Dua Puluh Tujuh

3.5K 206 3
                                    

Adita menatap Esta dan Gean bergantian, baru pertama kali dia merasakan wajahnya memanas karena di perebutkan oleh dua orang pria tampan . Adita tersenyum kecil, tidak mempedulikan bagaimana raut wajah Esta semakin kusut karena menganggap Adita seolah tidak peduli pada kecemburuannya? Yang benar saja. Esta memicingkan matanya ke arah Gean yang masih diam di tempatnya dengan tangan yang menggenggam erat tangan Adita.

"Apa lo mau megang tangan isteri gue sampe besok?"cibir Esta sambil menarik tangan Adita yang lain.

Gean mengangkat satu alisnya bingung "Terus, lo yang bakalan megang tangan dia sampai besok?"

"Ya terserah gue lah, gue mah sah."

Adita berdehem "Ekhemm, maaf kayaknya Adita sama Putri dan Mega aja deh disana."ucapan Adita membuat kedua lelaki itu menoleh cepat.

"NGGAK!!."jawab mereka serempak, membuat gadis itu memundurkan langkahnya ke arah meja makanan "Ya udah deh."Adita mengambil cup cake di atas nampan dan memakannya "Makan aja, silahkan lanjutin hehe."

Adita merasa idiot sekarang, sudahlah.

Dengan langkah lebar Esta menghampiri Gean yang bahkan tidak menunjukkan sedikit rasa takut, jujur saja ini membuat Esta semakin yakin jika Gean memiliki perasaan khusus untuk Adita, sama seperti Esta Gean melangkah maju, tapi tepat sebelum mereka akan bicara MC acara sudah memanggil Gean untuk datang ke atas panggung.

"Gue harus tampil, dan kalau lo masih berani gue siap setelahnya."ucap Gean dengan nada sinis, Esta tersenyum miring.

"Gue tunggu."

Amanda menaikkan arah pandangannya ke arah panggung, sepertinya lelaki itu akan masuk kedalam rencananya untuk merebut Esta kembali. Bukannya jika Adita dan Gean, maka tidak ada yang tersakiti? Amanda yakin dia tidak terlalu jahat jika itu semua terjadi.

"Kamu kenal cowok itu?"Esta merubah arah pandangannya pada Adita , gadis itu tersenyum kecil "Cinta pertama Adita, emangnya kenapa?"

Emangnya kenapa? Apakah gadis ini terlalu polos atau sengaja mengatakan itu didepannya? Esta membuang wajah kesal dan berdecak kesal "Kamu bilang kenapa? Aku suami kamu, your husband . Kamu gak bisa mendekati lelaki lain yang notabenenya adalah cinta pertama kamu seperti itu, dan liat tatapan dia, ada cinta"

Adita malah terbahak sambil memegangi perutnya "Ada cinta, Ada belek baru iya."Adita berhenti tertawa dan mengusap matanya "Harusnya kamu, pak dokter atau terserah apa itu yang berpikir, Adita sering liat kamu sama Amanda dan bahkan lebih milih belain dia, harusnya seorang suami gak ngelakuin hal itu untuk menjaga perasaan isterinya, dan harusnya kamu juga liat tatapan Amanda lebih dari seorang mantan tunangan bukan tapi mantan calon isteri."

Esta terdiam, bukan karena ucapan yang Adita katakan tapi sorot mata kecewa gadis itu yang membungkamnya, tentu dia juga salah. Mereka berdua terdiam, meresapi perasaan masing-masing hingga lagu yang mengalun merdu dari mulut Gean mengambil perhatian Adita, disitulah Esta merasakan sakit untuk pertama kalinya, melihat seorang gadis yang mungkin mulai ia sukai menatap lelaki lain dengan binar di matanya.

"Apa kamu masih mencintai Gean?"

Adita menghela nafas pelan "Mau bagaimanapun perasaan Adita sekarang sama Gean, Adita gak akan mau nyakitin kamu. Harusnya kamu juga mikirnya gitu, biar bukan cuman Adita yang berjuang keluar dari masa lalu yang harusnya dilupain bukan dibuka lebar-lebar."jawab Adita sambil melangkahkan kakinya, menjauhi kerumunan orang yang makin membuatnya sesak nafas, bahkan Adita sendiri tidak tau jika mulutnya akan sepedas itu.

"Adita."

"Esta."Amanda mencekal pergelangan tangan Esta "Kaki aku makin sakit, bisa kamu antar aku cari taksi?"ucap Amanda dengan suara lirih, tentu dia tidak akan membiarkan Esta semakin dekat dengan Adita, Cinta Amanda sama sekali tidak akan membuat mereka bersatu karena hal itu.

Esta mengerjapkan matanya bingung, hatinya berkata untuk mengabaikan Amanda tapi sebagai sahabat ia tidak bisa melakukan ini semua "Aku antar dulu kamu pulang."

Esta membopong tangan Amanda, Adita terpaku diujung sana. Bahkan setelah ucapannya sepedas cabai Esta masih memilih perempuan itu, apakah Adita harus setajam pisau? Atau menjadi samurai agar Esta langsung sadar? Adita menghentakkan kakinya kesal.

***

Esta membopong Amanda ke arah tangga rumahnya, Seolah tau Carissa menghampiri mereka dengan wajah yang tertekuk.

"Baru sebentar kamu disana sudah kesini lagi?"tanya Carissa dengan mata memicing ke arah Amanda "Kamu harusnya gak ajak orang yang lagi SAKIT ke pesta Esta."

"Sudahlah momy, aku akan kembali kesana. Lagipula Adita harus dijemput "Esta menatap Amanda "Kamu istirahat ya?"

"Iya, makasih. Maaf tante aku..."

"Hati-hati, kamu harus jaga Adita."potong Carissa, tanpa mempedulikan Amanda ia melilih berbalik menuruni tangga, menonton drama korea lebih menyenangkan dari pada mempedulikannya.

Amanda tersenyum kecil "Sepertinya momy kamu tidak suka aku disini Esta, lebih baik aku mencari apartemen."

Esta menggeleng "Sudahlah, aku pergi dulu."

Pindah darisini akan memudahkan aku untuk mendapatkan kamu lagi. Amanda melangkahkan kakinya tanpa mempedulikan rasa sakit yang berasal pergelangan tangannya, luka yang baru saja ia buat dari kukunya sendiri.

Di Pesta, Adita memilih untuk nenghindari kerumunan ataupun Putri dan Mega. Moodnya terlalu buruk untuk bertemu orang-orang, bahkan cup cake ditangannya menjadi korban keganasan hatinya.

"Harusnya Adita gak jatuh cinta sama cowok yang namanya Semesta, yang susah move on dari Amanda yang mirip nenek sihir nggak-nggak tapi mirip medusa."Adita mengipas-ngipaskan tangannya ke wajah.

"Jangan nangis, nanti maskara kamu luntur."

Gean mengulurkan minuman ke arah Adita "Kamu gak bilang dia suami kamu, dijodohin?"

"Kamu gak nanya."tukas Adita sebelum meminumnya cepat "Bisa dibilang di jodohin, atau lebih tepatnya dinikahin tanpa bilang-bilang."

Gean mengangguk "Kamu bahagia?"pertanyaan itu membuat Adita tersenyum miring "Belum, mungkin nanti."

"Kenapa gak pisah aja?"

Gean menarik tangan Adita "Pernikahan tanpa kebahagiaan cuman nyakitin satu sama lain, dan aku liat dia pergi dengan wanita lain."

Adita menggeleng dan melepas tangan Gean "Ini bukan film Gean, kalau aku bercerai semudah itu aku jadi janda dan tetangga pasti tujuh hari tujuh malem ngomongin aku, dan yah cewek tadi itu bisa dibilang penyihir jadi-jadian yang lagi ngelakuin hal-hal jahat aja."Adita mengusap air matanya.

"Lagian aku gak mau pisah gitu aja, aku malu sama tetangga. Malu sama saudara, sama sahabat aku, terutama aku nanti di ktp masa statusnya janda muda kan ogah."Adita terisak seperti anak kecil.

Sambil menahan tawa Gean mengusap kepala Adita pelan "Udah-udah."

"Lepasin tangan kamu dari kepala dia."tegas Esta, lelaki itu menghempaskan tangan Gean dan memeluk Adita.

"Lo harusnya lindungin dia, karena tanpa lo tau diluar sana banyak cowok yang ingin lindungin Adita lebih dari lo, termasuk gue."Gean melengos sambil menepuk bahu Esta.

Dokter Are you Crazy? (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang