Carisa menelusuri lorong rumah sakit, lututnya terasa berat untuk semakin melangkah. Di ujung ruang ICU sana, ada seorang anak kecil yang tengah di pangku oleh ibunya, terlihat dengan jelas bahwa anak kecil itu masih menangis, menunggu Adita yang masih ditangani tim dokter yang nyatanya akan mentransfer Adita ke rumah sakit suaminya karena staff mereka kekurangan ahli untuk melakukan tindakan operasi Kraniotomi/AWS (Awake Brain Surgery). Ia tentu sangat kaget mendengar kabar menantu kesayangannya itu menjadi korban tabrak lari, tidak lebih tepatnya ada rasa sakit saat ia tau kalau Adita terluka parah, dia lebih dari seorang menantu, dia adalah anak perempuan baginya.
"Bu." Carisa menyentuh pundak Ibu itu, anaknya menoleh matanya yang sembab membuat Carisa mengusap kepalanya.
"Anda ibunya? Saya Renata, ini anak saya Alvo."
Carisa menggeleng "Saya mertuanya, ibunya masih dalam perjalan dari Semarang. Kalau boleh saya tau, apa ibu yang menolong menantu saya?"
Renata menangis "Saya minta maaf, menantu anda mengalami kecelakaan karena menolong anak saya. Tapi sebagai seorang ibu, saya sangat berterimakasih padanya, dia sangat baik." Carisa langsung terduduk di kursi tunggu, tangannya terulur untuk memeluk Alvo yang kian menangis. Air mata Carisa mengalir dengan cepat, ternyata Adita menolong anak kecil ini, dia terisak menunggu Staff untuk memindahkan Adita ke Ambulans yang sudah bersiap diluar.
"Adita." lirih Carisa saat melihat menantunya terbaring lemah dengan banyak luka, tangannya terulur untuk menyentuh tangan Adita. Dua orang perawat lelaki itu bergerak cepat, Alvo mengekorinya di belakang ia masih memeluk macaron untuk Esta.
"Dokter David, pasien akan segera tiba." David mengangguk salah satu sahabat Esta itu langsung keluar dari ruangannya "Siapkan kamar ICU, panggil dokter Ayu untuk memeriksa keadaan pasien pasca kecelakaan, setelah pasien mulai sadar beritahu saya."
"Baik Dok!."
Esta mengangkat ponselnya gusar, Adita tidak bisa dihubungi. Apa mungkin dia sudah pulang ke rumah?, Esta mengetikkan nomor Momi-nya, tapi sama ibunya juga tidak mengangkat telpon.
"Kompak banget ya menantu sama mertua." Esta tersenyum kecil. Ia merapikan jasnya hingga suara ketukan terdengar dari luar.
"Masuk."
"Kenapa momy disini?" tanya Esta bingung saat melihat ibunya tengah berdiri dihadapannya sambil menangis "Mom, ada apa?"
"Esta, Adita dia kecelakaan."
Esta mengeryit "Kecelakaan, maksud momy apa? Dia beberapa jam lalu masih ngirim pesan untuk Esta, dia bilang akan kesini." Ucap Esta tidak percaya, lalu matanya bergerak gusar. Ia mengingat pasien yang akan di transfer ke rumah sakitnya , jantungnya berpacu cepat sambil memeluk Carisa ia berjalan ke ruang ICU.
"Bun, kakak tadi gimana? Kenapa dipindahin kesini?" Revo memeluk ibunya, tangan Renata terulur "Sayang, tante itu harus dipindahin karena disini lebih baik"
Esta menghampiri mereka berdua, jantungnya terasa berhenti saat melihat nama Adita tertulis sebagai nama pasien yang harus menjalani Operasi Kraniotomi. Ia menyandarkan tubuhnya di salah satu dinding, kenapa ini seperti mimpi? Bukankah tadi pagi Adita masih mengerjainya, bukankah gadis itu masih mengejeknya dengan wajah manis yang membuatnya tersenyum malu?
"Dia suaminya." Carisa duduk disamping Alvo, menjawab pertanyaan Renata yang tertahan. Alvo berdiri, anak itu mendekati Esta. Menarik lengan kemeja Esta pelan hingga lelaki itu menoleh.
"Om."
"Ya?"
Alvo mengulurkan bingkisan ditangannya "Tante tadi bilang di toko, kalau ini buat Om. Om suaminya tante-kan?" Esta mengangguk ia membuka bingkisan itu, ada Macaron berwarna pink yang tidak lagi utuh serta sebuah surat didalamnya. Ia duduk di salah satu kursi ,membuka surat itu perlahan.
My Husband, Adita minta kertas ini dari penjaga tokonya.
Tadaaaaaaa, ini macaron warna pink. Enak banget, manis tapi Adita lebih manis lagi dong. Adita beli ini sebagai permintaan maaf karena bikin kamu cemburu, ciee cemburu. Jangan marah lagi ya, nanti Adita sedih 😭😭😭
.Love,
Adita.
Esta memakan macaron itu, tidak mempedulikan rasanya yang sudah tidak lagi enak. Entah kenapa, airmatanya mengalir. Walaupun sebagai seorang lelaki dia seharusnya tidak menangis, hatinya terasa sakit. Kalau saja dia tidak marah, apakah kecelakaan ini tidak akan terjadi?.
"Dokter Esta." Seorang suster keluar dari ruang ICU "Apa anda sedang tidak bertugas? Saya disuruh untuk memberikan hasil CT Scan pasien pada Ahli bedah Syaraf." Esta berdiri, ia mengulurkan tangannya "Saya akan memberikannya pada Dokter David."
***
"Pendarahannya terletak di sekitar area ini." David menunjuk daerah pendarahan Adita "Kita memang harus melakukan operasi Kraniotomi secepatnya, karena ini bisa membahayakan nyawanya."
David menatap Esta ragu "Maaf aku mengatakan ini. Tapi seperti yang kamu tahu, operasi ini cukup sulit, walaupun berhasil. Kita tidak pernah tau efek samping dari operasi ini, banyak pasien Kraniotomi yang mengalami perubahan dalam kestabilan emosi,kehilangan ingatan, kemampuan berbicara, dan Kemampuan penglihatan mereka selama proses penyembuhan, tapi yang aku takutkan pasien mengalami komplikasi lain, ada luka di sekitar saraf pusat."
Esta menekan pelipisnya "Kita akan berusaha sebaik mungkin, aku akan ikut melakukam operasi." David mengangguk "Kamu harus kuat Ta." Esta mengangguk.
Adita membuka matanya, kepalanya terasa sakit. Apa ia masih hidup? Lalu dimana dia sekarang? Kenapa semuanya terasa aneh, ada banyak suara dengungan, ada sekelibat cahaya yang menyilaukan. Apa ini yang di sebut orang-orang, ketika manusia berada pada fase setengah sadar?. Ia melafalkan beberapa doa yang ia hafal, meminta pertolongan pada sang khalik untuk diberikan waktu lebih panjang, ada banyak hal yang belum ia selesaikan, ia bisa mendengar suara seorang perempuan tengah mengaji. Ia menangis, itu suara ibunya dan ada bayangan suaminya tengah berada disampingnya, memegang tangannya erat.
"Adita." Ia tersenyum lemah, penglihatannya sudah mulai membaik, ia bisa melihat wajah Kasih dan itu tidak lagi samar.
"Ibu." Adita mengerjapkan matanya "Ibu."
Kasih menangis, ia mencium tangan anaknya "Iya ini ibu, sama mama mertua kamu. Ada Esta juga neng, cepet sembuh ya. Abah ada diluar, dia gak kuat kalau liat kamu kaya gini."
Adita mengangguk, ia menoleh ke arah Esta ,lelaki itu tersenyum ke arahnya. Carisa juga tengah mengusap kepalanya, dia sedikit tenang. Entah kenapa ia merasa sempat terbangun, ada dua orang suster yang mengeramasinya, lalu ia melihat rambutnya dipotong habis hingga klontos. Ada bayangan Esta yang selalu menemaninya, ia tersenyum lirih. Kepalanya terasa begitu berat, hingga akhirnya matanya tertutup rapat, ia tidak bisa mengingat apapun lagi setelahnya, semuanya begitu gelap yang menjadi gambar terakhir hanyalah senyum anak lelaki yang tengah membawa bola berwarna merah.
Adita tidak mengingat kalau ia terbangun dengan keadaan sadar selama satu hari, sempat menghabiskan waktu dengan Alvo, Esta dan sahabat-sahabatnya. Rambutnya memang klontos sesuai dengan prosedur yang harus ia jalani, semuanya itu nyata, 24 jam waktu yang ia habiskan sebelum melakukan operasi Kraniotomi yang dilakukan Esta , David dan Pramudya.
![](https://img.wattpad.com/cover/132317266-288-k880343.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dokter Are you Crazy? (Proses Revisi)
Literatura Feminina#47 dalam chicklit Maret 2019 "Cerita chapter 26 dan beberapa bagian di Private follow sebelum membaca" Mutiara Anandita hanyalah gadis polos berusia belum genap 18 tahun yang memilih menjadi sales perusahaan obat dan menawarkan beberapa produknya...