Dua Belas

10.7K 709 13
                                    

"Kenapa kamu belum punya KTP, tuh kan jadi ribet bikin paspor-nya "Esta mengacak rambutnya "Saya terpaksa pake cara belakang. "

"My husband kan kaya, uang juga gak dibawa mati. Susah banget sih ngeluarin sejuta."bela diri gak perlu pake Karate, pake silat lidah juga tok-tok jreng

"Iya, saya emang orang kaya. Tapi tetep aja saya gak suka jalan belakang. Makanya bikin KTP dari dulu."Esta berdecak pelan

"Ya udah, kalau gak mau jalan belakang. Ngasih uangnya lewat pintu depan. Salahin aja Setnov, jangan salahin saya"tukas Adita tidak terima, padahal mereka berdua masih ada di restoran Jepang langganan Esta. Tapi masih aja berantem kaya bebek VS kucing Afrika. Sebenarnya Adita tadi diam aja waktu dimarahin, tapi lama-lama dia jadi Hipertensi ngedengerin ocehan Esta.

"Terserah kamu aja, lagian kalau paspor gak jadi. Bulan madunya juga gak jadi ."kata-kata dari mulut Esta yang terakhir membuat Adita menggebu-gebu dan menggebrak meja.

"Kemarin nyumbat saluran nafas saya pake kapas, sekarang gak jadi bulan madu. My husband gitu ya, udah nikah isteri di buang?"Adita melipat kedua tangannya kesal.

Para pengunjung restoran langsung berbisik sambil melirik sinis Esta, menganggap kalau ucapan Adita itu memang fakta. Dan telah terjadi kasus KDRT yang melibatkan mereka berdua. Salah satu pelanggan perempuan malah menimpali kata-kata Adita.

"Biasa mbak, suami sekarang liat yang semok dikit matanya jelalatan gitu. Lupa isteri dirumah."

"Iya bu, mentang-mentang ganteng."tambah Adita dengan senyum miringnya, asik ada yang peka .

Apa sih bu, semok-semok. Bahenolss kaleee. Esta menghela nafas, jadi gini ya rasanya jadi suami ganteng. Itu salah, ini salah apapun salah. Padahal kan Esta mengajarkan untuk jujur dan adil dan benar. Esta menatap Adita.

"Iya maaf, kamu mau ke Paris atau Venesia?"Esta menaikkan alisnya dan menyeruput matcha latte kesukaannya . Adita menimang-nimang tempat yang lebih bagus, tapi mening dua-duanya sih lebih baik . Kan anak juga bagus nya dua,  berarti bulan madunya juga.

"Emang kalau dua-duanya gak bisa?"rajuk Adita dengan senyum lebar "Kan biar romantis, ke Paris terus ke Venesia. Beh, udah ngalahin drama korea pokonya my husband."

Mengenal dan menikah dengan Adita mengajarkan Esta dua kata, Iya dan sabar.

"Liat aja nanti, soalnya saya cuti cuman seminggu.  Kalau saya bisa cuti lebih lama, mungkin bisa. Kamu tunggu dulu disini, saya mau bayar makanannya jangan kemana-mana."Esta meletakkan ponselnya di meja mereka dan pergi ke kasir. Meninggalkan Adita yang masih menghabiskan makanannya, sebenarnya bukan cuman makanan Adita tapi juga makanan Esta yang belum habis, kan sayang.

Adita yang tidak sengaja menengok ke arah jendela Caffe di sebrang jalan menyipitkan matanya saat melihat ada keributan antara dua orang perempuan yang kini terlihat seperti saling menghujat satu sama lain. Bukan karena keributan yang terlihat menimbulkan efek negatif pada pengunjung lain yang sekarang sudah berkumpul mengerubungi mereka, tapi karena salah satu perempuan itu adalah atasannya yang paling baik hati, Jenderal Erika.

"Ngapain Ibu Erika ribut di situ?"Adita menempelkan wajahnya dijendela, perempuan yang satu lagi tidak terlihat jelas karena tertutupi pria berjas putih yang tengah melerai mereka berdua.

Tingkat ke-kepoan Adita sudah sampe ke ubun-ubun. Adita segera membereskan barang-barang diatas meja dan memasukkan ke tas  miliknya. Pokonya Adita harus melihat Jenderal Erika, siapa tau butuh bantuan.

Esta masih mengantri untuk membayar tagihan makanannya, Adita berjalan mengendap-ngendap ke arah pintu keluar restoran. Takut kalau Esta akan melihatnya dan pasti akan melarang Adita, orang dewasa-kan biasanya punya prinsip untuk tidak ikut campur urusan orang.

Adita berjalan dengan cepat di zebra cross dan segera menghampiri pintu caffe. Dukk..Adita akhirnya malah nubruk punggung lelaki didepannya yang tengah ada didekat pintu,  isshhhh...Adita menatap lelaki itu sinis.

"Kalau jalan yang bener dong!!."umpat Sita sambil berjalan melewati lelaki yang kini juga tengah memandanginya.

"Dasar kamu gak tau malu!!!!."

"Kamu yang gak tau malu,  dia itu suami saya."

Erika terdiam dan memandang pria didepannya "Apa maksudnya ini mas?"

"MAS NGOMONG SAMA SAYAA!!!."

"Maaf Erika,  Saya sudah membohongi kamu."Pria itu menunduk, Erika hanya tertawa hambar dan melempar buket bunga ditangannya.

Adita langsung diam, bingung harus melakukan apa. Jadi ternyata Dokter Budiawan yang lagi deket sama jenderal Erika itu udah punya isteri, kurang ajar banget dasar buhaya darat!!!. Erika tak sengaja melihat ke arah Adita yang masih terdiam di dekatnya. Adita buru-buru melihat ke arah lain. Erika dengan cepat mengambil tasnya yang sudah tergeletak dilantai.

"Adita, kamu lagi ngapain, ayo ikut  "Titah Erika sambil menghapus air matanya. Adita menggeleng "Tunggu dulu Bu, Adita ada urusan."Adita mengambil gelas berisi minuman di sisinya.

Byur...

"Maaf pak,  bukannya saya gak sopan. Itu buat bapak."Adita bergegas mengikuti Erika, tanpa mempedulikan tatapan sinis dari isteri Dokter Budiawan.

"Tadi kenapa ibu gak lawan sih? Kalau saya jadi ibu, saya pasti bakalan cekik pak Budi"kesal Adita dengan tangan yang sudah mengepal erat.

"Saya yang salah, saya bodoh karena mencintai seseorang tanpa tau latar belakangnya. Padahal anak saya juga sudah melarang berhubungan dengan Mas Budi."Erika tersenyum lirih dan menghapus air matanya.

Adita mulai terisak "Hiks. Hiks bu, saya jadi takut punya suami dokter. Nanti suami saya kaya pak Budi lagi, hiks..hiks. Bu saya harus gimana?"Adita sesegukan dan mengusap air matanya yang sudah makin deras . Membuat Erika mau tidak mau jadi harus menghibur Adita,  padahal kan dia yang sedang sedih.

"Udah-udah Adita jangan nangis, anaknya dokter Pramudya baik kok,  gak bakalan selingkuh  ."hibur Erika yang kini tengah melirik orang-orang yang tengah berjalan melewatinya. Kok jadi gini.

"Huahhhh....kalau saya jadi janda gimana bu?. Saya masih terlalu muda, saya juga belum naik jabatan bu , masih magang.Saya nanti hidup sebatang kara bu!!"Adita menekan dadanya "Huahhhh...hiks..hiks!! "

"Duh..Adita,  kamu gak bakalan jadi janda kok. Kamu gak bakalan hidup sebatang kera.."Erika terdian sejenak, harusnya kara, bukan kera.

"Udah ya, cup..cup anak jenderal gak boleh nangis . Suami kamu dimana?"Erika tersenyum tipis, setidaknya ada hiburan.

"Hiks..lagi bayar kasir...Hikss."Adita menunjuk ke arah restoran Jepang yang ada didepannya.

Esta terkejut karena seorang ibu membawa Adita yang sedang menangis,  bukannya dari tadi Adita gak kemana-mana, atau jangan-jangan tadi Adita ada yang nyulik?.

"Kamu kenapa? "

"Sama dokter Budiawannnn!!!."Adita terisak kecang.

Adita-Adita,  Erika hanya bisa menggeleng sambil mengusap telinganya.

Esta membujuk Adita untuk tidak ikut ke mini market karena memang sedang hujan, tapi entah apa yang terjadi pada Adita tadi siang,  sampai membuat bocah ini jadi manja dan memegangi tangannya meminta ikut.

"Kamu kenapa sih?"Esta berkerut "Kamu sakit?"

"Nggak,  nanti dokter malah belok ke tempat hiburan lagi cari yang semok, saya harus ikut! "Kekeh Adita dengan wajah cemberut.

"Ya ampun saya mau ke mini market, beli pencukur kumis Adita."

"Ya udah sana, tapi gak boleh bawa mobil. "Adita menyembunyikan kunci mobil Esta dibalik punggungnya.

"Adita, siniin atau saya cium?"

Adita memajukkan wajahnya dan mencium pipi Semesta "Udah saya cium, jadi jalan kaki!!  . Ciuman saya mahal, gak bisa di beli di toko terdekat atau online shop!! "

"ADITTAAA!!!."

Dokter Are you Crazy? (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang