Upacara Siraman Adita berlangsung khidmat hingga selesai, kecuali Adita yang masih saja menangis membuat beberapa orang berusaha untuk menghiburnya, termasuk Semesta yang tengah mencari inspirasi untuk membuat gadis kecilnya itu berhenti menghaburkan tisue.
"Udah Adita, lo gak malu sama temen-temen kantor?"Putri mengusap-usap pundak Adita, sebenarnya Putri masih ngambek sama mulut lemes Adita. Tapi ya gimana lagi, nangis gini rasanya jadi kasian.
"Hiks..hhiks biarin dong Put, mereka juga kalau nikah nanti pasti nangis kaya Adita. Kalau gak nangis berarti mereka malin kundang..hiks..hiks."Adita mengusap ingusnya yang terus keluar dan kembali menangis kencang.
"Iya..iya Adita nangis aja!."balas Putri sambil tersenyum kecut, sempet-sempetnya manggil malin kundang.
"Gimana si Lo Put, malah disuruh nangis. Tau si Adita kalau disiruh nangis tambah kenceng. "kesal Mega yang kini membawa sepiring sate kesukaan Adita.
"Udah Adita, makan dulu nih. Lo pasti laper."
Adita menggeleng "Kata ibu gak boleh makan sate banyak-banyak, besok nikah nanti kebayanya gak muat..hiks..hiks."
"Tuh ah, tambah nangis sama lo Mega."balas Putri sambil mengambil sate yang dibawa Mega "Ya udah buat gue aja, lo nangis aja sampe puas."
Adimas kesal sendiri melihat Semesta hanya bulak-balik didepannya dan mengintip Adita yang duduk di pelaminan dengan Putri dan Mega.
"Aduh, lo tambah bikin gue pening. Bulak-balik mulu, lo mau nyaingin tukang jaga parasmanan?"Adimas berdecik pelan.
"Ishh..gue bingung harus ngapain. Kalau tiba-tiba gue kesana terus nyanyi, nanti gue disangka pengamen nyasar, receh banget."Esta melirik Adimas "Lo bisa nyaranin sesuatu gitu sama abang lo ini?"
"Mmmmmmmmm."Adimas mengetuk dahinya.
Esta menatap adiknya lekat.
"Gak tau!! "Adimas nyengir dan berbalik "Gue mau cari calon wife dulu. "
"Kampret lo."Esta mengerutkan keningnya, apa bawa bunga aja gitu?. Ah nanti malah dipake ngelap ingus .
Wisnu menghampiri Semesta "Nak, Adita masih nangis? "
Esta mengangguk "Iya pak, saya jadi bingung harus gimana."Esta menghela napas. Gimana kalau nanti udah nikah ya?.
"Biasanya bapak kalau Adita nangis suka ngajak beli baksonya pak Budi."Wisnu menepuk pundak Esta perlahan "Biasanya Adita gak pernah nolak, maaf ya. Soalnya bapak masih banyak tamu."
Esta menyunggingkan senyumnya tipis, akhirnya ada pencerahan. Wisnu berbalik lagi ke ruang tengah, meninggalkan Esta yang tengah senang karena bantuan singkatnya.
"Adita ayo makan bakso di pak Budi."Esta langsung menyambar arah pembicaraan Mega dan Putri, membuat para jomblo itu memandangnya aneh.
"Itu dia kenapa Ga, orang nangis diajak makan bakso. Gak peka banget sih, kalau ngajak itu ke toko berlian kek."bisik Puteri pada Mega yang sama-sama heran.
"Mungkin efek operasian kali, jadi rada stress gituh. Kurang piknik."balas Mega sambil terkikik pelan.
"Ayo dok, kayanya bakso bisa mengembalikan keceriaan saya."Adita menggandeng Esta meninggalkan kedua temannya yang mendecik ke arahnya.
"Beh, kita ditikung."Putri mencubit pinggang Mega, menyalurkan rasa kesalnya "Giliran nangis gue kasian, kenapa sekarang jadi pengen ngulek dia ya?"
"Sabar, temen kita berbeda."hibur Mega sambil menarik tangan Puteri ke meja Parasmanan lagi "Sumpah satenya ajiibb."
"Lo lagi malah mikirin sate mulu, ganti dong pake nasi. Mumpung gratis, moment ini jarang. "kekeh Puteri yang kini berlari kecil menuju lelaki ganteng yang lagi nuangin sayur kentang ke piringnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dokter Are you Crazy? (Proses Revisi)
Chick-Lit#47 dalam chicklit Maret 2019 "Cerita chapter 26 dan beberapa bagian di Private follow sebelum membaca" Mutiara Anandita hanyalah gadis polos berusia belum genap 18 tahun yang memilih menjadi sales perusahaan obat dan menawarkan beberapa produknya...