk berbaikan dengan Jihyun? Bagaimana pun juga kalian bersaudara. Kembar apalagi. Apa kau tidak kasihan padanya? Dia mengalami banyak waktu sulit."

"Apa kau kira aku tidak mengalami masa sulit?" Hyunji melipat kedua tangannya di depan dada. Ia terlihat tidak suka. Ckckck, mulai lagi deh sikap congkak Hyunji.

"Kau hanya terlalu kejam kepadanya. Cobalah untuk berbaikan kepadanya. Undang dia ke pernikahan kita. Ajak Hoseok juga. Aku tidak ingin calon istriku ini bersikap jahat kepada saudaranya sendiri. Aku tahu kalian tidak mengenal satu sama lain, tetapi kalian sebenarnya sudah saling mengenal sejak di dalam rahim."

Aku kemudian mengambil ponselku dan mengambil catatan kecil dan pulpen dari tas kerjaku. Aku menuliskan nomor telpon Jihyun pada secarik kertas dan meletakkannya di atas meja.

"Hubungi dia. Aku tidak mau kita memiliki hubungan buruk dengan orang lain." Dan setelah itu aku bangun dari tempat dudukku dan berangkat menuju kantorku. Meninggalkan Hyunji yang masih diam saja menatap secarik kertas yang aku letakkan di atas meja makan.









>>---------<<

Akhirnya cerita ini nyentuh 10k views. Yeay!

Switched; pjm | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang