forty five

5.5K 776 19
                                    

LEE HYUNJI'S POV

Setelah kepergian Jimin, aku menatap secarik kertas yang ditinggalkan lelaki itu. Itu nomor telpon Jo Jihyun, atau yang seharusnya aku sebut dengan nama Lee Jihyun, karena dia adalah bagian dari keluargaku.

Aku tahu aku berkata terlalu kasar padanya. Mungkin saja mentalnya sedang terguncang, aku tidak tahu. Yang pasti aku merasa tidak nyaman. Aku bahkan sempat mengatai ibunya, yang otomatis adalah ibu kandungku juga. Aku merasa sangat bersalah, sangat berdosa.

Tapi melihat Jimin yang sepertinya memikirkan perasaan Jihyun entah kenapa membuatku sakit. Itu menunjukkan bahwa Jimin masih peduli terhadap gadis itu. Ya, Jimin peduli pada gadis lain. Dan sialnya gadis itu adalah saudara kembarku.

Aku tidak bodoh untuk menyadari perubahan Jimin. Ia tidak seperti biasanya. Ia bersikap lebih lembut. Ia sudah bisa mengontrol kebiasan buruknya saat kami sedang melakukan skinship lovey dovey seperti biasanya. Hanya saja kali ini berbeda. Tidak ada lagi smirk om-om mesum seperti biasanya. Tidak ada lagi perkataan menggoda saat kami bercinta. Semua ucapannya terdengar omong kosong. Semua perkataannya soal dia ingin aku untuk bersama di sebelahnya selamanya terdengar seperti omong kosong. Tatapan penuh cintanya kepadaku entah kenapa bisa berubah menjadi tatapan kelam yang kosong.

Aku bisa merasakannya. Tapi aku diam saja. Aku tidak mau menyebabkan pertengkaran di hari-hari sebelum kami menikah. Aku tidak mau orang tua kami ikut campur dalam masalah perasaan ini.

Ya, aku masih mencintai Jimin. Perasaan itu tidak pernah berubah sampai detik ini. Tapi melihat reaksi Jimin terhadap diriku akhir-akhir ini entah kenapa membuatku meragukan lelaki itu.

Aku menghela napasku saat melihat sarapan yang susah payah kubuat hanya digigit sekali oleh Jimin. Sepertinya lelaki itu mencoba untuk menghindariku. Aku tidak mau memperpanjang masalahnya.

Aku mengambil ponsel baru yang dibelikan Jimin. Aku mengambil secarik kertas di atas meja tersebut dan menuliskannya di ponselku. Sebelum menekan tombol berwarna hijau, aku menggigit bibirku, memantapkan hatiku beberapa saat, kemudian menelpon gadis itu.

Setelah nada dering yang ketiga, gadis itu mengangkat telponnya.

"Yeoboseyo? Siapa ini?" tanyanya dari seberang sana.

"Ini aku Lee Hyunji."

"..."

Jihyun tidak menjawab apapun. Ia pasti syok saat mengetahui aku menelponnya.

"Temui aku di café depan toko pusat Shaperon daerah Gangnam jam 10. Aku dengar dari karyawanku bahwa Jimin pernah mengajakmu kesana. Kau tahu tempatnya kan?"

"Y-ya."

"Baiklah. Aku tutup telponnya."

Aku menghela napasku kasar setelh menutup sambungan telponnya. Apa yang diucapkan Jimin tidak salah. Walaupun sebenarnya sulit, aku seharusnya menerima keberadaan Jihyun. Dia adalah teman yang menemaniku selama 9 bulan lamanya di dalam rahim ibu.





----->>♥<<-----




Aku menyeruput frappe yang aku pesan. Mataku tidak lepas dari pintu masuk, menunggu orang yang kucari. Mataku juga tidak luput dari sekeliling café yang berisi segelintir orang yang terlihat familiar di mataku. Ya, rata-rata mereka hanyalah pekerja kantoran yang bekerja di sekitar sini untuk membeli kopi. Karyawan café juga mengenalku. Bagaimana tidak? Terlihat dari gaya pakaianku yang terlihat sangat mewah dan juga selalu up to date dengan perkembangan zaman. Mereka juga memakluminya mengingat apa pekerjaanku. Tak jarang ada beberapa orang yang sekedar menyapaku untuk menanyakan masalah fashion terkini.

Aku memakai pakaian se-casual mungkin, tetapi agaknya masih terlihat lumayan mewah untuk sekedar pakaian casual. Aku memang merancang pakaianku agar terlihat elegan dan mewah, walaupun itu pakaian casual sekalipun, yang penting nyaman dipakai.

KLING

Bunyi lonceng tanda seseorang telah memasuki café menarik perhatianku. Tapi sepertinya bukan aku saja, melainkan orang-orang di dalam café juga. Ia menatap heran kepada gadis yang baru saja datang, celingukan mencari orang yang ingin ditemuinya.

Tepat seperti apa yang dikatakan Hoseok, fashion sense gadis itu sangat buruk. Lihatlah sekarang, dia hanya memakai pakaian yang sangat casual, jauh lebih casual dari milikku. Dia hanya menggunakan hoodie kebesaran yang berwarna abu dipadukan dengan jeans navy pendek setengah pahanya. Jangan lupakan sneakers putih yang melekat pada kaki jenjangnya.

Bukan, bukan fashion gadis itu yang menarik perhatiannya, melainkan wajahnya. Beberapa orang bahkan berkali-kali melihat wajah gadis itu yang mirip denganku. Mereka mulai membicarakannya, membanding-bandingkan wajahnya dengan wajahku. Mulai membuat gosip-gosip aneh tentang kami.

Setelah gadis itu bertatap muka dengan wajahku, aku tersenyum sumringah, mencoba untuk terlihat se-hangat mungkin. Tapi wajahnya sangat berkebalikan denganku. Wajahnya tertekuk, sangat kelam, dan terlihat sangat takut.





>>----------<<

By the way, kalau kalian lagi bosen gaada kerjaan, nungguin Switched kelamaan update (sorry), mampir ke work sebelah yuk^^

Switched; pjm | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang