Tujuh Belas

9.3K 690 122
                                    

Adita memandangi supir taksi yang ia tumpangi "Sorry... Mr.Fredrick."Adita membaca nama yang tertera di kartu identitas yang tergantung didekat radio "Saya mau turun disini."

"Ya, tunggu sebentar."Mr.Fredrick menepikan taksi dan tersenyum , Adita mengeluarkan uang didompetnya,  untung saja semua uangnya ada disini.

"Hmmm..sebentar,  aku masih punya sedikit coklat dari anakku. Mungkin bisa memperbaiki sedikit mood mu."tahan Mr.Fredrick sambil mengeluarkan sebungkus coklat berwarna merah.

"Terimakasih, semoga kita bisa bertemu lagi lain kali "ucap Adita dengan suara serak karena airmatanya keluar lagi, buru-buru dia berlari menuju sebuah toko roti.

"Adita dimana ya?"Adita menengok ke segala sisi "Seperti nya daerah ini dekat menara Eiffel,  tapi aku harus kemana?"

Tiba-tiba pikirannya mulai kacau, bayangan pencopet dan mafia yang menjual organ tubuh manusiadi film Taken 2 yang memang mengambil salah-satu scene di Paris  mulai menghantui Adita, bagaimana jika dia bertemu dengan mafia itu Adita terisak pelan,  ia memeluk dompet berbentuk beruangnya, tidak ada uang maka tidak akan bisa makan. Adita setidaknya harus bisa makan enak di masa pelariannya ini.

"Bagaimana kalau taman di menara Eiffel?"tanya Adita pada dirinya sendiri "Ya tentu, disana cukup ramai oleh pengunjung, mungkin juga Adita bisa bertemu orang Indonesia."Adita mengusap airmatanya dan berjalan menelusuri jalanan di depannya.

"Ini semua karena kak Amanda datang kesini "sindir Karen dengan tatapan mengarah ke Esta "Kalau sekarang bagaimana kita mencarinya? Handphonenya saja tidak di bawa."

"Karen cukup,  kita semua sedang kesusahan mencari Adita."Chelsea menunjuk Karen yang kini terlihat makin kesal.

"Ya karena kamu dari dulu memang mendukung Esta dan Amanda, kamu tidak memikirkan perasaan Adita sekarang. "bella Effsel sambil mengusap punggung kakek Axelor yang terlihat kurang sehat.

"HEY!! kamu jangan membuatku marah ya."bentak Chelsea ke arah Karen yang sedang menatapnya karena merasa menang olrh ucapan effsel.

"Sudahlah, kalian jangan membuatku tambah pusing "Esta memijit pelipisnya,dipangkuannya kotak yang dibuat Adita sedikit rusak karena hujan hingga membuat isinya berantakan, Esta benar-benar merasa bersalah, apa benar Adita melihatnya dan Amanda? .

"Maafkan aku tidak seharusnya aku kesini."sesal Amanda dengan tatapan khawatir "Aku akan menghubungi paman Demar, siapa tau dia bisa menyuruh anak buahnya mencari Adita."

"Ya memang sudah seharusnya kamu mencari Adita."ucap Karen tanpa mempedulikan tatapan sedih Amanda.

Esta mengusap surat dari Adita yang ia temukan didalam kotak "Seharusnya aku tidak membuatmu melihatnya, maaf Adita"Esta mengeluarkan kunci mobilnya "Aku akan mencari Adita, mungkin dia belum jauh."

"Aku ikut!!."Effsel mengeluarkan kunci motornya "Karen kamu ikut denganku."tambah Effsel sambil berlari ke arah kamarnya untuk membawa jaket dan helm.

Adita menelusuri taman di dekat menara Eiffel, langit mulai menggelap, entah karena efek hujan atau memang sudah menjelang malam. Tapi Adita masih belum menemukan cara dia kabur dari Esta "Kalau Adita kabur disini sama aja bohong, pasti di temuin sama dokter gila itu."

Bayangan Esta memeluk Amanda kembali membuatnya ingin menangis "Kenapa sih, dokter itu jahat banget. Dia gak mikirin perasaan Adita, emang Adita cuman dianggap baygon apa?  Perasaan Adita masih suka digigit nyamuk, berarti Adita bukan baygon."Adita menatap menara Eiffel dan menunjuknya "Gara-gara kamu, gara-gara cewek dari negara kamu ini pak dokter gila itu terjebak nostalgia-nya Raisa "

Tanpa Adita sadari seorang lelaki yang tengah duduk tidak jauh dari tempatnya tertawa melihat tingkah absurd-nya. Adita menghela nafas kasar "Adita mulai stres lagi, gimana kalau mafia itu emang ada? Emang ada sih, gimana kalau mafianya disini?"Adita menggeleng cepat "Amit-amit..amit-amit!!!."

Dokter Are you Crazy? (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang